Semuanya Bukan Kebetulan

35 6 3
                                    

Aku meregangkan tangan di belakang kepala, sebelum melemaskan kepalaku ke kanan dan kiri. Setelahnya, aku mengarahkan kedua tanganku ke arah pinggang untuk meregangkan otot-otot di daerah tersebut yang sekitar empat jam terakhir berada dalam posisi yang sama. Rasanya enak sekali setelah melemaskan otot-otot pinggang, tapi tentu saja kurang maksimal rasanya peregangan yang dilakukan kalau aku masih saja dalam posisi duduk.

"Gue ke kamar mandi sebentar ya, siapa tahu Pak Dani cari," pamitku pada Reza, rekan kerjaku yang duduk di seberang meja kerjaku.

Calon klien sudah membalas e-mail yang aku kirim kemarin, benar-benar kilat jawaban yang mereka berikan. Pagi tadi, aku sudah mendapat jawabannya lengkap dengan beberapa revisi yang harus dilakukan. Cepat sekali mereka melakukan review akan semua dokumen yang dikirimkan. Sepertinya justru klien yang lembur. Aku jadi semakin penasaran mau tahu sang owner. Apalagi melihat catatan revisi yang mereka berikan, banyak permintaan-permintaan tidak biasa yang diajukan. Salah satunya, mereka meminta tidak ada pengerjaan di akhir pekan atau hari libur, yang tentu saja akan menambah waktu kerja dan tentunya membuat biaya jadi bertambah.

Sugguh aneh, dimana-mana klien akan meminta proyek dilakukan dengan budget seminimal mungkin.

Apapun juga, mengingat antuasiasme Pak Dani terhadap proyek ini, aku jadi kena getahnya. Sebagai karyawan paling junior di tim Pak Dani, tentu saja jadi urusan aku untuk menyelesaikan semua revisi yang diminta. Tentu, harus selesai hari ini.

Aku membasuh muka dengan air dingin di wastafel dan menikmati kesegaran yang menghampiri wajahku. Belum lama aku berada di dalam kamar mandi yang tumben sepi, tiba-tiba saja beberapa orang masuk memenuhi kamar mandi. Sontak aku bergeser memberi ruang pada karyawati lain yang sepertinya baru saja selesai makan siang.

Eh, makan siang?

Otomatis aku mengecek jam tanganku dan mendelik, sudah pukul setengah dua siang. Aku bahkan tidak sadar waktu makan siang sudah lewat.

"Mbak Jani belum makan siang ya?" tanya salah satu karyawati yang baru saja masuk dan tengah mencuci tangannya di sampingku.

"Eh, kok tahu?" tanyaku balik.

"Tadi ketemu Mbak Rani waktu makan siang, tumben enggak bareng Mbak Jani. Kata Mbak Rani, Mbak Jani lagi sibuk banget jadi enggak sempat makan siang."

"Oh," balasku pendek, teringat tadi memang sempat menolak ajakan makan Rani karena revisi yang masih belum selesai. "Iya, ada permintaan revisi proposal yang harus selesai hari ini. Sekarang pun belum selesai," lanjutku.

"Ini calon klien yang sama dengan owner resor Kejora Malam ya Mbak?"

"Eh, kok kamu tahu?" tanyaku kaget untuk kedua kalinya. Memang sih perusahaan tempatku bekerja ini tidak terlalu besar, saat ada proyek atau calon proyek yang sedang dikejar, biasanya satu perusahaan langsung tahu walaupun tidak terjun langsung menangani. Namun kali ini sebenarnya proyek yang tengah dikejar Pak Dani ini masih rahasia, jadi informasinya masih disimpan di dalam tim Pak Dani saja.

"Mbak Jani pasti enggak baca e-mail tentang rencana company gathering kita bulan depan ya?"

Aku menggeleng. Untuk apa aku membaca suatu acara yang pasti tidak akan aku ikuti. Company gathering selalu dilakukan di akhir pekan, semenatara akhir pekanku sudah penuh dengan acara bersama Mama. Tahun ini pun tidak ada beda, Pak Dani sudah paham dengan kondisiku sehingga telah memberikan izin untuk kembali tidak mengikuti acara itu.

