CORONA OH CORONA

7 1 0
                                    

Suasana gelap dikamarku tak membuat mataku untuk cepat meredup. Bahkan mata ini terlalu menyalang untuk sekedar menutup dimalam yang hampir menunjukkan dini hari. Kepalaku sangat penuh dengan pemikiran-pemikiran dengan rencana-rencana yang harus ku buat demi memperbaiki kesalahan karena keegoisanku selama ini.

Hasil obrolan dengan mama membuat aku langsung berpikir bagaimana menaikkan nilai-nilainya. Ditambah dengan kenyataan yang tidak sengaja aku dengar saat sedang duduk dipinggir kolam renang. Dan mendengar bahwa sakit papa semakin parah.

Aku pernah mendengar mama menangis setelah menerima telepon dari Dr. Indra Majid, dokter yang menangani dokter papa sekaligus dokter keluarga kami. Dokter mengatakan penyakit batu ginjal papa sudah memasuki tahap mengkhawatirkan. Papa yang selalu merasa kelelahan dan pucat wajahya akibat menahan rasa sakit. Bila kemungkinan papa pingsan, papa harus dirawat di rumah sakit.

Aku semakin bersalah kepada Papa. Karena merasa sangat marah akan sikap papa yang seperti tidak memperdulikan keluarga dan berubah. Padahal yang berubah adalah aku yang semakin egois.

Ah, kenyataan yang sangat sulit ku hadapi. Di umurku yang masih belia ini. Rasanya aku ingin berlari. Tapi pengecut namanya bila aku lari dengan kenyataan yang semestinya aku hadapi. Papa selalu mengajarkan bahwa tidak ada tempat di dunia ini untuk seorang pengecut. Oleh karena itu, aku harus kuat dan berani untuk menghadapi kenyataan yang menghimpit.

Ternyata waktu sudah menunjukkan hampir subuh. Di dapur sudah terdengar aktivitas Bi inah di dapur menyiapkan sarapan pagi kami sekeluarga. Aku menuju laser disc ku dan menyalakan music kesukaan lalu menuju kamar mandi. Sebaiknya aku mandi dan keramas. Mungkin akan membuat pikiranku lebih segar dan semoga saja mendapatkan ide untuk membujuk Kalova untuk menjadi guru privatku.

Setelah selesai mandi dan Sholat subuh. Aku membuka jendela kamarku yang mengarah ke kolam renang. Di seberang kolam ada mushala kecil tempat kami biasa sholat berjama'ah dulunya yang berada diantara Gazebo dan kamar kedua orangtua ku. Aku melihat Papa dan mama masih melakukan jama'ah berdua. Mereka memang pasangan yang sangat romantic bagiku. Setelah sholat, mama meninggalkan papa yang masih bertafakur untuk mempersiapkan sarapan pagi kami.

Aku masih memperhatikan Papa dari balik jendela kamarku. Begitu khusyuknya papa berdzikir. Papa tidak berubah, masih papa yang dulu. Selalu berdzikir setelah selesai sholat subuh. Namun, akulah yang berubah tidak pernah sholat berjama'ah bersama saat Subuh dan Isya. Aku terlalu sibuk dengan duniaku dan teman-temanku. Maafkan Sadewa Pa!

*
Pelaksanaan upacara Bendera Senin, Pagi hari ini tidak seperti biasa. Dan tumben bahwa Kepala sekolah memberikan amanah yang cukup panjang lebar dan itu mengenai virus yang telah masuk ke Indonesia, Covid-19.

Kepala Sekolah menerangkan bahwa pemerintah akan melaksanakan Lock down dan social distancing. Kemungkinan sekolah akan menerapkan social distancing dengan melakukan pembelajaran secara zoom meeting. Namun, sambil menunggu surat edaran dari pemerintah dan Diknas. Sekolah akan dilaksanakan seperti biasa. Dan akan ada pembagian masker untuk hari ini. Masker dibagikan oleh wali kelas setelah upacara bendara. Maka mulai besok, baik staf pengajar dan siswa sekolah wajib memakai masker. Dan setiap masuk kekelas wajib mencuci tangan dan hand sanitizer.

Sekolah akan melakukan pengawasan yang berkerumun di Kantin. Karena kantin akan dibatasi jumlah siswa yang makan di sana. Maka disarankan untuk membawa bekal dari rumah masing-masing. Amanah Panjang lebar Kepala Sekolah membuat para siswa sudah mulai gelisah berdiri. Termasuk aku yang berdiri di barisan paling tengah di barisan kelasku. aku melihat ke barisan kelas Jeremy. Tidak kulihat Kalova di sana. Di mana Kalova pagi ini? Apakah dia sakit sehingga tidak ikut upacara bendera pagi ini?

