4. Wangi itu benci

8.4K 803 84
                                    

Alena keluar dari kamarnya. Menutup kembali pintu kamar dengan pelan. Matanya tidak sengaja melihat ke arah pintu kamar Rafa. Menghela napas berat, kemudian membenarkan letak tasnya. Alen memantapkan kakinya untuk kembali berjalan. Tidak memperdulikan perasaannya dan memilih tinggal diam.

Keadaan apartemen seperti biasanya. Tidak ada yang spesial karena Rafa yang menghindar darinya. Alen sampai di dekat dapur, melihat panci mie instant nya yang sudah tidak ada. Gadis itu memeriksa lemari dapur untuk memastikannya di sana. Dan benar saja, panci sudah tertata rapih di dalam sana. Apa benar Rafa telah mencucinya? Ya, mungkin saja karena tidak mungkin tikus yang mencucinya. Hanya ada dirinya dan Rafa di dalam Apartement ini.

Alen mendecakkan lidahnya sambil mengangkat bahu acuh. Pergi melanjutkan aktivitasnya untuk berangkat ke kampus sebelum dirinya terlambat seperti kemarin.

Sedang, di dalam sana seorang pria berdiri di depan jendela kaca berukuran besar di kamarnya. Tangannya bersembunyi di balik kantung celana abu-abu yang semalam ia kenakan tidur. Matanya menatap lurus ke depan, tepatnya pemandangan kota yang begitu padat merayap. Pria itu menghela napasnya, haruskah seperti ini selamanya? Perasaan gelisah dengan pikiran membuncah keinginannya. Pria itu menyunggingkan senyum, bayangan gadis cilik dan cantik terpampang jelas di hadapannya.

"Dia selalu cantik kapanpun itu," gumamnya lagi sambil menggelengkan kepalanya.

Rafa tidak akan pernah melupakan gadis itu, dia adalah gadis tercantik di dunia ini setelah Mamanya. Gadis itu adalah cinta pertamanya, dan selamanya akan seperti itu, sampai menjadi cinta terakhirnya. Hatinya hanya untuk gadis itu, entah kenapa? Sejauh ia hidup, Rafa tidak pernah mencintai orang lain sebesar ia mencintai gadis kecilnya.

Pria itu berjalan ke arah meja kecil samping tempat tidur. Membuka laci kemudian mengambil sebuah foto usang dengan gambar dua anak yang saling merangkul bahu mereka. Foto itu terlihat lama, dengan sebelas sisi yang terbakar api hingga hangus kecoklatan. Seperti sebuah foto dengan puing-puing yang masih bisa di pungut. Rafa menyimpannya selama belasan tahun karena itu adalah foto yang masih tersisa. Di dalam foto itu, seorang anak Lelaki itu tersenyum lebar dengan tangan merangkul bahu si perempuan bergigi ompong.

Rafa kembali tersenyum kecil, memori masa kecilnya kembali terulang. Sebelum akhirnya gadis itu menghilang, Rafa tidak pernah bertemu dengannya lagi. Atau bahkan menemukannya lagi. Itu sangat menyakitkan, masa-masa yang sangat menyulitkan untuknya. Dalam benaknya, ia berjanji. Kalau sampai gadis kecil itu dapat ia temukan, Rafa tidak akan pernah melepaskannya. Dan ia akan menepati janjinya itu.

"Selamanya akan begini, aku tidak akan pernah berubah Ana.."

Kringgg...Kringggg...

Sebuah bunyi dering telepon menghentikan aktivitasnya, pria itu mengambil ponsel di atas tempat tidur kemudian menggeser tombol hijau ke kiri.

Seseorang dari sebrang sana menyahut, membuat Rafa harus kembali menyimpan foto masa kecilnya lagi ke dalam laci.

"Ya, Hallo."

"..."

"Ya, saya kesana sekarang."

"..."

"Dua puluh menit."

"..."

"HM.."

Rafa memijat pelipisnya yang berdenyut. Papanya memang selalu bersikap keras kepala. Dan Rafa harus mengandalkan kemampuannya lagi kali ini. Mahasiswa jurusan Hukum bukan berati tidak paham masalah bisnis bukan? Keluarga Rafa di takdirkan seperti itu, bahkan darah bisnis mengalir dalam tubuhnya. Lalu bagaimana? Menentang orang tua? Atau sesuai keinginan dan harapan cita-citanya? Tidak, sepertinya tidak mungkin, karena dapat dilihat sekarang, bagaimana ia hidup untuk menuruti keinginan orang tuanya. Rasanya sudah cukup, untuk membuktikan bagaimana pilihan hidupnya selama ini.

Yang ia lakukan selama hidup untuk menentang Papanya hanyalah menolak untuk mengambil jurusan Administrasi Bisnis dan memilih untuk mengambil jurusan hukum. Impiannya adalah menjadi seorang Hakim sejak dulu. Itu bukan semata-mata karena keinginannya, tapi untuk menepati janjinya pada si gadis kecil.

Pria itu bersiap-siap dengan setelan jas hitam lengkap dengan dasi rapih. Rafa mengambil arloji warna hitam di tengah arloji mahal koleksinya. Pria itu kemudian keluar Apartemen untuk menuju ke lokasi yang akan ia tuju.

