Pulang

61 35 17
                                    

"Sekarang, apa tujuanmu Azof?

"Pulang,"

"Kamu ingat?"

"Tidak, waktu itu aku berusia 8 tahun, tetapi aku akan mencoba mengingatnya kembali, mungkin hanya akan teringat sedikit ...." Menatap Ellery. "Aku juga akan menggunakan naluri ku!" Azof tersenyum tipis. "Ellery akan ke mana?"

"Tidak tahu ... aku tidak mempunyai arah,"

"Kalau begitu, ikutlah dulu bersama ku, pulang ke mataya. Mungkin dari situ kamu akan menemukan solusi untuk masalahmu itu," ajaknya dengan hangat. Dia khawatir jika meninggalkan Ellery sendirian dalam hutan.

"Apa boleh? Aku akan menyusahkanmu nanti, selama di perjalanan,"

"Aku mengajakmu, berarti itu boleh!" Azof tertawa, sedikit bercanda.

"Haha," balas Ellery tidak menggunakan suara. Hanya gerakan bibir dan ekspresi wajah.

"Dan mengenai menyusahkan, itu tidak sama sekali." Azof menjelaskan-nya lagi.

Ellery terdiam sejenak, "Terima kasih untuk tawaranmu yang hangat ... kamu sangat baik, sudah mengajak pulang bersamamu. Tapi kurasa, aku di sini saja memikirkan solusinya. Ini juga sudah sangat jauh dari rumah ...." Sebenarnya Ellery ingin ikut bersama Azof. Tapi dia merasa tidak enak.

"Apa tidak apa-apa?" tanya Azof kembali.

"Tidak apa."

"Aku akan pergi, jika berubah pikiran susul saja, aku akan berjalan perlahan ... sampai jumpa." Ujar Azof yang dibalas lambaian tangan.

Azof pun berjalan meninggalkan Ellery. Dia berjalan dengan langkah panjangnya. Namun, langkahnya terhenti tepat pada langkah ketujuh. Azof membelokkan tubuh dan melihat Ellery yang sedang mengusap kedua matanya, seperti menghapus air mata yang jatuh. Azof tahu, bahwa Ellery sebenarnya ingin ikut, tetapi tidak mau mengatakannya, dan akhirnya menangis dalam diam.

"Aku akan berjalan perlahan," Azof mengatakannya kembali dari kejauhan.

Sekarang Ellery menjadi bingung, di sebelah sisi takut berada di hutan sendirian, dan di sisi lain dia merasa tidak enak dengan Azof. Dia pun berpikir kembali, berpikir dengan matang. Dia sudah memutuskan, bahwa akan ikut dengan Azof pulang ke mataya. Dia berlari menghampiri Azof.

"Tidak usah berlari," Azof memberi perhatian.

"Hah hah," Suara Ellery ter-engah. "Apa tawaranmu masih berlaku?"

"Masih," Azof menganggukkan kepalanya.

Setelah itu, mereka berjalan bersama, berjalan tanpa henti dengan matahari dan bulan yang terus berganti, tanpa memberi arah. Sesekali Ellery dan Azof terkena guyuran air hujan dan terpaan angin badai. Suatu hari, mereka beristirahat di atas bukit empuk dengan rumput sebagai alas.

"Kita akan beristirahat di sini," mata pria itu menatap kaki Ellery yang terluka oleh serpihan kerikil. "Sejak kapan kaki itu terluka?"

"I ... Ini," jawab Ellery gugup.

"Kenapa?" Tangan Azof meraih kaki Ellery.

"Sandal ini, menjadi tipis dan terus ter-putus," jelas Ellery. Kaki Ellery terluka disebabkan oleh sandal rotan-nya yang terus ter-putus, seiring banyaknya langkah terbuat.

"Ini akan terasa sedikit sakit." Peringat Azof.

"Oke." Ellery hanya pasrah dengan keadaan.

Di sekeliling mereka hanya ada gundukan tanah, tidak ada pohon, hanya rumput subur yang hijau

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di sekeliling mereka hanya ada gundukan tanah, tidak ada pohon, hanya rumput subur yang hijau. Azof menyobek blazer-nya menjadi kain panjang, lalu membalutnya pada kaki Ellery. Azof mengikatnya kencang agar tak mudah lepas jika kembali berjalan.

"Sudah ingat, tempat tinggal kamu dulu?" tanya Ellery penasaran.

"Beberapa ingatan datang," jawab Azof. Dia sudah selesai mengobati kaki Ellery. Dia juga berdiri, melangkah sedikit ke depan. "Itu mataya! Di seberang laut sana!" Tangan Azof menunjuk ke depan.

Ellery mendekat, melihat arah yang Azof tunjuk, "Mataya? Sangat cantik!"

"Ayo pergi ke sana?" ajak Azof girang.

"Ayo!!" Ellery tidak kalah bersemangat dari Azof.

Mereka berdua berjalan, berjalan sedikit perlahan, dikarenakan kondisi kaki Ellery yang tidak terlalu bagus. Meskipun begitu, mereka berhasil menyusuri bukit demi bukit, dan akhirnya mereka dihadapkan dengan lautan luas.

Sebenarnya mereka ingin membuat sampan untuk menyeberang. Namun, kayu untuk membuat sampan tidak ada, alhasil mereka pun berkeliling mencari tempat dangkal. Hal tersebut dilakukan semata untuk memudahkan Ellery dalam berjalan. Ellery melangkah menyeberang laut dengan tangan yang menggandeng Azof, mencegah hal buruk terjadi.

Saat menyeberang, beberapa masalah mewarnai perjalanan mereka, di antaranya arah angin dan ombak. Sangat menyusahkan, tubuh mereka bergerak 'tak teratur karena arah angin yang sering berubah, dan ditambah lagi dengan kaki mereka yang terus di terjang ganasnya ombak, walau kecil.

Tapi untungnya, air laut sangat jernih, sehingga dapat mudah melihat apa yang ada di bawah, mengurangi resiko cedera kaki.

Waktu dan kaki terus berjalan, sampailah mereka di tempat tujuan. Alangkah terkejutnya Ellery, saat mengetahui bahwa ada tempat indah selain saweetie, matanya menjelajah luas, terpanah oleh keberagaman yang Mataya miliki. Gadis kribo ini terkejut bukan main, dia kehabisan kata, melihat kulit putih dan hitam dapat menyatu dengan cantik, tanpa membeda-bedakan satu sama lain.

EKSOTIS || Pre OrderWhere stories live. Discover now