Aku terus mencari sosok Kalova di antara barisan siswa kelasnya. Namun, tak juga ku temukan. Setelah selesai upacara aku menghampiri Jeremy.

"Jeremy!" aku menepuk Pundak Jeremy yang sedang berjalan menuju kelasnya.

Jeremy menoleh kearahku.

"Hei Bro, What' up?"

"Ikut gue sebentar!" aku merangkul leher Jeremy, yang membuat Jeremy terpaksa mengikuti karena aku merangkul lehernya sambil menariknya.

Sesampai di Kantin, kami langsung duduk di meja nasi soto langganan kami. Bapak Umar si penjual nasi soto seolah sudah paham, bila kami datang selalu memesan lemon tea dan bakwan goreng campur kuah kacang.

Bapak umar membawakan pesanan kami dan kembali ke warungnya.

" Bro, ayo makan! Hari ini gue traktir elo."

Jeremy langsung mengerenyitkan dahinya.

" Tumben loe, traktir gue? Ada apa nih? Pasti ada sesuatu ya?" tanya Jeremy penuh selidik.

Aku nyengir kuda. Ternyata nih anak walaupun tampangnya agak bloon tapi sebenarnya dia pintar juga.

"Iya bro. gue ada mau minta tolong sama elo nih! Tapi kita makan dulu deh! Sepuluh menit lagi wali kelas mau masuk kelas nih!" ujar ku sambil melirik arloji G-Shock ku.

Kami pun makan bakwan yang disajikan.

"nah, sekarang elo mau minta tolong apa sampe elo harus culik gue ke kantin?" tanya Jeremy disela-sela makan kami.

Aku meminum es lemon tea ku.

"Elo satu kelas sama Kalova kan bro? gue mau minta nomor handphone doski " ujarku to the point.

"Ya elah, nih bocah. Gue kira ada apa! Gue gak punya nomor Kalova. Tapi gue punya teman sebangkunya doski, si Maria. Mau lo?" Jeremy menyeruput es lemon teanya.

Aku terdiam.

"Masa elo gak punya sih bro? elo kan teman sekelasnya?"

"Walaupun gue teman sekelas Kalova. Tapi tuh cewek pendiam banget. Jarang banget bergaul sama gue dan teman-teman yang lain. Habis pelajaran selesai dia langsung pulang. Kalau jam istirahat dia lebih banyak menghabiskan di perpustakaan."

"Lagian kenapa sih elo mau nomor handphone-nya?" selidik Jeremy kembali.

"Gue ada hutang maaf sama doski bro! elo kan tahu gue kan nggak suka punya hutang." sahutku menutupi grogiku karena punya niat untuk meminta Kalova jadi guru privatku.

"Nomor Maria aja nih. Elo aja langsung menghubungi Maria. Gue malas berhubungan dengan cewek-cewek Cupu itu. Nanti mereka kege-eran kalau gue sapa duluan. Apalagi sampai gue minta nomor Kalova sama Maria. Bisa jatuh pasaran gue sebagai Don Juan sekolah" ujar Jeremy sok berbangga hati.

"Rese, lo! Sok kegantengan banget sih lo!"aku tertawa mendengar lelucon Jeremy.

"Sini! Mana nomor Maria?" akupun mengeluarkan Iphone Promax, hadiah ulang tahunku tahun lalu. Dan Iphone itu adalah edisi perdana dan saat itu belum ada di Indonesia. Papa membelikannya saat ada perjalanan bisnis ke Inggris.

"Btw, bro. tadi gue nggak Kalova di barisan?" tanyaku

"Iya, doski hari ini nggak masuk karena ibunya masuk rumah sakit lagi tadi malam. Jadi hari ini doski harus merawat ibunya yang lagi sakit" ujar Jeremy sambil menghabiskan minumnya.

"Ayo bro. masuk kelas nyok! nanti keburu wali kelas masuk. kemarin gue udah dipanggil wali kelas karena sering terlambat masuk kelas saat pergantian jam pelajaran." ajak Jeremy

Aku pun mengangguk. Sebelum ke kelas, aku menyelesaikan pembayaran makan kami.

***

Kalova & SadewaWhere stories live. Discover now