19. Her Fears

196 51 15
                                    

Lain orang, lain pula karakteristiknya

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Lain orang, lain pula karakteristiknya. Kembar identik sekalipun tidak sepenuhnya sama persis. Setiap manusia itu unik. Mereka memiliki pembeda antara satu dan lainnya. Termasuk hal-hal yang disukai, diminati, bahkan ditakuti.

Bagi karyawan divisi marketing, pernyataan Arya beberapa menit yang lalu membuat mereka jengkel sekaligus marah. Kerja keras mereka—meski sedikit—tidak ada harganya di mata CEO berusia 32 tahun itu. Apalagi saat proses pengerjaannya mendapat persetujuan dari Langit yang mengatakan kalau ide Kadita up to date. Karena mereka tidak memiliki keberanian untuk menghadapi Arya maka Kadita yang jadi sasaran kejengkelan mereka.

Di lain pihak, Kadita tidak terlalu memikirkan perkataan Arya padanya. Permasalahan kedua bagi wanita bermata cokelat muda terang itu setelah perkara lift adalah ruang rapat yang dipenuhi karyawan divisi marketing. Hal itu cukup membuat dirinya lupa akan intimidasi Arya. Bahkan sebelum teguran keras dia terima, kegelisahannya sudah setengah jalan. Semakin memuncak kala semua mata tertuju padanya untuk kali pertama.

Jika saja Arjuna tidak memberanikan diri untuk keluar ruangan, Kadita mungkin sudah jatuh pingsan tatkala seluruh mata terpusat padanya pada kali kedua. Beruntung, Langit menangkap kecemasan pada wajahnya. Pria ramah itu menuntunnya keluar, lalu mengekori Arjuna menuju tangga darurat. Mereka terpisah saat Kadita ingin ke kamar mandi.

Wanita itu merasa mual. Ketika dirasa tidak ada tanda-tanda kalau isi perutnya akan keluar, Kadita menyiram kloset dengan menyentuh satu tombol, menutup penutupnya, dan duduk di atasnya. Meskipun perasaan tak nyaman itu sudah hilang, tetapi buku-buku jari Kadita masih dingin. Dia memutuskan untuk berdiam diri di sana hingga degup jantungnya kembali seperti semula.

"Lu tahu gak kehebohan di ruang rapat?" Terdengar suara sopran seorang wanita yang baru saja memasuki kamar kecil. "Heboh sampe ke beberapa divisi."

"Si bos meeting sama divisi mana? Divisi produksi lagi?" sahut wanita lain yang bersuara alto.

"Ya enggaklah, Siska," sahut kawan bicaranya dengan nada meninggi. "Divisi ada banyak. Tapi, ya, emang paling banyak cerita seru kalo meeting sama divisi produksi, sih."

"Terus sama divisi mana? Kayaknya gak ada yang secantik orang divisi produksi, deh."

Suara sepatu hak tinggi perlahan terdengar. Menandakan kalau sang pemilik sedang berjalan mondar-mandir di depan pintu bilik. Kadita yang masih duduk di atas kloset itu pun serta merta menaikkan kedua kakinya. Kedua tangan menutup mulutnya, berusaha agar tidak ada suara sekecil apapun yang keluar dari mulutnya.

"Bi! Jangan mondar mandir kayak setrikaan gitu, deh, lu! Answer my question!"

"Lagi ngecek, Sis. Gue khawatir ini pintu punya telinga. Apalagi kalo orang dari divisi yang bersangkutan denger."

"Emang divisi mana, sih? Selama ini yang berhasil bikin si bos bolak balik rapat, kan, emang sama orang produksi. Kalo enggak sama ya ... sama lu, Bianca."

COPY PASTE [Terbit, 2023]Where stories live. Discover now