Nayara - 20

1K 79 7
                                    


"Maksud lo?" tanyaku.

Patricia berjalan menuju pintu UKS dan menutupnya rapat. Lalu, kembali ke arahku.

"Nay, lo punya semuanya. Lo ... bisa manfaatin semuanya."

Aku mengernyit tanda tak paham. Ketatap wajah Patricia yang mengatakan semuanya sungguh-sungguh. Seakan, semua ini mudah dengan caraku.

"Lo gak ngerti?"

Aku menggeleng dan dia mengembuskan napas secara kasar. Membalikkan badan, lalu mengeluarkan sebatang rokok dari saku roknya, membuatku membulatkan mata tak percaya. Ia menyalakan korek dan membakar benda itu. Mengisapnya dan mengeluarkan banyak asap dari mulut. Sejak kapan Patricia merokok?

"Sorry, Nay. Gue tau kok lo gak benci-benci amat kan dengan asap rokok? Tenggorokan gue udah kering banget," ucapnya.

"Bukan gitu, Pat, tapi ... sejak kapan lo, merokok?"

Dia mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan. Bibirnya kini tersenyum, tetapi nampak beda. Aku baru menyadari itu. Bibirnya tak semerah alami biasanya. Kini, bibir itu hanya merekah dengan bantuan make up.

"Sejak banyak masalah. Ya, gimana lo bisa tau masalah gue, Nay, kita lama banget diem-diemannya."

Aku mendekat. "Ceritain semua masalah lo, kalau gue mampu, gue bantu."

Patricia tertawa, seringai di bibirnya terlihat begitu mengerikan. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.

"Apa sih yang lo gak bisa, Nay?" tanyanya sembari menaikkan satu alisnya ke arahku. Lalu, saat mendengar langkah kami mendekat, segera ia matikan rokoknya dan menyemprotkan parfum ke segala arah tuk menghilangkan jejak.

Pintu UKS terbuka, terlihat Rega dengan napas terburu melangkah ke arahku. Lalu, melirik ke arah Patricia dengan tatapan tajam.

"Lo abis ngerokok?" tanya Rega.

Ah, padahal Patricia sudah menghilangkan jejak, tetapi Rega masih mencium aroma rokok dari Patricia. Sepertinya Rega bukan manusia yang mudah dibohongi. Kulirik ke arah Patricia yang terlihat acuh, bahkan ucapan Rega sama sekali tak digubris. Setahuku memang Patricia dan Rega tak pernah saling bertegur sapa.

"Kita ke kelas sekarang," ujar Rega yang terlihat sedikit kesal dengan sikap Patricia.

"Gak usah, Nay bareng gue aja," sahut Patricia.

Berhasil, Patricia berhasil membuat emosi Rega tersulut. Terlihat dari wajah laki-laki itu yang menatap Patricia tak suka.

"Lo gak usah sok ngatur, Nay, ayo," ajak Rega.

Aku mengangguk sembari turun dari ranjang UKS, dan menarik pergelangan tangan Patricia untuk ikut bersamaku. Sayangnya, Rega menarik tangan ini sehingga langkahku menjauh dari Patricia.

Berbalik ke belakang, Patricia tak bergeming dari tempatnya. Hanya menatap kepergianku dan Rega dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Dengan isyarat kuucapkan kata maaf untuknya, semoga ia paham.

****

Omongan laki-laki tak boleh dipercaya. Ah, entahlah, omongan Rega tak sesuai dengan apa yang terjadi. Katanya ke kelas, tetapi sekarang ia malah mengajakku duduk di perpustakaan tepat di belakang rak tertinggi, sehingga tak ada satu pun orang yang melihat.

"Ngapain ke sini?" tanyaku sedikit berbisik. Ya, ini bukan lagi jam istirahat, bila ketahuan bolos jam pelajaran, bisa habis masuk ruang BK lagi. Ah, tak mau terulang lagi.

Nayara (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang