KENAPA HARUS ADA PILIHAN ITU?

19 4 6
                                    

Hari yang menyulitkan sekaligus membawa berkah. Kenapa aku mengatakan seperti itu? Karena aku dipanggil oleh Bu Clara, wali kelasku ke ruang guru. Mungkin saja aku tidak akan bertemu dengan cewek Jutek yang ngomel sepanjang kereta MRT. Dari teori yang pernah kubaca bahwa perempuan itu mengeluarkan kata-kata 20.000 kata, sedangkan laki-laki hanya 7.000 kata. Dan hari ini, teori itu terbukti dengan bertemunya cewek itu, si Kalova.

Walaupun begitu, menurutku Kalova adalah orang yang dapat menyelamatkan aku dari ancaman tidak naik kelas seperti pembicaraan antara aku dan Bu Clara tadi. Bu Clara memperlihatkan nilai-nilaiku yang semakin anjlok di semester I kelas XI ini. Bu Clara juga mendapatkan informasi tentang aku yang sering membolos pelajaran saat belajar mandiri, serta tugas-tugas yang selalu telat di kumpulkan.

Bila aku tidak juga mengubah nilai-nilai ulanganku di awal semester 2 ini. Maka, pihak sekolah akan memanggil orang tuaku dan alamat Papa akan membuat aturan baru yang mengengkang kebebasanku sebagai remaja yang baru tumbuh dan butuh pergaulan dengan teman-teman sebayaku. Sedangkan ulangan semester dua ini akan dilaksanakan kurang dari tiga minggu dari sekarang.

Namun, belum sempat pihak sekolah mengundang orang tuaku melalui surat resmi. Aku dikagetkan dengan kehadiran mama di ruang Kepala Sekolah. Setelah aku menghadap Bu Clara, Kepala sekolah menyuruhku untuk ke ruangnya. Dan mama hadir karena telepon dari Kepala Sekolah, Pak Nazzam. Ah, om ku ini tidak bisa diajak kerjasama tanpa harus melaporkan semua kegiatanku disekolah termasuk nilai-nilaiku yang makin anjlok. Pak Nazzam, kepala Sekolahku adalah sepupu mama dari pihak ibu. Oleh karena itu, Pak Nazzam dan mama cukup dekat.

Aku memang sengaja tidak memberitahu siapapun perihal aku adalah keponakan dari Kepala Sekolah dan mama adalah ketua Yayasannya. Pokoknya tidak ada boleh ada yang tahu perihal itu. Apalagi cewek jutek yang membuatku selalu penasaran akan sikapnya.

Mama dan Pak Nazzam memberi pilihan tentang menaikkan nilaiku. Mereka memberikan pilihan untuk mencarikan aku guru privat atau aku mencari sendiri. Aku menatap mata mama yang sejak tadi intens menatapku. Akhirnya aku meminta untuk mencari guru privatku sendiri sambil memikirkan cewek itu, Kalova.

" Wa, Sadewa!" ada yang memanggilku dari belakang. Aku yang sedang berjalan di koridor sekolah menuju kelasku dari Ruang pak Nazzam menoleh kebelakang ke arah sumber suara.

Suara yang memanggil itu ternyata Jeremy. Dia berlari kearahku dan memeluk leherku dari arah samping kiri.

"Kenapa loe bro? dari tadi kami panggilin gak noleh-noleh." uhjar Jeremy. Ternyata dia tidak sendiri ada Dodo, Sapta dan Rio dibelakangnya.

Aku hanya nyengir kuda saja

"Gak apa bro. gue lagi banyak pikiran aja"jawab ku asal

"banyak gaya loe! Ayo kita nongkrong di café biasa malam ini?" usul Rio yang berada disamping kananku

"Gue sih oke-oke aja, teman-teman yang lain juga" Jeremy menyetujui usul Rio.

Aku menggeleng

" Sorry bro. jangan malam ini. Gue lagi dalam pengawasan makanya motor gue disita bokap. Lagi pula gue juga dapat tugas dari nyokap malam ini "aku belum bisa bilang bahwa aku harus mencari guru privat dan guru itu adalah teman sekelasnya Jeremy. Karena mereka pasti menertawakan aku.

"Gimana kalau kita ke kantin. Gue lapar nih pengen makan nasi Sotonya pak Somad?" usulku mengalihkan mereka dari pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut yang membuatku gerah dan bingung harus menjawab apa.

"Tenang guys, gue yang traktir makan sepuasnya! " lanjutku membuat mereka bersorak setuju.

