04; A Lucky Man

28 2 0
                                    

ꟷ Juni

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ꟷ Juni

Entah sejak kapan tepatnyaꟷsepertinya sejak aku, Adrian dan Rayyan satu kelas di kelas sebelas iniꟷaku secara tidak sadar terbiasa menghampiri mereka untuk berangkat ke sekolah bersama.

Didukung juga dengan arah rumah kami yangꟷentah kenapaꟷkebetulan searah, membuatku semakin tidak keberatan melakukannya. Karena misalkan aku tidak menghampiri mereka, aku akan tetap melewati daerah rumah mereka.

Di hari Jumat yang cerah ini dan diiringi playlist berisi belasan lagu Mocca untuk mengawali hariku dengan mood yang baik. Jalanan Kelapa Gading untungnya masih lancar di jam sebelum jam enam pagi.

Aku masih bisa menikmati jalanan lengang dengan beberapa motor dan beberapa toko pinggir jalan yang baru membuka tray door-nya.

What a peaceful day.

"Some people say, you're a lucky man." Bibirku mulai menyanyikan lirik demi lirik lagu mengikuti nyanyian merdu Mbak Arina yang super manis itu.

A lucky man.

Sebutan yang rasanya sangat menyenangkan kalau hal itu ditujukan kepadaku. Tapi daripada berharap mendapat pujian itu dari orang lain, aku akan menyebut diriku sendiri a lucky man.

Agak berasa pick me, ya. Yah, gimana nggak ingin menyebut diri ini lucky kalau masih bisa menikmati hidup dengan damai dan bahagia, 'kan?

Contoh kecil pagi ini, lucky karena jalanan pagi ini sangat mendukung mood baik datang kepadaku.

What an another lucky, hal yang tidak biasa kudapatkan saat melewati perempatan Velodrome Rawamangun baru aja terjadi. Baru berniat untuk mengerem, lampu lalu lintas sudah berwarna hijau.

Senangnya dalam hati. Hanya butuh lima belas menit untuk sampai di rumah Rayyan.

"Good morning," sapa Rayyan begitu masuk ke dalam mobilku. Tumben dia sudah siap, padahal aku baru saja berniat untuk turun dan menggedor pintu kamarnya–seperti yang kulakukan biasanya.

"Tumben," ucapku. Rayyan menoleh dengan alis terangkat sambil tangannya memasang sabuk pengaman.

"What you said?"

Walah, dia belum pernah denger kata 'tumben'?

"Nggak biasanya lo udah siap pas gue dateng," jelasku membuatnya membulatkan bibir dan beroh ria.

"Ah, I see. Mas Nathan disturb my sleep at dawn. Dia yang disuruh antar Papa ke bandara, tapi gue ikut-ikutan dipaksa bangun." Rayyan terlihat mendengkus sebal, sementara tangannya sibuk meletakkan tas di jok belakang.

"Wih, what is this?" Wajahnya mendadak semringah saat meraih paper bag berisi roti lapis yang tadi pagi dibawakan Bi Imah untukkuꟷdan Adrian juga Rayyan tepatnya.

KKM: Kembara Kembar MicinWhere stories live. Discover now