21. Them

194 53 17
                                    

"Panggil Kadita, si karyawan baru!" perintah Arya pada sekretarisnya, Kartika

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Panggil Kadita, si karyawan baru!" perintah Arya pada sekretarisnya, Kartika.

"Kemejanya udah ada yang cocok?"

Arya merengut menatap pantulan dirinya di cermin. Celana kain berwarna krem yang dia kenakan kini memiliki noda berwarna cokelat tua. Sementara itu, jasnya sudah tak terselamatkan lagi. Meskipun kemeja putih yang dipakai tadi tidak memperlihatkan ada noda kopi, tetapi Arya memutuskan untuk menggantinya. Aroma menyerupai tanah bercampur asap rokok menguar dari sana.

"Gak ada yang lain?" tanya Arya kesal. "Setelan jas gimana?"

"Wong Hang sama Laxmi menyanggupi seminggu. Gak kurang dari itu."

"Cari yang lain!"

Kartika tersentak. "Yang lain ... sebulan."

"Aku mau meeting malem ini! Masa gak ada penjahit yang bisa nyelesein bikin jas kurang dari sehari?"

"A-aku ... kurang tahu."

Arya berdecak sebal. "Panggil karyawan baru itu!"

Kartika membalikkan badan dan bergegas keluar dari ruangan Arya. Dia menuju meja kerjanya, mengangkat telepon, dan memberitahukan bagian advertising untuk memanggil Kadita ke ruangan Arya. Berada dalam satu ruangan bersama sang atasan di saat suasana hatinya sedang buruk, bukan lah keputusan bijak.

Sementara itu, Arya sibuk memakai, membuka, dan melepas kemeja yang kini sudah bertebaran di ruangan. Tidak ada satu pun kemeja yang membuatnya merasa nyaman saat dikenakan. Toko langganan pria yang menyukai merek buatan luar negeri itu masih buka 2 jam lagi. Setelan jas belum dia dapatkan. Ditambah lagi Arya mengingat penyebab dari masalah ini. Amarahnya pun semakin memuncak.

Pintu ruangan diketuk pelan. Arya yang sudah menduga siapa yang datang, menampilkan senyuman sinis seraya melepas semua kancing kemeja yang sedang dia kenakan. "Masuk."

Kadita mengayunkan pintu ke dalam ruangan, menyapa Arya, dan berbalik badan untuk menutup pintu kembali. Wanita itu berjalan sambil memerhatikan sepatu loafer berwarna cokelat miliknya. Dia tidak berani menatap Arya. "Pa-pagi, Pak."

Arya mengangkat sebelah alisnya. "Tahu kenapa aku panggil kamu ke sini?"

Kadita mengangguk pelan. "Ma-maaf, Pak. Saya tidak sengaja."

"Gak sengaja?" Arya mendengkus seraya bertolak pinggang. "Minta maaf itu yang bener! Kamu minta maaf sama sepatuku atau aku?"

Hati Kadita mencelos. Dia mengangkat wajahnya dengan takut-takut. Wanita itu berusaha menatap Arya yang bisa saja langsung menerkam, layaknya seekor singa menemukan mangsa. Saat kedua mata Kadita bertemu dengan sosok Arya, dia buru-buru menundukkan lagi pandangannya.

"Kenapa? Katanya mau minta maaf?" tegur Arya dengan nada menghina.

"Ma-af, Pak. Saya mau minta maaf dengan benar, tapi ... bapak tidak pakai baju."

COPY PASTE [Terbit, 2023]Where stories live. Discover now