4. Let Me Hide

352 77 26
                                    

Saat di bangku SMA, Kadita memang dikenal sebagai murid penyendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Saat di bangku SMA, Kadita memang dikenal sebagai murid penyendiri. Kegiatannya hanya seputar rumah, sekolah, tempat bimbel, dan rumah lagi. Ketika di sekolah, wanita muda yang kala itu selalu mengikat rambutnya yang panjang bergelombang mendapat julukan Kutu Perpus. Seolah-olah perpustakaan hanya miliknya seorang.

Kadita memang tidak memiliki teman dekat. Namun, sejak dia membela kakak kelasnya, lelaki itu kerap mengikuti kemana pun putri tunggal Sinta itu pergi. Termasuk perpustakaan. Kadita tidak bisa menolak, saat lelaki yang pernah dituduh sebagai perundung itu meminta bantuannya mengerjakan soal ujian kelas 3.

Karena lelaki itu juga, sikap Kadita berubah. Dia menjadi lebih suka tersenyum, bahkan pernah tertawa keras hingga nyaris diusir dari perpustakaan. Kadita anak tunggal. Namun tidak dengan kawan bicaranya. Mereka saling mengisi satu sama lain.

Namun, takdir membawa mereka ke arah yang berbeda. Setelah lulus SMA, sang lelaki melanjutkan sekolahnya di luar negeri. Saat itu, putus jua komunikasi antara keduanya. Meskipun begitu, Kadita berharap garis hidup akan berpihak lagi pada mereka.

Pada akhirnya, wanita itu memiliki kawan lain saat duduk di bangku kuliah. Namanya Arum. Pertemanan mereka terjalin, saat sedang mengerjakan tugas akhir calon sarjana design komunikasi visual. Banyak persamaan di antara keduanya, salah satunya mereka tidak suka akan keramaian.

Kadita berharap, pertemanan mereka akan berjalan mulus. Karena hanya Arum yang bisa membuat Kadita merasa nyaman menceritakan segala keluh kesahnya. Namun, pada kenyataannya tidak. Hubungan itu kini terancam hancur akibat perbuatan sang teman yang gegabah. Meski dia bermaksud baik pada Kadita.

"Tapi, kan, kamu bisa mengubah jalan hidup kamu, Ta," sahut Arum sambil memohon dari layar komputer kamar Kadita. "Sampai kapan kamu mau gini terus?"

Kadita menatap nanar wajah Arum di layar komputer miliknya, disertai bulir air mata yang membasahi pipi. "It's. My. Life."

"I know! That's why I want you to take a chance. Rare chance, Kadita!"

"Kamu aja yang ambil pekerjaan itu."

Arum mengembuskan napas. "Ya gak bisa, Ta ...."

"Kamu yang daftar, kan?"

"Pakai namamu. Identitasmu."

"What?"

"Look! They love your idea. Your IDEA, Kadita. Not mine!"

"Tapi, kenapa harus ide dan nama aku yang kamu daftarkan di lomba itu? Portfoliomu lebih bagus dari aku."

"Tapi, kamu itu punya intuisi bagus di bidang seni. Ide kamu bisa mengubah dunia, Ta."

Kadita menggeleng. "Aku gak mau."

"Ta, please ...."

"Kamu ... kamu tahu, kan, aku sekarang gimana? Aku bisa keluar rumah aja butuh usaha lebih. Bicara sama orang lain juga," Kadita menelan ludahnya, "maaf, Kak. Bukan aku gak anggap keberadaanmu ... asing, tapi-"

COPY PASTE [Terbit, 2023]Where stories live. Discover now