14. Sebuah kepercayaan

7.7K 844 1.5K
                                    

VOTE DAN KOMEN SEBANYAK BANYAKNYA! KALAU SESUAI TARGET! AKU UP MALAM INI JUGA!!!

YANG NGGAK VOTE DAN KOMEN KALIAN TEGA BANGET SI FIKS!!!

Aku bakal Up setelah target terpenuhi lagi yaaa🥰


-Selamat membaca-



***

Hal yang paling sakit, ketika kau dipukul paksa ke belakang untuk tidak mengambil kesempatanmu menang.

***


Bunyi jalanan yang bising diluar sana terus saja terdengar di telinganya. Uap kopi hitam pekat di dalam cangkir berwarna putih gading begitu menyebar ke seluruh ruangan. Lampu, sengaja ia matikan, tidak ada yang bisa dilihat kecuali cahaya dari luar jendela. Matanya bahkan memejam, merasakan ketenangan bercampur sedikit kesunyian. Tubuhnya menyandar pada sandaran sofa coklat empuk yang ada di kamar.

Tiba-tiba, getaran beriringan dengan kedipan layar berwana putih itu terlihat jelas menyorot wajahnya yang gelap. Matanya menyipit, membaca pesan masuk yang tertampil di layar ponselnya. Wanita itu menghela napasnya, bahkan tangannya menggenggam erat ponsel yang ada di tangannya sampai berbunyi gertakan kecil.

08xxxxxx
Apa kamu benar-benar tidak menyesali perbuatanmu? Kali ini tidak ada ampun kecuali kau berhasil melakukan perintahku dengan baik! Jangan pernah kembali ke rumah sebelum hal itu selesai!

Bibirnya menyunggingkan senyum licik, kakinya ia biarkan terangkat dan bertumpu pada kaki yang lain. Wanita itu meletakkan ponselnya sembarang ke arah meja nakas, sampai menimbulkan bunyi benturan yang cukup keras.

Tidak ada yang bisa terlihat di sana, kecuali bunyi benda yang sengaja ia pecahkan kali ini. Vas bunga berwarna putih bening dengan air di dalamnya ikut menjadi korban kekesalan wanita itu. Wanita dengan warna bibir merah hati itu bangkit dari duduknya, berjalan mendekat ke arah jendela apartemennya, menatap lampu-lampu kota di bawah sana dengan pupil mata yang melebar.

"Aku akan menyelesaikannya, sialan!"

****

"Gara, gimana keadaan kamu?" Tanya Alena sambil mendudukan tubuhnya di kursi sebelah tempat tidur Gara. Tangan gadis itu menaruh buah-buahan potong yang ia beli di minimarket Rumah Sakit sebelum menuju ruangan Gara. Gadis itu tersenyum, melihat bagaimana kaki Gara berlapis perban begitu pria itu menampilkan wajah masamnya.

"Masa gitu aja sakit?" Tanya Alena dengan senyum mengejek. Gara menggelengkan kepalanya sambil memejamkan mata. "Ini nggak sakit," jawabnya kemudian menyipit ke arah Alena.

"Banana, kenapa baru dateng sekarang sih lo? Kata Luna kalian berangkat bareng, kenapa baru malam lo kesini?" Kesal Gara seolah menginterogasi Alen yang menampilkan senyum nyengirnya.

"Maaf..maaf.. tadi ada urusan kecil, temennya temen aku juga opname di sini. Makannya, aku jenguk sekalian.." jelas Alen bohong.

"Jadi, lebih penting temennya temen lo dari pada temen lo sendiri?" Pria itu mengerutkan bibirnya, sambil membuang wajah ke arah lain, menghindari bertatap muka dengan Alen.

Alen terkekeh geli, tangannya menyentil punggung tangan Gara yang tidak di infus. Membuat pria itu reflek menyengirkan bibirnya panik.

ALENA (Here With Me) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang