Nayara - 7

1.1K 83 5
                                    

"Jika belum ada ikatan, pastikan hatimu tak menguasai. Sebab, rasa bahagia itu mungkin hanya sementara, sisanya?"

****

Senja tak seindah lantunan lagu yang biasa terdengar, juga tak seelok deskripsi yang sering kubaca di pembukaan sebuah novel. Bahkan, warna jingga itu tak mampu meluluhkan hati tuk merasakan damai dan bergegas pulang disambut langit kelabu yang sedikit demi sedikit menghampiri.

Sepasang sepatu yang biasanya selalu bersama dan melangkah bergantian, kini terpisah. Menyisakan satu dari kanan. Kirinya? Kutinggal begitu saja. Berjalan sempoyongan, berharap masih ada kendaraan yang lewat. Apa pun itu, tolong ... aku butuh tumpangan tuk kembali ke dalam nerakaku, menjatuhkan tubuh di atas ranjang, dan sengaja menjatuhkan tetes demi tetes yang akan diserap oleh guling kesayangan.

Tuhan, kupikir tidak akan terjadi hal seperti ini.

Namun, di balik itu aku bersyukur. Vivi dan Kak Rian kembali seperti biasa, bersikap seperti adik dan kakak yang sewajarnya. Walaupun tetap saja Ibu Vivi seakan enggan mengutarakan kebaikan.

Setelahnya, kesialan pun terjadi di depan mata. Tak tahu apa sebab dari semua ini, pedas di lidah saat memakan rujak, menjalar hingga ke hati dan mata. Pedas, lalu sesak. Kubutuh pasokan oksigen yang banyak.

Patricia
Kok balik gak bawa mobil lu, sih? Lu kenapa dah tiba-tiba pulang? Vivi khawatir, lho!

Bodohnya, saat amarah menguasai jiwa hingga lupa akal sehat, aku sampai melupakan kendaraanku sendiri. Iya juga sih, kenapa sekarang malah berjalan kaki di pinggir jalan seperti ini?

Nayara
Gue lupa kalau gue bawa mobil heheh. Oh iya, lu bawa pulang mobil gue aja, ya.

Patricia
Lo kenapa? Vivi khawatir banget tau, gak? Mana nyokapnya Vivi baru aja buatin lu susu, eh malah balik. GAK SOPAN, JUBAEDAH!

Nayara
Sampein maaf gue, ya. Maaf banget, gue harus buru-buru pulang. Gue baik-baik aja, kok. Kasih tau Vivi kalau dia gak perlu khawatir.

Setelahnya, Patricia mengirim pesan suara dari Vivi.

Makasih, ya, Nay. Gue pikir selama ini lo itu cewek yang resek dan ngeselin, tapi sekarang gue sadar, lu baik dengan cara sendiri. Kak Rian bukan penyebab kematian dia, gue percaya sama lo.

Suara itu mengingatkanku pada kejadian saat pertama kali masuk ke dalam rumah Vivi. Bagaimana bisa perempuan itu dengan mudahnya menghina Kak Rian di depan banyak orang, dan dengan mulut ember inilah aku menyadarkan Vivi untuk mengingatkan dia bawah jodoh, rezeki, dan maut udah diatur oleh Sang Maha Kuasa.

Ya, aku mampu mengatakan itu pada Vivi, tetapi ... aku tak mampu mengatakan itu pada bunda agar ia dapat menerima kepergian Kak Rega. Sayangnya, bunda memilih tuk menyusul Kak Rega.

Terlalu lama menghayal hingga membuatku mundur dua langkah dari posisi sebelumnya. Suara klakson dari sebuah mobil merah menyadarkanku.

Untungnya, nyawa ini masih dipertahankan oleh Tuhan.

Seorang lelaki dengan seragam yang sama denganku keluar dari mobil tersebut. Ah, seragam sama persis, tetapi rasanya tak pernah melihat dia sebelumnya. Terlebih, di sekolah hanya aku yang memakai mobil.

Nayara (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang