Cooldown(3)

25 3 3
                                    

01.08

Lio termangu di pinggir lobangan itu. Jika ia memberitahukan pada orang lain, apakah orang lain akan memercayainya? Sudah barang pasti jika setelah ini ia akan dicurigai.

"Yo?" panggil Nando lagi.

"Tak ada batas waktu untuk permainan selanjutnya," jawab Lio cepat.

Kening Nando berkerut. Rasa-rasanya Lio tadi menyebutkan pasal dalang. Atau mungkin ia salah dengar?

Semua murid terbagi atas beberapa kelompok walaupun hanya berisi 2 orang saja. Namun tak sangkal masih ada murid yang memilih berdiri sendiri, tangguh.

Nando membawa Lio menjauh dari lobangan itu. "Kita harus apa?"

"Lo tahu kisah tentang gasing tengkorak? Ingat waktu di rumah kakek gue, mati lampu dan kita bercerita horor?" tanya Lio.

Nando menggeleng sekilas.

"Dulu ada fiksi dari ranah minang yang bercerita tentang gasing yang dibuat dari tengkorak seorang gadis. Please Nando, lo pasti ingat tentang cerita yang diceritain kakek gue."

"Apa cerita itu berpengaruh besar pada situasi sekarang? Itu hanya fiksi belaka Lio, dan sekarang di kubangan itu ada puluhan tengkorak serta mayat yang kita tidak tahu itu seorang gadis atau laki-laki."

"Pasti berpengaruh, gue yakin itu."

"Haahh... Sekarang gua jujur ke lo ya. Dari hati kecil gua yang paling dalam, gua nyerah Yo. Gua bener-bener nyerah, takut, sedih sama situasi gua sekarang Yo. Bener kata mereka semua, ini semua gak masuk akal walaupun gua udah lihat sendiri dengan mata kepala gua kalau ada hal yang lebih gak masuk akal lainnya—seperti gadis itu yang hidup mati seakan nyawa itu tidak penting baginya," Nando menunjuk tubuh dingin Gea sembari menatap Lio dalam. Air matanya berlinang dan sedari ia bercerita, tubuhnya ikut mengekspresikan betapa takutnya Nando akan hal-hal diluar nalar ini.

Nando mengambil napas panjang untuk menenangkan getaran tubuhnya. "Lo temen gua, gua temen lo. Kita udah sama-sama dari kecil, dan gua sangat memahami lo Yo. Tolong, sekali ini aja, pahami gua, kondisi gua, mental gua. Pahami diri lo sendiri juga, gimana keadaan lo yang sekarang terutama badan lo. Tolong Yo."

Lio membalas tatapan Nando. Ia menepuk perut Nando pelan. "Maaf, gua terbawa suasana," Lio melemparkan senyum simpulnya. "Yahh, mari kita pikirkan cara lain untuk keluar dari ini semua, atau menunggu sampai besok pagi hingga ada bala bantuan yang datang."

"Apa tidak apa-apa?" Nando yang cemas dan tak bisa berpikir logis mencari jawaban yang dapat menenangkannya.

"Gua pikir begitu. Gadis itu mengatakan bahwa tidak ada batas waktu untuk memulai permainan selanjutnya."

"Apa yang akan terjadi kalau kita tidak akan pernah melanjutkan ini?"

Lio mengedikkan bahunya. Yah, jika kalian tanya apa yang terjadi kedepannya, Lio bukanlah peramal. Hanya saja ia sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang didapatnya. Sekalipun itu kemungkinan terburuk, ia sudah memikirkannya terlebih dahulu jika saja terjadi maka ia sudah mempersiapkan mentalnya.

"Lebih baik kita beristirahat dulu. Mari berkumpul bersama mereka," pinta Lio dan setia Nando akan membopongnya.

Fikri yang duduk dilapangan sembari menyabut rumput satu per satu menatap Lio dan Nando sekilas lalu menunduk kembali. Pria itu memikirkan penyesalannya yang memilih untuk datang ke acara ini saat ini juga. Itu terjadi karena ia sudah mendapatkan peringatan dari wakil kepala kesiswaan karena telah tidak datang Makrab beberapa kali. Jika saja ia tidak datang, ia pasti tidak akan terkena kesialan ini dan masih bisa bermain game sepuasnya di rumahnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 19, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MAMATRAWhere stories live. Discover now