Sementara di tempat lain, seorang gadis masih berjalan santai untuk menuju kelasnya. Keluar dari lift yang berdesak-desakan membuatnya berkeringat. Alen berjalan menuju toilet, gadis itu menghela napasnya melihat pantulan tubuhnya di cermin. Membasahi wajahnya dengan air untuk terlihat lebih segar, kemudian mengeringkannya dengan tissue. Alen meneliti kulit wajahnya, tidak ada yang salah dengan wajah, terlihat bersih dengan kulit yang bercahaya. Tangannya kemudian menepuk-nepuk kedua pipinya pelan.

Terkadang Alen bingung, dia ini gadis atau wanita? Meskipun bersuami tapi ia masih gadis. Jadi, mulai hari ini sampai nanti tiba pada hari dimana mereka berhubungan baik, Alen masih gadis. Setelah itu, ia akan menyebut dirinya sendiri sebagai seorang wanita. Hihihi pentingkah itu? Ah, tapi apa benar hubungan mereka kelak akan membaik? Atau berakhir dengan jalan masing-masing?

"Ayo Alen.. Bisa..Bisaa...Pasti bisa.. Nggak usah kepikiran macem-macem. Keluarga, suami..eh maksudnya Rafa. Kamu nggak papa sendirian. Tapi kamu punya sahabat," katanya menyemangati diri sendiri. Mendapatkan semangat yang tiba-tiba saja datang, akhirnya gadis itu keluar dari Toilet.

Sebuah getaran dari saku celananya membuat Alen tersadar. Berhenti berjalan, untuk memeriksa ponselnya yang berbunyi. Sebuah pesan teks masuk, keningnya berkerut, namun dengan cepat ia menyunggingkan sudut bibirnya begitu matanya membaca deretan kalimat itu. Kalimat yang mungkin saja membuat harinya menjadi baik, dan siap untuk mengawali hari yang rumit. Dengan cepat, jarinya yang jeli bergerak di atas layar untuk mengetikkan balasan pesan kepada di pengirim. Alen tersenyum puas, kemudian kembali memasukkan ponsel itu ke dalam saku celananya lagi.

Bertepatan dengan langkahnya, Gara datang dengan napas terengah. Tidak sengaja menabrak tubuh Alen yang keluar dari Toilet. Gadis itu mengaduh kesakitan, sedang Gara malah menertawakannya.

"Heh? Lo ngapain tiba-tiba di situ? Jangan-jangan lo keluar dari WC ya? Kayak pintu Doraemon bisa tembus dari mana mana?" Tanya Gara dengan wajah bodohnya. Tak terima dengan ucapan sahabatnya itu, Alen menyipitkan matanya, rahangnya mengeras, tangannya mengepal. Gara datang dan menghancurkan Moodnya.

"GARAAAA!!! AKU BUKAN TAI!!" Teriak Alen sebal membuat Gara menutup telinganya. Alen memukul kasar lengan Gara beberapa kali dengan berbagai umpatan yang keluar dari mulutnya. Temannya itu memang ngadi-ngadi ya? HAHAHA

"Iyaaaaaa lo bukan Taiii tapi eek," katanya kemudian berlari meninggalkan Alen yang masih menggerutu sebal.

Alen masuk ke dalam kelas, kemudian mencari tempat duduk. Di ikuti Gara di belakangnya yang masih saja dengan sikap jahil. Baru saja duduk, Gara dengan sengaja menyemprotkan minyak wangi ke seluruh penjuru ruangan. Membuat Alen lagi-lagi berdecak sebal. Alen benci bau bau aneh, terutama bau wangi. Seumur hidupnya ia tidak pernah menggunakan minyak wangi ber aroma bunga atau yang lainnya. Rasanya ingin muntah dan mual, ewww.

"GARAAAA!! Stopp! Bisa-bisa asam lambungku makin naik. Nanti muntah," kesalnya dengan tatapan sengit ke arah Gara. Ia tau bahwa pria itu sengaja menggodanya. Gara pun tau Alen benci wewangian, makanya saat di tegur pun Gara hanya terkekeh geli.

"Kalian sibuk apa sih? Perasaan berantem terus.." kekeh Luna yang datang sambil membawa minuman kaleng di tangannya.

"Isshh buset wangi banget," keluhnya membuat Alen segara menunjuk ke arah Gara. Tak lupa dengan tangan kanan yang sibuk menutup hidung.

"Astaga, lo berulah lagi Gar? Demi dah.. suka banget jailin Alen."

"Bukan suka lagi, udah jadi Hobby." Kekehnya dengan sekali semprotan di depan wajah Alen.



------
Hay ini part sebelum akhirnya aku UAS. Doakan lancar ya manteman, setelah itu bisa balik nulis lagii. Janji kalau semua kelar aku bakal sering Update kayak biasanya.

Jangan lupa vote komen yaaa, aku tunggu❤️

Komen dan vote yg banyak biar tambah semangat Up date.

Btw apa sih yg bikin kalian penasaran sama cerita ini? Yuk share jawaban di bawah sini ✌️

🥀

ALENA (Here With Me) Where stories live. Discover now