MEET KALOVA

20 5 2
                                    

"Wa...sadewaaaa"

Ada yang memanggil namaku di ujung lapangan dan suara langkah cepatnya makin mendekat ke arahku yang sedang mendrible bola dan berusaha melakukan shot ke ring

Setelah berhasil melakukan shot, aku menoleh ke sumber suara

"Apaan sih loe Do. ganggu aja!" aku mengenal suara yang memanggil itu dan Dia adalah Dodo teman sekelasku sekaligus teman nongkrongku bersama Jeremy, Sapta dan Rio

Dodo yang bertubuh tambun, ngos-ngosan setelah berlari dari ujung lapangan ke arahku. Dia membungkuk berusaha meraup udara sebanyak-banyaknya

"Elo kemana aja sih? dicariin Bu Clara tuh! Elo disuruh ke Ruang guru untuk nemuin beliau" ujar Dodo dengan nafas masih tersengal-sengal. Bu Clara adalah wali kelas kami di Kelas XI ini.

Ada apa Bu Clara memanggilku ke ruang guru? Apa hendak membahas nilaiku yang semakin anjlok.

"Terus elo sendiri kenapa ke lapangan? Apa gak ada guru yang masuk?" tanyaku heran kenapa Dodo bisa ada di lapangan

"Hehehe, gue habis dari kantin bareng Jeremy, Sapta dan Rio. Elo beruntung, hari ini guru-guru pada rapat mempersiapkan pelajaran tambahan untuk semua murid XI. Jadi kita-kita disuruh belajar mandiri. Tapi gue tadi ketemu bu Clara di Kantin. bu Clara nyuruh gue untuk cari elo, elo disuruh keruangan guru sekarang juga" Dodo cengengesan

Aku melempar bola basket ke Dodo yang belum siap menerima serangan dariku dan kaget.

"Anjiiirrr! baju gue jadi kotor!" umpat Dodo

"Gue titip tas ya. Tolong dibawain ke kelas. Gue nemuin bu Clara dulu" akupun berlalu meninggalkan Dodo yang masih mengumpat karena serangan mendadakku

Aku berjalan di koridor sekolah. Ternyata memang benar kata Dodo, karena guru-guru rapat dan semua kelas melakukan belajar mandiri dikelas dan tidak boleh berkeliaran keluar kelas. Hanya anak-anak Badung yang tidak menaati perintah guru seperti genkku. Tapi walaupun begitu, saat guru sudah berada dikelas, genkku selalu serius belajar walaupun nilai-nilainya pas-pasan kecuali aku yang selalu anjlok di beberapa semester ini.

Saat aku memasuki ruang guru. Aku melihat di dinding sebelah kanan pintu masuk terdapat foto-foto siswa berprestasi. Dari siswa yang juara 1 sampai dengan 3 semester kemarin.

Eh, itu bukannya cewek yang bertemu denganku di kafe malam itu dan aku masih punya hutang minta maaf kepadanya.

Kalova. Ternyata nama cewek itu adalah Kalova dan dia adalah siswa juara 2 umum semester satu kemarin. Saat aku mengalihkan pandanganku dari foto itu kearah siswa yang juga dipanggil keruang guru. Cewek yang bernama Kalova sedang menghadap Bu Risma, wali kelas jeremy.

Sudut bibirku tertarik keatas. Cewek itu sekelas dengan Jeremy. Kebetulan yang sangat menguntungkan. Apakah hari ini, hari keberuntunganku seperti kata Dodo?. Aku tersenyum. Lho, kenapa aku tersenyum? Apakah aku sebahagia itu ketemu cewek ini?.

Aku berjalan menuju meja Bu Clara. Akupun berpapasan dengan cewek itu yang telah selesai menghadap Bu Risma dan hendak berjalan keluar. Dia berjalan melewatiku tanpa memandangku sama sekali. Dasar cewek aneh, gak lihat apa elo itu berpapasan dengan cowok tampan seantero sekolah ini. Akupun nekat menyapanya. Pokoknya hari ini harus kutuntaskan hutangku.

