I Love You, Okay?

3.1K 387 32
                                    

August 14, 13.35

Lima hari menuju pernikahan dan belum ada rintangan yang berarti muncul ke permukaan. Katering, dekorasi gedung, undangan, semuanya sudah siap. Hanya tinggal gaun Syira yang katanya baru bisa difinalisasi dan dicoba hari ini. Berhubung Bayu sedang pergi ke luar kota untuk mendaki gunung bersama Kenzo, Syira harus pergi mencoba gaun tersebut bersama Mayang.

Sebenarnya Syira sempat marah pada Bayu atas keputusannya untuk pergi mendaki di saat-saat seperti ini, di saat dimana Syira benar-benar butuh Bayu di sisinya, entah untuk melihatnya mencoba gaun atau sekedar untuk membagi rasa gugup yang terus menerus memuncak setiap harinya.

Tapi karena Bayu membujuknya dengan segala aksi imut hingga kalimat yang menyentuh hatinya, Syira akhirnya memberikan izin pada Bayu. Ia berangkat bersama Kenzo dua hari yang lalu dan berencana pulang besok.

"May." Ujar Syira dari dalam ruang ganti kepada Mayang yang sedang sibuk membaca majalah yang tersedia di meja.

"Hmm?"

"Abang ngasih kabar ke lo nggak?"

"Ya enggaklah, mana ada sinyal disitu. Gak sempet buka hp juga kali dia. Emang kenapa?"

"Gakpapa, gue kira Bayu aja yang gak ngasih kabar." Ujar Syira dengan tawa kecil di akhir sebelum sibuk mematut diri di kaca. Gaunnya benar-benar cantik.

"Enggak kok. Paling bentar lagi ngasih kabar. Besok kan pulangnya?"

"Iya. Ih, May, bagus banget ini gaunnya. Seneeeng."

"Mana coba keluaar, mau liat." Mayang langsung berdiri dan baru saja mau berjalan ke arah ruang ganti Syira ketika handphone Syira berbunyi. "Eh? Abang nih, Syir, nelepon. Baru dibilangin kan."

"Oh iya? Eh, angkat dulu, May. Gue benerin ini bentar." Sahut Syira.

"Oke." Mayang pun langsung menjawab telepon dari Kenzo dan berjalan mendekat ke Syira, "Halo, Zo? Syira nya lagi nyoba gaun. Kenapa?"

"Uh... May." Ekspresi Mayang langsung berubah saat mendengar nada bicara Kenzo, suaranya bergetar dan terengah. "May, Syira... aduh, aku bilang ke kamu aja deh."

"Apaan sih? Kenapa? Kamu dimana sekarang?"

"Aku... udah di bawah. Uh... May. Ya Allah."

"Kenapa sih, Zo??" Mayang semakin tidak sabar, dan mendengar Mayang bicara seperti itu, Syira pun langsung keluar dari ruang ganti dengan perasaan campur aduk.
"Bayu, May."

"Bayu? Bayu kenapa?"

Syira bersumpah jantungnya sudah nyaris copot saat Mayang mengucapkan nama Bayu dengan ekspresi seperti itu.

"Bayu jatuh."

".... Jatuh darimana?"

Tanpa aba-aba, Syira langsung merebut handphone-nya dari Mayang dan bicara dengan Kenzo, "Abang?? Bayu kenapa??"

"Ra, kamu tenang dulu ya. Ini Bayu lagi dibawa..."

"Dibawa kemana?? Bayu jatuh kenapa, jatuh darimana??"

"Ra, tunggu ya. Nanti abang telepon kamu lagi, oke?"

"Abang!"

Tepat saat koneksi telepon terputus, Syira pun langsung jatuh tersungkur di lantai karena memikirkan hal terburuk yang bisa terjadi pada Bayu. Mayang pun langsung memegang bahu Syira dan memintanya untuk tenang.

Tapi bagaimana? Bagaimana ia bisa tenang kalau beritanya tidak jelas seperti ini?

-

Kepala Kenzo rasanya sakit memikirkan keadaan sahabatnya yang kini dibawa dengan ambulans. Hatinya benar-benar kacau saat Bayu tahu-tahu hilang dari barisan waktu mereka mendaki, saat itu ia masih berharap Bayu hanya tertinggal karena kedinginan. Namun ketika seseorang akhirnya berteriak memberi kabar bahwa ada seseorang yang terjatuh, kaki Kenzo benar-benar langsung berubah lemah dan tidak sanggup lagi berdiri. Ia meminta izin turun duluan bersama tim penyelamat yang pergi menyelamatkan Bayu.

