#22. Masa Muda

4.5K 183 15
                                    

Dering alarm memenuhi indra pendengaranku. Kenikmatanku di alam mimpi pun terusik. Di kala kesadaranku yang mulai kembali menyambangi dunia nyata, dengan malas, aku membuka mata. Cahaya mentari pagi menyusup dari ventilasi, menerangi ruangan istirahatku dan perlahan membuat pandanganku yang kabur menjadi lebih normal.

Suara berisik masih saja keluar dari ponselku. Alih-alih beranjak untuk mematikannya, aku malah tiarap, menggeliat malas, dan membuat sprei kasur menjadi lebih kusut. Hanya menunggu beberapa detik untuk alarm tersebut menghentikan kebisingannya.

Mataku menyipit, melirik jam besar yang tergantung pada dinding oranye. Mengetahui pukul berapa sekarang tidak menghilangkan sedikit pun kemalasan yang menguasaiku. Rasa-rasanya bergelung dalam selimut dan beristirahat sepanjang pagi adalah opsi yang mau aku lakukan.

Wajah para konsumen dari jamur yang aku jual tiba-tiba terbayang. Sejak awal, aku hanya berfokus untuk memikat hati Erina. Karena itulah baru kemarin aku bisa menikmati senyuman mereka yang membeli dan menyantap daganganku.

Yah, mungkin hal semacam itu tidak akan pernah terjadi lagi.

Entah apa yang terjadi di sekolah hari ini. Yang pasti, aku akan dihadapkan dengan situasi yang lebih menyebalkan lagi.

Tapi lari dari masalah tidak akan menyesaikan apapun, setidaknya tentang hal ini. Tentu saja aku tidak bisa bolos sekolah selamanya atau tiba-tiba pindah ke luar kota.

Benar. Menghadapinya adalah pilihan bijak.

Aku mengangkat punggungku, menurunkan kaki, dan duduk di tepi tempat tidur. Aku menyempatkan diri untuk memerhatikan jarum merah.pada jam dinding yang terus berputar. Yah, prakiraanku mengatakan, bila aku ngebut sengebut-ngebutnya, mungkin masih bisa masuk sekolah tepat waktu. Tapi kini aku tidak mood untuk melakukan hal itu.

Dengan sekali helaan napas, aku berdiri dan menuju kamar mandi.

--K.I.M.O.C.H.I--

Bisa dikatakan secercah keberuntungan sedang menyertai diriku. Satpam yang menjaga gerbang sedang tidak ada, jadi aku bisa menyelinap ke tempat parkir. Suasana sekitar yang sangat sepi mengindikasikan jam pelajaran pertama telah dimulai. Sekarang tinggal berharap pak guru di kelas tidak memberikanku hukuman yang macam-macam.

Dengan langkah kecil, aku menyusuri lorong. Menyempatkan diri untuk melirik ke dalam ruang kelas yang dilewati dan terkadang melihat bisikan aneh dari para murid yang melihat sosokku. Situasi tersebut menguatkan spekulasi bahwa video kamvret itu sudah disebarkan sesuai janji. Aku menghela napas berat, mengangkat kaki guna menaiki tangga, dan sampai di depan kelas XI IPS-2.

Lagi-lagi, sebagai persiapan, aku menghela napas sekuat-kuatnya. Setelah merasa cukup tenang, aku membuka pintu. Keheningan yang berada di dalam kelas ini kini berubah janggal ketika perhatian para murid teralih padaku. Bisik-bisik pun tercipta di antara mereka di saat aku berujar kepada pria paruh baya yang tengah duduk di dekat papan tulis (baca: guru).

"Maaf, Pak. Saya terlambat ... datang ...."

Keragu-raguan membuatku enggan untuk beralasan. Tian bilang akan menyebarkan video itu, kan. Jadi ada kemungkinan guru-guru juga telah melihatnya.

Ah, tampaknya ini akan menjadi semakin rumit.

"Cepat duduk. Pelajarannya mau dimulai."

Senyuman pahit dan anggukan kecil merupakan responsku sebelum berjalan menuju kursiku dan duduk di sana. Sekarang, jika diandai-andaikan, aku seperti sedang berada pada acara uji nyali di tempat angker; pandangan, bisik-bisik penuh rahasia, dan suasana awkward yang kurang lebih sama dengan ketakutan terhadap hantu. Yah, meskipun aku sebenarnya tidak takut dengan hal-hal gaib semacam itu.

Ikeh Ikeh KimochiWhere stories live. Discover now