Mulai

533 76 14
                                    

Riuh memecah keheningan setelah pembukaan formal berakhir tepat jam setengah tujuh sore. Lio mengusap kasar lengan atasnya dengan telapak tangan. Suhu udara turun drastis disaat-saat seperti ini.

Mata Lio mengedar, tanpa sengaja menangkap sosok Frada Anjelin, gadis manis yang sudah disukai Lio semenjak kelas sepuluh. Namun sayangnya, Frada adalah gadis most wanted dan dia sudah memiliki pacar.

Menjelang jam delapan malam, para siswa diberi kebebasan melakukan apa saja, sesuai dengan jadwal acara. Setelahnya, panitia kembali menyuruh siswa berkumpul di lapangan yang menjadi center sekolah. Lampu lapangan menyinar terang di sisi lapangan.

Suara bising terdengar sangat mendengung. "Cepetan napa, gue ngantuk, pengen tidur!" sorak salah seorang yang disetujui oleh yang lainnya.

Lio mengeratkan jaketnya. Ia berdiri di sebelah meja tumpukan air mineral. MC memegang mic dan hendak untuk kembali membuka acara secara in-formal.

"Gue mau tidur, ada yang mau ikut?" salah seorang pria membubarkan diri dan berefek yang lain juga mengikutinya.

MC dan panitia lain menatap bersamaan kearah Lio. Lio membuang napas kasar dan memberi isyarat untuk membatalkan saja acaranya. Toh, ini bukan pertama kalinya terjadi. Dan, semua kejadian di sekolah ini terekam cctv, jadi Lio memiliki alibi yang pas saat menyusun laporan.

Lio dan panitia lainnya membereskan alat-alat yang ada di tengah lapangan.

Salah seorang panitia tersandung dan jatuh di lapangan rumput. "Aaww ...," ringisnya memegangi kakinya. Dia adalah Verga, siswi kelas sebelas IPA 5.

"Lo kenapa? Gak hati-hati sih," Indah, teman Verga malah menyalahinya tanpa membantu.

"Bantuin kek," kesal Verga.

Indah mendekati Verga. Indah menaikkan celana Verga dan membasahi luka dikakinya dengan air mineral yang ada dalam jangkauannya.

"Cih, dasar manja," sindir Fikri yang lewat disamping Verga.

Verga menatap tajam punggung Fikri. "Apaan sih! Mulut kek cewek, dasar banci!" kesal Verga dengan nada yang tinggi.

"Sello aja kali," balas Fikri memutarkan kepalanya. "Kalau gak bisa kerja, gak usah kerja! Nyusahin aja!"

Amarah Verga hampir mencapai ubun-ubun. Namun, rasa perih di lukanya saat Indah meneteskan obat merah yang baru diambilnya dalam kotak p3k yang ada di hall membuat amarahnya teralihkan.

"Sakiit!" keluh Verga.

"Tahan."

Verga menatap Indah heran. "Kok lo ketus amat sih?"

"Lha? Gue biasa aja tuh. Lo pms? Sensi amat sih," kesal Indah. "Lagipula, udah ditolongin malah gak ngucapin makasih."

Indah pergi dari hadapan Verga tapi masih melakukan kewajibannya yaitu beres-beres. Verga memaksakan dirinya berdiri. Ia kesal, menganggap semuanya menyebalkan.

Lio masuk ke dalam hall setelah pekerjaannya benar-benar selesai. Salah seorang pria melambaikan tangannya pada Lio, memberi tanda agar Lio mendekatinya. Dia adalah Nando, teman Lio dari kecil.

"Gue kangen sama lo," ucap Nando merentangkan tangannya.

Lio menatap Nando jijik. "Maho lo! Masih ada aja spesies semacam lo. Gue kira lo musnah juga saat reformasi tahun 2037."

"Anjir! Gue belum lahir kali," Nando tertawa kecil. "Apa kabar?"

"Flat."

"Why? Gara-gara gak ada gue ya?"

MAMATRAWhere stories live. Discover now