A Sweet Misfortune

4.4K 552 7
                                    

"Kamu udah jadi ketemu Erwin? Jadi gimana?"

Meski sebal dengan topik yang dipilih Bayu tepat setelah Syira mengucapkan halo, Syira nggak bisa memungkiri betapa dia suka mendengar suara Bayu. Apalagi saat suaranya terdengar tenang, bukan dingin dan intimidatif seperti saat ia sedang marah.

"Enggak gimana-gimana, susah, Bay. Kayaknya biarin aja deh." Jawab Syira sambil memandang cincin yang melingkari jari manis kanannya sejak 2 bulan lalu. Seringkali Syira memuji selera Bayu dalam hati karena cincin yang dia berikan di malam tahun baru itu benar-benar cantik.

"Tapi kamu beneran kan, nggak suka sama dia?"

Posesif. Syira membatin. Tapi mau diapakan lagi. Mungkin Bayu sudah mulai ketularan trust issue yang sudah dialami Syira hampir sepanjang hidupnya. Tahu kan, perilaku seseorang bisa muncul karena terlalu lama bergaul dengan orang tertentu.

"Nggak lah. Aku tuh udah kenal dia dari dia masih 7 tahun. Udah kayak adik aku sendiri, dia tuh."

Kalau Jauzan dengar, pasti dia bilang, 'Bullshit.'

"Aku bisa percaya kamu kan?"

"Bay, I will not leave you."

Dan praktis kata-kata itu langsung membuat Bayu bungkam. As usual. Secara ajaib kalimat itu selalu membuat Bayu sadar kalau dia sudah bertingkah berlebihan. Sadar kalau Bayu seharusnya percaya pada perempuan yang sudah ia janjikan sesuatu yang sakral.

"Sorry, I've been acting out of control again, right?"

"Yeah, are you okay?"

"I'm just afraid, as usual."

Seandainya mereka nggak lagi bicara lewat telepon, tapi secara langsung, Syira pasti udah senyum ke Bayu karena dia tau satu senyuman bisa membuat Bayu yakin.

"Kamu udah selesai siaran?" Tanya Syira, pengalihan topik merupakan ide terbaik di saat-saat seperti ini.

"Udah, tapi habis ini mau jemput Bunda dulu."

"Bunda lagi dimana?"

"Di Tanah Abang, tiba-tiba aja tadi nelepon kalau udah ada disana. Padahal tadi pagi bilang, 'Aduuh, adem banget sih. Bunda mager ah masak.' Kenapa sih ibu-ibu tuh."

Syira langsung tergelak karena Bayu yang mencoba mengikuti cara bicara Bundanya. Sebenarnya nggak ada perbedaan dengan cara bicara Bayu biasanya, saking mereka mirip hampir di semua aspek, tapi tetap saja lucu. Pasti Bayu disana juga mengikuti ekspresi Bunda yang seringkali menggemaskan.

"Kok kamu generalisasi sih? Aku sebagai calon ibu-ibu jadi tersinggung nih!"

Kini giliran Bayu yang tertawa, lagi, hati Syira dibuat berbunga-bunga karena suara tawa Bayu senikmat itu untuk didengar.

"Iyaa maaf, ya, Ma."

"Ih! Apa sih." Geli.

"Eh, gak boleh ngomong gitu ke Papa?"

Sumpah. Geli. "Bayuuuu, apa sih! Aku tutup ya."

"Jangaan!" Bayu langsung mengibarkan bendera putih karena belum mau menutup percakapannya. "Aku masih kangen tau."

"Kalau kangen, udahan teleponnya. Jemput Bunda, terus ke rumah aku."

"Betul juga. Yaudah deh. Dah!"

Dan secara instan percakapan yang tadinya mau diperpanjang durasinya pun selesai begitu saja.

Mereka jarang menghabiskan waktu hanya untuk bercakap-cakap di telepon. Bayu lebih suka bertemu agar perasaannya bisa tersampaikan secara maksimal. Dan Syira juga lebih suka bertemu karena... dia suka.

Around HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang