#17. Sesuatu Yang Hilang

4.4K 182 19
                                    

Aku berjalan melewati pintu utama dari apartemen pribadiku. Baru beberapa meter setelah pintu tertutup, perasaan ragu dan sesak yang masih campur aduk ini sontak menghentikan langkahku. Tanpa ekspresi, aku memainkan kunci sepeda motorku, lalu mendongak, memerhatikan kumpulan awan pagi yang membentuk pola unik.

Otakku seringkali memberikan reka ulang tentang kejadian dua hari yang lalu. Senyum pahit Erina kala itu dan reaksi penuh kemenangan Tian kala itu, semuanya masih tergambar dengan jelas. Ya, kenyataan itu sungguh menyebalkan. Tetapi satu-satunya hal yang membuatku merasakan sesak ini adalah ketika mengingat kebodohan yang diriku sendiri lakukan.

Huh, semoga menenangkan diri di suatu tempat sebelum pergi ke sekolah bisa sedikit mengobati perasaan ini.

Kala itu, aku tidak sanggup mengejarnya atau pun menjelaskan semuanya di keesokan harinya. Erina selalu saja menghindariku-seperti mengelak dari kontak mata, menjaga jarak, atau langsung pergi dengan berbagai macam alasan di saat aku mencoba mengajaknya bicara. Bahkan kemarin, penjualan jamur pun dihentikan.

Segalanya menjadi kacau. Semangatku menurun drastis. Membuat perasaan cinta dari rasa benci sebenarnya bukan hal yang terlalu sulit. Namun jika rasa benci itu berada di hati Erina yang sejak awal tidak berhasil kutaklukkan, rasa-rasanya kemungkinan berhasilnya tidak mencapai 1%.

Sampai sekarang pun aku masih tidak bisa memahaminya sama sekali.

Tapi aku masih belum mau berpikir untuk menyerah. Hanya ada satu pilihan yang muncul setelah berulang kali mencari jalan keluarnya. Pilihan yang sebenarnya tidak aku mengerti apakah benar atau salah.

Kilatan cahaya yang menyilaukan sontak membuat kedua mataku menutup. Lamunanku spontan buyar. Aku mengerjap berulang kali, berusaha memfokuskan penglihatan yang berkunang-kunang ke arah datangnya cahaya.

"Woa! Wajah adikku yang sedang galau! Akhirnya aku berhasil mendapatkan barang langka! Kira-kira kalau dijual bisa laku berapa juta, ya ...."

Bertepatan dengan penglihatanku yang kembali normal, suara yang begitu familiar itu terdengar dan sukses membuat jantungku berdegup kencang. Wajahnya yang memancarkan kecantikan, sorot matanya yang terkesan tajam, juga senyuman mengejek khasnya adalah sesuatu yang sangat tidak asing meski sudah lama tidak bertemu.

"Eh!? Natasha!? Kenapa kau bisa ada di sini!?"

Senyuman sinisnya kini berubah pahit setelah aku berteriak kaget.

"Ah, jahat! Harusnya kau pertama-tama bilang 'hai, kakakku yang manis, sudah lama tak bertemu, apa kabar, aku merindukanmu' dan semacamnya kan!"

Ya, cewek cantik yang sedang berada di hadapanku sekarang ini adalah kakak tiriku, Natasha. Meski berpenampilan layaknya juara satu miss Indonesia, di mataku dia hanyalah sosok menyebalkan yang dulu suka berbuat jahil padaku. Ah, dulu dan sekarang sih sepertinya sama saja. Terakhir kali kami bertemu ketika aku baru lulus SMP.

"Kau sendiri tiba-tiba langsung memotoku! Bukankah itu lebih jahat lagi!"

"Eh? Bukannya kau senang kalau aku jahatin?"

"Ya enggak lah! Aku bukan masokis[1]!"

"Adik laki-laki yang mengaku bukan masokis itu 99% masokis."

"Teori dari mana itu!"

"Dari mana saja boleh kok. Asalkan bunyinya tetap seperti itu."

Kamvret! Tingkah menyebalkannya terus-terusan keluar. Berdebat dengan orang ini tidak akan ada kata selesai. Dia selalu saja memiliki alasan yang sok logis maupun dilogis-logiskan.

Ikeh Ikeh KimochiWhere stories live. Discover now