PERDEBATAN YANG TAK TERELAKKAN

28 5 8
                                    


Kericuhan yang ditimbulkan oleh Rio, membuatku hutang sebuah maaf kepada waitress Kafe itu. Jeremy mengajak untuk segera pulang. Ya, aku memang harus segera pulang tapi rasa haus menyerang kerongkongan  akibat orange juice yang dicampur Sapta dengan alcohol walaupun kadarnya hanya sedikit, tapi itu membuatku serasa kebakar.

Aku mengemudikan motorku perlahan, sambil melihat swalayan yang masih buka jam 10 malam ini. Dan akhirnya menemukan swalayan yanag masih buka setelah celingak-celinguk kanan kiri.

Akupun menghentikan Yamaya YZR-M1ku. Yahama ini dipakai oleh Valentino Rossi pada pertandingannya tahun 2005, dan memenangkan grand prinx tersebut.

Aku memaksa Papa membelikan motor ini. Papa menyetujuinya akan membelikan motor ini dengan syarat asalkan aku bisa masuk SMU favorit di kota kami.

Aku belajar dengan giat dan serius untuk mendapatkan motor itu dan  lulus dengan peringkat ketiga terbaik sekolah. Pihak sekolah menawari aku untuk masuk sekolah SMU terbaik di negara kami dengan beasiswa karena prestasiku.

Namun, aku menolaknya karena tidak mau masuk asrama. Aku hanya ingin masuk SMU Favorit di kota kami dan mendapatkan motor yang sama persis dengan Valentino Rossi, pembalap idolaku.

Setelah membeli minuman mineral dingin dan obat penghilang mabuk. Aku duduk sebentar di kursi yang disiapkan oleh pihak swalayan. Beberapa pasang mata milik pejalan kaki, selalu melihat kearahku.

Perempuan yang lewat, berbisik-bisik ketemannya ketika melihatku. Kadang terdengar jelas apa yang mereka bisikan, dan aku hanya tersenyum simpul saja. Karena aku tahu yang mereka bicarakan adalah wajahku yang tampan mirip aktor terkenal Korea Cha Eun Woo, kulitku yang putih yang kudapat dari mama, badan tinggi dan atletis karena aku adalah pemain inti di klub basket dan taekwondo sekolah.

"Kak, boleh minta nomor handphonenya gak?" seorang perempuan muda, kupikir dia seumuranku ternyata saat kutanya umur berapa

"Aku masih 3 SMP kak" jawabnya malu-malu

Aku mengambil handphonenya yang disodorkan kepadaku, lalu ku ketik nomor telepon asal-asalan, karena gila aja aku memberikan nomor telepon bisa-bisa ini cewek selalu meneleponku dan itu sangat menganggu, lalu menyimpan namaku di kontaknya dengan nama Rocky, nama kucingku.

Dia tersenyum saat mendapatkan nomor itu

"Terimakasih kak, nanti kapan-kapan aku boleh calling kakak ya?" tanyanya penuh harap

Aku menggangguk ramah, padahal dalam hati aku tertawa terbahak-bahak. Anak perempuan itu pun pergi dengan teman yang datang bersamanya. Dan juga aneh saja, anak SMP masih berkeliaran jam 10.30 malam.

Astaga, aku harus buru-buru pulang, perjalanan kerumahku bisa memakan waktu setengah jam dari tempat ini.

Kupacu motorku menerjang malam di kota ini dan saling berkejaran dengan jantungku yang berdetak lebih cepat karena khawatir Mama dan Papa pasti menungguku dirumah. Bila aku melanggar aturan mereka, aku takt ahu hukuman apa yang kudapat.

Saat di depan pagar, aku telepon security yang menjaga rumah kami. Dan pintu gerbangpun terbuka secara otomatis. Aku mengklason security yang berada diposnya, dan memacu motorku sampai ke garasi.

Aku berlari masuk kedalam rumah setelah memarkirkan motorku. Ruangan tamu dan makan telah gelap. Aku berjalan berjinjit agar tidak membangunkan papa dan mama.

Namun, aku tersadar kenapa aku berjinjit padahal rumah sebesar ini siapa yang bisa mendengar suara langkahku. Cukup tidak bersuara dan masuk kekamar dengan tenang, lagi pula kamar mama dan papa berada terpisah dari ruang makan dan tamu.

Kalova & SadewaМесто, где живут истории. Откройте их для себя