08; Serba-Serbi Ibu

20 1 0
                                    

"Loh? Tumben pulang sore, Le

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Loh? Tumben pulang sore, Le."

Sebuah sapaan menyambut Juni begitu melangkah masuk ke dalam rumah. Membuat cowok tinggi itu tersenyum dan menghampiri pemilik suara lalu mengulurkan tangan untuk menyalaminya.

"Nggih, Buk. Hari ini nggak ada acara kuliner Rayyan sama si Adrian ada jadwal ngelesi. Jadi ya Juni pulang aja, nemenin Ibuk." Juni menjawab seraya duduk di samping sang Ibu yang kedua tangannya tengah memegang alat merajut.

Si wanita terkekeh lembut. "Rayyan temenmu yang londho itu ya, Le?"

Juni mengangguk. Ia menyandarkan tubuhnya ke sofa sambil memerhatikan Ningsih—Ibunya—yang kembali menggerakkan jemari terampilnya untuk merajut.

"Hm, Ibuk masih suka ketuker Rayyan sama Adrian. Kadang lupa wajahnya yang mana. Eh, tapi si Rayyan masih suka kulineran, tho? Padahal sudah hampir tiga tahun di Jakarta, lha kok masih aja kulineran?" Ningsih terkekeg geli di sela bertanya. Wanita itu selalu tertawa saat membicarakan Rayyan yang tak jarang menginap di rumahnya bersama Adrian.

"Ya, begitu deh, Buk. Dia emang nggak berhenti makan, kayaknya hobi Rayyan yang sebenarnya itu makan. Bukan bermusik deh, Buk," ungkap Juni diikuti kekehan Ningsih.

Sang Ibu tersenyum kemudian menoleh. "Kalau Adrian piye, Le? Aman, tho? Dia masih ngelesi Mahen? Kadang Ibuk kalau lihat Adrian tuh kayak capek men gitu lho, Le. Ngetoki men kalau banyak yang dipikirken."

"Aman, Buk. Masih kok, dia masih ngelesin Mahen. Malah murid les privatnya tambah banyak. Ya sekitaran temen-temennya Mahen itu. Juni juga kadang kepikiran kalau dia kecapekan gimana. Tapi dia kelihatannya enjoy," jelas Juni.

Sementara Ningsih tersenyum kemudian meletakkan rajutannya di pangkuan dan beralih mengulurkan tangan untuk mengusap kepala anaknya.

"Terus kalau anak Ibuk gimana hari ini? Tadi kayaknya Ibuk denger ada kecelakaan di perempatan Pramuka," ucap Ningsih yang sontak membuat Juni melingkarkan tangannya pada pinggang Ibunya dan menyandarkan dagunya di bahu ringkih wanita itu.

"Tadi pagi sempet kena macet, tapi aman. Pas banget beberapa menit sebelum masuk, hehe. Selain itu, Buk! Super duper menggelegar, si Rayyan kentut pas macet-macetnya. Ya Allah, Bukkk. Rasanya Juni langsung mau copot hidung," rengek Juni yang sontak membuat Ningsih terbahak selepas ia menyelesaikan kalimatnya.

"Walah, Rayyan meneh. Ada-ada aja temenmu yang satu itu, Le." Ningsih menyahut diselingi kekehan geli.

"Bener-bener deh, Buk. Heran banget Juni dia abis makan apa semalem." Juni berkata sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir mengingat kelakuan temannya itu.

Ningsih lantas berdeham panjang sebelum kembali bertanya, "Oh, iya. Tentang yang kemarin Bapak tawarin, sudah dipikirkan, Le?"

Pertanyaan sang Ibu membuat Juni terdiam. Cowok itu merapatkan bibirnya dan perlahan menaikkan kedua alias. Tak lama sudut bibirnya terangkat sambil melepaskan pelukannya pada Ningsih.

KKM: Kembara Kembar MicinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang