1

19.4K 469 19
                                    

LeBlanc Cafe yang berada di ujung jalan Mawar ini merupakan salah satu cafe favorit di daerah ini. Posisinya termasuk strategis karena dikelilingi tiga kampus besar. Di seberang cafe ada Universitas Islam yang hanya dipisahkan jalanan selebar lima ratus meter. Dan ada Politeknik Kesehatan di sisi kiri yang hanya membutuhkan waktu lima menit dengan berjalan kaki untuk sampai ke LeBlanc Cafe. Sementara di kanan cafe ada gang kecil, tapi masih mampu memuat dua buah mobil berpapasan sekaligus. Masuk gang tersebut, sekitar tiga ratus meter, akan menemukan Universitas Gajah Muda di sebelah kiri atau dengan kata lain lokasinya berada tepat di belakang LeBlanc Cafe.

LeBlanc Cafe sendiri berdiri di deretan ruko Aster, tepatnya ruko nomor 1 yang terletak di ujung sebelah timur. Menempati bangunan ruko 2 lantai. Didesain minimalis, dengan kaca sebagai pintu dan jendela di bagian depan. Walaupun bukan cafe yang besar dan mewah, tapi cukup nyaman. Lantai 2 disulap menjadi rooftop cafe di mana saat malam pengunjung bisa menikmati bulan dan bintang sambil mendengarkan musik dan menikmati makanan serta minuman yang enak. Ya, menu cafe ini memang terkenal memiliki rasa yang enak dengan harga mahasiswa, alias murah meriah.

Sutrisna atau yang sering dipanggil Kaka karena ngefans dengan pemain bola Brazil Richardo Kaka, si pemilik cafe, sedang duduk di balik meja kasir. Dia menggunakan kaos polo warna merah maroon dan celana jins yang robek di bagian lututnya serta sepatu sneaker abu-abu favoritnya. Matanya menatap ke layar komputer di depannya, sibuk memeriksa laporan keuangan mingguan. Kondisi cafe masih sepi, hanya ada seorang gadis di meja paling ujung dan sepasang kekasih yang duduk di dekat pintu masuk. Dan dua orang karyawannya masing-masing sibuk mengolah kopi dan mencuci piring kotor. Sementara dua orang karyawan lainnya sedang membersihkan lantai dua.

Pintu cafe terbuka. Masuklah dua orang pria tampan. Pria pertama berbadan kurus tinggi dan mengenakan kaca mata, rambutnya sedikit panjang dan berantakan. Dia memakai celana jins biru dengan kaos putih polos yang ditutup jaket jeans berwarna senada celananya dengan sepatu sneaker merah maroon. Dia adalah Ibrahim Danuredja, yang biasa dipanggil Ibra. Pria berikutnya berbadan sedikit lebih pendek dibanding Ibra, sorot matanya tajam. Namanya Ryo Hernawan. Ryo menggunakan celana jins hitam dengan kaos hitam polos dan jaket boomber hitam yang bagian lengannya digulung asal-asalan sampai ke siku, dipadukan dengan sepatu sneaker hitam dengan aksen putih di alasnya. Penampilan Ryo membuat mata wanita yang melihat enggan berkedip.

"Tumben masih sepi, Ka?" tanya Ryo setelah berdiri di depan meja kasir.

"Gue barusan buka," jawab Kaka tanpa melepaskan pandangannya dari komputer.

"Tumben? Udah hampir jam 4 ini," tanya Ryo lagi. Nggak biasanya Kaka membuka cafenya di sore hari.

"Ada urusan dulu tadi gue," sahut Kaka masih sibuk dengan laporan keuangannya.

"Ah gaya lo. Bilang aja kesiangan," tuduh Ibra. "Semaleman kan kagak pulang lo," tambahnya lagi.

"Kok lo tau?" tanya Kaka bingung.

"Lo semaleman mabok sama gue di pub, kampret!" maki Ibra kesal.

"Ah iya juga ya. Gue udah takut lo nguntitin gue," cibir Kaka akhirnya menatap dua sahabatnya.

"Bego dia," komentar Ryo sinis mendengar obrolan dua sahabatnya itu.

"Biasa, Yo. Lagi jatuh cinta mah bebassss," sindir Ibra sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling cafe.

"Udah jadian lo sama Chika?" tanya Ryo. Diseretnya kursi terdekat lalu duduk di depan Kaka.

"Boro-boro jadian, kencan aja ngajakin gue mulu. Untung temennya Chika cakep-cakep tuh," sahut Ibra, pandangannya berhenti ke bagian ujung cafe.

"Modus lo doang yang genit. Tai!" Kaka mengumpat.

"Eh Ka, pojokan siapa?" tanya Ibra mengabaikan Kaka yang sedang kesal.

When You Love Me (Completed)Where stories live. Discover now