01; Juni, The Head

43 4 1
                                    

ꟷ Juni

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ꟷ Juni


"Pengin deh punya kakak atau adik. Pasti seru. Tiap hari bisa main. Kalau pergi bisa diajak, biar nggak sendirian."

Kurang lebih seperti itu yang aku pikirkan waktu kecilꟷwaktu sering ditinggal di rumah sendirian sama Bapak Ibu lebih tepatnya. Kelihatan macam bocah kesepian banget, ya?

Tapi memang Juni kecil lebih banyak merasa sedih sih daripada senang, karena apa-apa dilakuin sendiri. Atau mungkin karena Juni kecil belum tahu apa-apa?

Dulu ada Bi Imah yang menemani seharian pun rasanya nggak cukup. Karena yang aku mau itu punya saudara yang bisa aku ajak main, bukan pengganti Bapak atau Ibu yang merawatku.

Tapi seberjalannya waktu, aku mulai mengerti kenapa aku ditakdirkan jadi anak tunggal kaya rayaꟷaminin dulu, siapa tahu jadi sultanꟷyang kesehariannya menjadi harapan Bapak Ibu dan keluarga besar.

Bukan karena tidak mau memberikanku adik, tapi memang Ibu tidak diperkenankan Tuhan untuk hamil setelah beberapa tahun aku lahir. Ada miom di rahim beliau, jadi saat itu juga rahim Ibu diangkat. Cukup sedih saat tahu kenyataannya, tapi mau bagaimana lagi?

Lagi pula jadi anak tunggal juga tidak sesedih itu. Karena selama patuh pada Bapak Ibu, aku bisa dengan bangganya menyanyikan bagian chorus lagu 7 rings-nya Ariana Grande.

I want it, I got it. Haha.

Meski want saudaranya nggak bisa aku dapatkan dari beliau berdua, nyatanya begitu resmi ganti seragam jadi putih abu-abu, aku secara ajaib mendapat dua saudara yang tidak ada habisnya merecoki keseharianku.

"Mas Juni, agar silaturahmi kita selalu gemay. Boleh dong traktir siomay?"

Nah! Baru saja aku bilang. Muncul manusia setengah bule di tengah aku menikmati sepiring siomayku dengan khidmat dari beberapa saat yang lalu.

"Kemaren bakso dari gue aja belom lo ganti! Keslas kesles makan tuh cashless, abang-abang gerobakan sekolah kagak ada yang pake qris."

Manusia lain yang entah sejak kapan ada di sampingku mulai merutuk kesal sebelum menutup bukunyaꟷbuku apalah itu intinya akupun nggak tertarik baca apalagi kalau setebal kamus.

"Pesen aja. Sekalian pesen buat Adrian juga, Yan." Nggak perlu pikir panjang buat urusan beli makan menurutku.

Karena happy tummy, happy me.

Apalagi buat Rayyan dan Adrian, urusan gampang kalau cuma nuruti mereka jajan. Kecuali kalau mereka tiba-tiba minta pulau. Mending dikasih bogem aja dua bocah ini.

"Ahayyy! Best brother, Mas Juni," puji Rayyan sambil mengacungkan dua jempolnya lalu melesat ke gerobak cokelat berstiker tulisan Siomay Batagor yang nggak jauh dari tempat dudukku sekarang.

KKM: Kembara Kembar MicinWhere stories live. Discover now