6. Comfortable Uncomfortable

294 62 9
                                    

Suara orang memuntahkan isi perutnya terdengar berulang kali dari kamar mandi di unit apartemen Gayatri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara orang memuntahkan isi perutnya terdengar berulang kali dari kamar mandi di unit apartemen Gayatri. Setelah tak terdengar lagi, gantian suara wanita menangis tersedu-sedu memenuhi setiap sudut ruangan berukuran 2x3 meter itu. Sementara sang pemilik, hanya bisa berusaha menenangkan kawan bicaranya itu.

"Tarik napas dalam, Kadita. Lalu, hembuskan perlahan."

Kadita berusaha untuk melakukan permintaan Gayatri, meski rasa sesak di dada belum mau hilang. "A-aku tolak aja ya, Kak."

"Kenapa?"

"Membayangkannya saja aku ... sudah begini. Bagaimana kalau-." Kadita tidak mampu meneruskan kalimatnya. Rasa mual itu datang lagi, meski tidak ada lagi isi perutnya yang keluar. Air mata mengalir, diikuti oleh bibirnya yang bergetar.

Gayatri memeluk Kadita sambil menepuk pelan punggungnya. Isakan Kadita masih terdengar, meski kepiluan itu tak sebanding dengan menerima kenyataan sang bunda telah tiada. Selama satu jam berikutnya, kedua wanita itu hanya berpelukan satu sama lain.

"Sudah merasa lebih baik belum?" tanya Gayatri lembut.

Kadita melepaskan pelukannya, lalu menghapus sisa air mata yang masih menempel di pipi. "Ya ... sepertinya aku, mau nolak buat kerja aja, deh, Kak."

"Apa karena harus bertemu dengan orang lain?"

Kadita mengangguk lemah.

"Memang gak mudah untuk beradaptasi di lingkungan baru. Apalagi dengan kecenderungan-mu takut akan hal itu, tapi ...." Gayatri kini menghadap lurus Kadita dan menatap kedua mata berwarna cokelat muda itu. "Tidak ada salahnya untuk mencoba, Kadita. Belum tentu hal-hal buruk yang kamu pikirkan akan terjadi."

"Tapi, selalu ada kemungkinan itu."

Gayatri mengangguk. "Iya, betul. Coba kamu inget, waktu pertama kali kamu membuka pintu rumahmu buat aku? Apa yang kamu lakukan?"

Kadita berpikir sejenak. "Aku membuka gorden. Terus kita bicara lewat jendela."

"Masih inget apa yang kamu rasain waktu itu?"

Kadita mengangguk. "Aku ... takut." Wanita itu menekuk kedua kaki dan merapatkannya ke dada. Kedua tangan memeluk erat lutut, seolah-olah bisa kapan saja bagian tubuh itu terlepas dengan sendirinya. Sementara, kedua indera penglihatannya menatap lantai kamar mandi. "Aku ... gak bisa jelasin perasanku saat itu, tapi ... setelah Kakak pergi, aku merasa lebih baik. Tapi, anehnya ... aku merasa ada yang hilang saat itu juga."

"Saat itu, kamu tahu apa yang hilang?"

Kadita mengangkat wajahnya hingga sejajar dengan Gayatri. "Teman cerita."

Gayatri tersenyum. "Sekarang pun sama, Kadita. Anggap saja perusahaan itu adalah aku. Awalnya kamu merasa takut, tetapi sebagian kecil dirimu berusaha untuk mengenalku. Lama kelamaan, hubungan kita membaik, kan?

COPY PASTE [Terbit, 2023]Where stories live. Discover now