Saat mendengar suara Syira, rasa bersalah pun semakin menggerogoti hati Kenzo. Ia sudah berjanji pada adiknya untuk menjaga Bayu dan pulang bersama Bayu dalam keadaan selamat. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Kenzo tidak sanggup menjelaskan keadaan Bayu pada Syira. Dan tepat saat Syira menuntut akan penjelasan tersebut, mobil yang ia naiki berhenti. Ternyata orang dari ambulans memintanya pindah untuk membicarakan sesuatu.

---

16.54

Saat akhirnya semua orang tiba di rumah sakit, Kenzo langsung menghampiri Syira yang kelihatan terpukul dengan berita tersebut. Syira pun tidak berhenti menggenggam tangan Bunda yang tidak kalah terpukulnya saat mendengar kabar bahwa putranya kecelakaan.

"Gimana Bayu, nak..." Tanya Bunda pada Kenzo yang matanya tidak berhenti mencari keberadaan putranya.

"Bayu masih di ICU, Bunda. Bunda mau lihat? Syira juga?" Tanya Kenzo yang kini sudah terlihat lebih tenang meski kekhawatiran masih menyelimuti dirinya.

Bunda dan Syira hanya bisa mengangguk dan langsung ikut kemana Kenzo berjalan.

Saat melihat Bayu yang dikelilingi peralatan medis, Syira nyaris jatuh lagi, ia tidak bisa melihat Bayu dalam keadaan seperti ini. Ia sampai harus dipegang oleh Bunda yang ternyata bisa lebih kuat menghadapinya.

"Kamu pegang tangan Bayu, nak." Ucap Bunda.

"Bunda gimana? Bunda juga mau pegang kan?"

"Iya, nanti Bunda pegang yang satunya."

Syira pun mengangguk dan langsung terduduk di samping kasur Bayu untuk memegang tangannya yang nyaris dingin. Retak di hati Syira terasa semakin bertambah setiap ia melihat keadaan Bayu yang jauh dari kata baik-baik saja.

"Bunda... Syira boleh tidur disini nggak?"

"Gakpapa, gantian sama Bunda ya? Syira berani sendiri kan?"

"Syira kan sama Bayu, Bunda... Syira mau istirahat juga kayak Bayu... Syira capek tadi naik pesawat..."

Hati Bunda sendiri terasa semakin teriris saat mendengar kata-kata Syira. Gadis itu sudah ia anggap seperti anaknya sendiri sejak Bayu mulai dekat dengannya. Bunda melihat sendiri bagaimana Syira terus berusaha tidur dan melawan ketakutannya akan berpergian dengan pesawat—yang ternyata belum juga hilang—demi menyusul Bayu. Dan melihat Syira seperti ini membuat kesedihannya semakin bertambah.

"Iya, Syira istirahat temenin Bayu ya? Bunda di luar sama Kenzo dan yang lain."

Syira hanya mengangguk sebelum kemudian mengistirahatkan kepalanya tepat di samping lengan Bayu. Menutup mata karena ia tidak ingin melihat wajah Bayu yang pucat dan dikelilingi alat-alat medis yang mengerikan.

-

20.12

Syira terbangun saat ia merasakan gerakan di dalam genggaman tangannya, Bayu sadar. Syira pun langsung berdiri dari tempat duduknya dan menatap Bayu lekat-lekat.

"Bayu? Bayu kamu udah bangun?"

"..." Hanya helaan napas berat yang bisa Bayu gunakan sebagai respon, serta genggaman lemah terhadap tangan Syira yang kembali gemetar.

"Bayu kamu tuh kenapa sih... aku bilang kan hati-hati..." Ucap Syira pelan, tangisnya dimulai lagi.

"Ra..." Pelan, nyaris berbisik, tapi Syira bisa mendengarnya. Syira pun langsung mendekat agar bisa mendengar kata-kata Bayu.

Namun ternyata kata-kata tersebut membuat Syira ingin marah. Seandainya Bayu tidak dalam keadaan seperti ini, mungkin Syira sudah memarahi Bayu sekarang, tapi kali ini ia hanya bisa menggeleng, menolak mengiyakan pesan Bayu.

"Ra..." Bayu mempererat genggamannya seakan memohon Syira untuk mengiyakan permintaannya.

"Nggak, Bay. Apaan sih... Kamu pasti sembuh."

"Please..."

"Nggak mau, Bay. Aku maunya sama kamu. Gaun yang aku coba tadi itu untuk aku pakai nanti pas sama kamu, gaunnya cantik, tau?"

"Syira..." Bayu terus mempererat genggaman tangannya, hanya itu yang bisa dia lakukan untuk memohon.

Dan pada akhirnya Syira mengiyakan.

Bayu pun tersenyum, "Makasih, Ra... aku sayang kamu. Okay?"

Kalimat itu menjadi kalimat terpanjang Bayu sebelum kemudian ia tertidur lagi.

Entah sampai kapan.

Around HerWhere stories live. Discover now