Ternyata sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB di arlojiku. Dan memang waktunya perutku minta diisi. Aku harus menyusun strategi untuk mendapatkan Kalova sebagai guru privatku. Strategi yang disusun dalam perut kenyang akan lebih baik daripada disusun dalam perut lapar. Dan itu adalah salah satu mottoku.

***

Aku meminta izin mama untuk pulang telat. Dengan alasan bahwa aku ingin menghubungi guru privat yang akan mengajarku secara langsung. Dan mamapun memberikan izin bila berhubungan dengan sekolahku. Namun, permintaanku untuk membawa kendaraan sendiri ditolak oleh Mama. Mama ternyata saat ini tak bisa ditaklukan dengan rayuan putranya. Dengan alasan memegang amanah dari papa, mama berjanji untuk tidak memanjakan aku kali ini sebelum ada perubahan nilaiku. Sungguh ini sangat menyulitkan, karena aku sudah ingin menantang "Bobby the Genk" untuk balap motor.

Selepas Maghrib Aku meminta sopir ke Kafe the Vintage. Tempat kalova bekerja. Sebelumnya aku pergi ke Mall untuk membeli baju kaos telah kuincar sebulan yang lalu. Untung saja uang tabunganku dari celengan ayam yang aku sembunyikan di dalam lemari tidak di sita Papa hanya ATM dan kartu kredit. Pasti banyak bertanya kenapa aku memiliki celengan ayam. Semula celengan ayam itu ingin ku kadokan untuk si Kembar Rani dan Rina sebagai hadiah ulang tahunnya dan ajang lelocun baginya. Namun, sebelum aku memberikan celengan ayam itu. Si kembar sudah meminta hadiah mereka di Mall saat Mama menyuruhku untuk menemani si kembar main. Alhasil, celengan itu tidak jadi kuberikan. Dan kusimpan dua celengan ayam itu dan kutulis didadanya "Buat Jajan" dan "Buat Beli Alat Band".

Sebenarnya cita-citaku sedari kecil adalah menjadi pemain Band dan mempunyai studio music sendiri. Tapi sedari kecil papa sudah mengatakan bahwa aku adalah penerus perusahaan. Ditambah lagi, setelah melahirkan si kembar. Mama di vonis dokter tidak bisa hamil kembali. Yang menjadikan aku sebagai anak laki-laki papa dan mama satu-satunya dikeluarga.

Tampaknya café malam ini sangat ramai dan akupun duduk di meja yang telah kosong dan dibersihkan oleh waitress. Aku memperhatikan setiap sudut kafe mencari sosok yang selama ini membuatku tidak mampu melepaskan bayangnya dari pikiranku.

Ternyata sosok itu menghampiriku dengan sendirinya. Gadis ramping nan mungil berambut panjang yang di kuncir kuda itu datang dengan baju seragam kafenya bukan baju seragam seperti yang kulihat tadi pagi.

"Hallo, selamat malam, Kak. Mau ...." katanya menggantung.

Dia menatapku tajam seakan-akan ingin dia sudah siap mengobarkan bendera perang.

"Hai, Kalova!" sapaku mencairkan kekakuan diantara kami

"Hmm," jawabnya sekenanya. "Mau pesan apa?"

"Bukannya pelayan di sini ramah-ramah, ya?" sindirku.

Entah kenapa, aku malah terpancing untuk menggodanya. Apa dia terlalu menggemaskan ketika cemberut. Tapi aku harus mengingat tujuanku untuk datang ke kafe ini.

"Oh ya, gue Sadewa. Siapa tahu, lupa. Gue pesen makanan dan minuman yang menurut lo enak aja," ujarku agar amarahnya kembali mereda, menurutku.

"Baiklah," jawabnya singkat "Ditunggu sebentar ya, kak."

"Kal!" panggilku saat dia membalikkan badan.

"Mau pesen apa lagi?" tanyanya dengan nada dua oktaf lebih tinggi.

"Gue memang baru kenal lo tadi siang. Gue juga nggak pandai merangkai kata, merayu, atau apapun itu. Tapi gue harap lo bisa ngerti. Plis, mau ya jadi ...." ucapanku terhenti setelah mendengar anak kecil yang tantrum dan melempar mobil-mobilannya ke arahnya. Aku sangat terkejut dengan apa yang terjadi padanya. Semoga saja, itu tidak menambah moodnya menjadi buruk.

Kalova & SadewaWhere stories live. Discover now