Bab 6 - Incognito

18 6 2
                                    

Perlahan tapi pasti, ada keraguan yang menyelimuti hati Jeanne. Akankah kedua orang tuanya mengizinkan dia pergi seandainya mereka tahu alasan yang sebenarnya dan kemana Jeanne pergi selama kurang lebih dua minggu. Namun nasi sudah menjadi bubur, semua itu sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya bersama Chika. Tiket, penginapan, cuti semua sudah ada ditangan, mengingat besok malam adalah hari keberangkatannya saja.

Tak ada lagi alasan untuk mundur, apapun yang terjadi Jeanne harus berani meminta izin kepada kedua orang tuanya, meskipun dengan demikian dirinya harus menciptakan satu kebohongan lainnya. Benar adanya petuah lama bahwa satu kebohongan akan melahirkan kebohongan-kebohongan lainnya, dan saat ini Jeanne mengalaminya. Dia tak tahu harus berapa lama bertahan dalam kebohongan yang diciptakannya, dan akankah kebohongan itu tidak akan terbongkar maka hanya waktu yang akan membuktikannya.

Jantung Jeanne berdegub semakin kencang ketika mobil yang dikendarai mulai masuk Jalan Fatmawati. Ketegasan dan kharisma sang papa tergambar jelas dalam pikirannya. Intuisi selama puluhan tahun berdinas sebagai seorang anggota Polri dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal Polisi sudah sangat terlatih, Suseno juga dapat mengetahui dengan cepat apabila ada yang membohonginya.

Alih-alih langsung ke rumah, Jeanne memutuskan untuk membelokkan arah mobilnya memasuki area Citos Cilandak. Gadis itu merasa perlu sedikit waktu tambahan untuk sekedar menyesap secangkir kopi dan sepotong kue rasa kayu manis dari sebuah kedai yang menjadi langgannya. Jeanne pun merasa perlu memikirkan satu alasan yang paling tepat, sehingga kedua orang tuanya tak bisa membantahnya lagi.

Lampu-lampu taman parkir Citos sudah menyala seiring dengan penerangan jalan raya yang tampak berlomba-lomba menampilkan cahayanya. Jeanne pun memutuskan untuk pulang, apapun yang terjadi dirinya harus berani menghadapi kedua orang tua, termasuk resiko dimarahi sang papa. Di samping itu perjalanan panjang esok hari pasti melelahkan danmembutuhkan kondisi tubuh yang fit.

Hanya berselang 15 menit sejak keluar parkiran Citos, Jeanne sudah sampai di rumah.

"Tumben jam segini sudah pulang, Nak? Kamu baik-baik saja kan?" sang mama yang sedang melihat tutorial membuat macrame segera berdiri dan menempelkan punggung tangannya ke jidad putri bungsunya itu.

"I'm fine, Ma. Jeanne sengaja pulang cepat biar bisa packing baju yang akan dibawa keluar kota besok pagi," jawab Jeanne dengan suara lirih.

"Luar kota, ngapain? Kok mendadak banget?" sang mama menghujani Jeanne dengan berbagai macam pertanyaan.

"Namanya aja perintah dinas, Ma. Lagian bukan baru kali ini juga, kan Jeanne tiba-tiba harus mengejar tersangka keluar kota," Jeanne mencoba membuat alasan yang dibuatnya terdengar masuk akal.

"Berapa hari?" imbuh mamanya Jeanne.

"Belum tahu pastinya, Ma. Mungkin sekitar dua minggu," jawab Jeanne.

"Mana ada surat perintah kok gak jelas gitu. Itu kamu mau dinas apa jalan-jalan!" Suseno yang baru keluar dari kamar segera menimpali ucapan putrinya.

"Dinas, Pa. Kali ini kami harus melakukan pengejaran dan pembuntutan jaringan teroris makanya berapa lama belum bisa dipastikan, tergantung dari cepet tidaknya tersangka itu bisa ditangkap," tak kalah sengit Jeanne mencoba meyakinkan sang papa.

"Kamu itu dinasnya di Direktorat Siber, sejak kapan ngurusin teroris segala. Kalau kamu jadi korban penculikan atau bahkan ditembak teroris gimana. Ngak ... kamu nggak boleh pergi!" lantang suara Suseno menyatakan keberatannya.

Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, usaha untuk meluluhkan hati sang papa tak semudah saat Jeanne harus menghadap Kasubdit 2 demi mendapatkan surat cuti. Polwan itu tampak menghirup udara panjang, berharap oksigen memenuhi setiap pori paru-parunya dan jantung bisa bekerja lebih keras dalam memompa oksigen ke sekujur tubuh, lebih khususnya otak.

INCOGNITOWhere stories live. Discover now