"Oh iya aku lupa, Mbak Jani kan enggak bisa ikut acara-acara di luar jam kantor ya." Well, sepertinya tidak hanya Pak Dani, seluruh karyawan lain juga sudah paham dengan kebiasaannku itu. "Acaranya itu nanti akan diadakan di resor Kejora Malam, Mbak. Salah satu alasannya karena kita sedang kejar proyek dengan pemilik resor itu, jadi para karyawan diharapkan posting pengalaman selama acara di sosial media, seperti cari muka gitu."

Aku mengangguk-angguk mendengar penjelasan baru saja. Sedemikian ingin kah perusahaan ini menangani proyek tersebut sampai harus melakukan sesuatu sejauh itu?

***

"Nilai kontrak ini enggak main-main. Pak Dani harus melakukan segala cara untuk mengambil hati pemilik resor," jelas Reza ketika aku telah kembali ke meja kerja dan bertanya terkait lokasi company gathering.

"Sepertinya mereka termakan strategi kita dong ya, soalnya feedback dari mereka cepat sekali datangnya. Pasti mereka sudah tahu kita akan menggunakan resor mereka," balasku mencoba melakukan deduksi.

"Bisa ya, bisa tidak," balas Reza tak acuh.

"Kok gitu? Apa lagi dong alasan mereka bisa cepat memberikan feedback setiap kita mengirimkan proposal, terkesan bersemangat sekali ingin memulai kerjasama dengan kita."

"Jani, total karyawan kita enggak sampai 50 orang dan belum tentu semua ikut acara, sementara kapasitas resor Kejora Malam sampai 1000. Enggak terlalu berpengaruh sih kita book tempat di sana untuk mengambil alih hati sang pemilik resor. Mungkin ada alasan lain kenapa mereka bisa setertarik itu dengan perusahaan kita." Reza kembali sibuk dengan laptopnya selepas berkomentar panjang. "Eh, lo diminta ke bagian keuangan untuk cek pengeluaran tim kita bulan lalu," lanjut Reza tak berpaling dari laptopnya.

Sontak aku berdiri dari kursi kerjaku dan langsung berjalan ke area keuangan yang lokasinya tidak jauh dari ruangan Pak Dani. Nasib anak bawang yang kesekian kalinya, mengurus budget tim juga bagian dari job desk-ku.

Saking sibuknya memikirkan pengeluaran apa yang akan dipertanyakan bagian keuangan, aku sampai tidak terlalu memperhatikan jalan dan tiba-tiba saja aku terhuyung seperti ingin jatuh sampai sebuah tangan menangkap lenganku dengan sigap.

"Oh maaf, saya berjalan terburu-buru," seru suara pria dari tangan yang menangkapku.

"Tidak apa-apa, saya juga tidak memperhatikan jalan," balasku cepat. Aku melepaskan tangan sang penolong dengan perlahan sebelum mendongak untuk mengucapkan terima kasih secara langsung.

"Hei, kita pernah bertemu sebelumnya," lanjut sang pria dengan mata berbinar.

Aku memperhatikan pria di hadapanku dengan saksama, kemudian mengerutkan kedua alisku.

"Tabrakan ini bukan yang pertama. Bedanya, kali ini kamu mengizinkan saya menolongmu," lanjut sang pria masih tersenyum lebar.

Tiba-tiba saja ingatanku seperti bersinar terang, menarikku ke arah perjalanan bisnis resor Kejora Malam ketika aku mencari toilet dan bertabrakan dengan seorang pria. Suara berat dengan aksen daerah yang tebal, belum kupahami aksen daerah mana tapi terdengar sangat kuat.

"Ah, di resor Kejora Malam."

"Tepat sekali," sergah sang pria cepat. "Saya ingin berlama-lama dengan Anda sebenarnya, tapi ada urusan lain yang harus saya selesaikan. Saya yakin di pertemuan berikutnya kita akan memiliki waktu lebih lama untuk berbincang," ucap sang pria sebelum melangkah pergi meninggalkanku yang masih terpaku.

Aku terdiam. Dua kali bertemu dan pria ini selalu meninggalkanku dengan kalimat-kalimat ambigu. Entah kenapa aku jadi penasaran dengannya.

***

Bukan Salah CintaWhere stories live. Discover now