"Hey!" sapaku dan membuatnya refleks menoleh ke belakang.

Lho rambut kuncir kudanya seperti cewek cupu yang duduk dibawah pohon tadi.

"Gue?" tanyanya menunjuk dirinya.

"Iya, lah. Gue punya hutang maaf sama lo," kataku langsung to the point.

"Maaf apa? Gue belum pernah ketemu lo," jawabnya ketus.

Aku mengatur napasku. Ah, dasar. Mungkin Wajah sudah tidak karuan karena bermain basket tadi dan sebagian tubuhku dipenuhi keringat, untung saja aku tidak ada bau badan sehingga nggak tercium ketek sama sekali.

"Lo yang kerja di kafe Vintage, kan?"

Dia mengangguk. Yess, berarti benar ini cewek yang membuatku berhutang maaf. Aku harus tuntaskan. Pokoknya harus. Aku tidak mau menjadi beban dan membuatku terus berhutang. Kata mama, bagaimanapun juga niat baik itu harus segera disampaikan dan aku sebagai laki-laki harus gentleman mengakui kesalahan.

"Ya berarti benar. Maaf, ya soal kejadian beberapa hari yang lalu," ucapku sedikit ragu karena takut dia akan uring-uringan.

"Temen gue beneran nggak sengaja muntah di lantai kafe, dan gue juga nggak sengaja ...."

"Oh, jadi elo orang yang nggak punya adab tata krama itu?" potongnya.

"Seharusnya lo nggak bisa seenaknya main minggat aja. Gue tahu lo orang kaya. Makanan yang lo pesan juga nggak sempat lo makan, kan? Tapi minimal lo harus bersihin muntahan temen lo itu. Tanggung jawab. Lo nggak pernah diajarin tanggung jawab, ya?"

Aku melongo mendengar omelannya. Ternyata benar, dia akan mengomel karena ulah Rio yang mabuk. Dia mengomel sepanjang kereta MRT. Apa dia kesambet setan dipohon yang di lapangan itu yang terkenal angker kata siswa-siswa disekolah ini? Aku tersenyum geli.

"Gue bahkan belum selesai ngomong, sudah lo potong. Nggak belajar adab berbicara sama orang lain, ya?" sindirku karena kupingku sudah mulai panas mendengar omelannya.

"Maaf." Katanya.

"Sama-sama," jawabku "Gue juga minta maaf karena nggak sengaja numpahin minuman ke apron lo." Lanjutku sambil mengulurkan tanganku.

"Oke," jawabnya kemudian berlalu tanpa menyambut uluran tanganku. Dasar cewek ini. Belum tahu siapa Sadewa ya. Aku gemas melihatnya.

"Hey, tunggu!" teriakku memanggilnya.

"Apa lagi, sih?" sahutnya ketus

"Lo Kalova, kan? Juara 2 umum semester satu kemarin?"

"Iya. Ada masalah?" jawabnya malas-malasan.

"Nggak. Justru gue yang ada masalah." Aku tersenyum.

"Maksud lo? Gue nggak ngerti." Wajahnya menunjukkan kebingungan karena perkataanku yang ambigu.

"Eh, nggak ada maksud apa-apa, kok. Bye!" aku meninggalkan mematung sendiri karena Bu Clara sudah melambaikan tangannya untuk segera mendekat ke mejanya.

Baiklah Kalova, kita akan sering bertemu dan kamu tak akan bisa menghindarinya. Aku tersenyum sendiri membayangkan rencana apa yang kubuat untuk cewek judes nan jutek itu.

Dan ternyata benar dugaanku. Bu Clara memanggilku karena nilaiku yang semakin anjlok. Bu Clara menyayangkan sikapku yang tidak serius dalam pelajaran. Padahal aku adalah siswa yang masuk sekolah Xavier ini dengan prestasi. Namun, dibangku SMA, nilai-nilai ulanganku jelek. Pada Ssemester XI, nilaiku tidak karuan saja dan aku terancam tidak naik kelas.

Kalova & SadewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang