9. Yang kedua

33 2 0
                                    

Di dalam lift Satria tidak tahan ingin bertanya pada Delia.

"Tadi dianter siapa mah?"

"Ooh, sama Dimas."

"Temen kuliah kamu? Kamu ingat sama dia?"

Delia menatap Satria dan menghembuskan nafasnya perlahan,

"Iya temen kuliah dulu. Aku masih belum ingat. Cuma sekilas-sekilas saja yang aku ingat. Mungkin aku juga capek karena kegiatan Minggu ini di sekolah padat banget jadi migrain dari kemarin dan mungkin pikiran aku belum siap juga, jadi waktu keingetan langsung tumbang."

"Sekarang gimana? Masih migrain nggak? Pasti tadi juga nggak sarapan ya mah? Kebiasaan nih.... " ujar Satria sambil mencubit pipi Delia gemas.

Delia menyenggol tubuh Dimas yang berdiri di sampingnya,

"Ih.... Enggak kok pah, aku sempetin minum susu."

Satria mengerucutkan bibirnya sambil menatap Delia dengan tajam.

"Ish, sarapan apa itu susu doang? Sarapan tuh ya nasi dong atau roti gitu. Minum cairan cuma segelas kegiatan seabrek. Mau migrain atau nggak ya pasti bakal ambruk lah...."

"Iya... Iya... Nggak lagi-lagi deh..." Kata Delia sambil menggoyangkan jaket Satria dengan kedua tangannya.

"Janji ya... Nggak lagi-lagi bikin aku khawatir. Kebayang nggak sih aku nyari kamu seharian tapi yang angkat telepon malah cowok yang aku nggak kenal?"

"Maaf ya pah, Iya aku janji nggak akan bikin kamu khawatir lagi. Makasih ya udah khawatir", kata Delia sambil menatap langsung ke mata Satria dengan senyuman di wajahnya.

Lagi-lagi Satria menikmati senyuman Delia dan rasa marahnya menguap entah kemana. Mau tak mau ia membalas senyuman Delia.

Pintu lift-pun membuka, mereka berjalan perlahan ke pintu apartemen Delia.

Delia memasukkan kode pintu apartemennya dan membuka pintu. Ia memasuki apartemennya, namun ia segera berbalik saat tidak merasakan Satria ikut masuk ke dalam. Delia melihat Satria menghentikan langkahnya di depan pintu apartemen.

"Kenapa diem di pintu, Pah? Nggak mampir dulu?" ujar Delia sambil berjalan ke hadapan Satria.

Satria memperlihatkan senyum lembutnya pada Delia.

"Hari ini enggak Mah. Kamu butuh istirahat dan aku nggak mau ganggu. Aku pamit ya. Besok aku jemput jam 8."

"Oke Pah, makasih ya udah repot anterin aku sampe sini", ujar Delia sambil memperlihatkan senyumnya.

Terpesona, Satria dengan cepat menarik tangan Delia dan memeluknya erat sambil mengelus punggung Delia dengan penuh kasih.

Delia membelalakkan matanya karena tidak siap dengan pelukan Satria yang tiba-tiba. Tangannya ragu harus bergerak memeluk Satria kembali atau tidak, jadi keduanya hanya diam di tempatnya.

Satria yang mengerti kecanggungan dan kekagetan Delia dengan segera melepaskan pelukannya.

"Oops, maaf Mah..." lanjut Satria sambil menggaruk rambut dekat lehernya.

"Hngg, aku balik ya Mah. Besok aku jemput", lanjut Satria.

Delia yang belum lepas dari keterkejutannya hanya bisa menganggukkan kepalanya perlahan lalu segera menutup pintu saat Satria sudah berjalan menuju lift.

Delia bersandar lalu menjatuhkan dirinya hingga terduduk di depan pintu. Ia menangkupkan tangan ke wajahnya dan mengatur nafasnya perlahan.

Apakah Tuhan sedang bermain-main dengan perasaannya saat ini?

~~~~~~~~~~~~~~~~

Di dalam  lift Satria terus merutuki dirinya sendiri yang kelepasan memeluk Delia di depan pintu apartemennya tadi.

Bukan seperti ini seharusnya. Bukan seperti ini seharusnya... Tangan dan otakku ini kenapa seenaknya memilih waktu yang canggung untuk memeluknya.

Dimas masih merutuki dirinya sendiri di pelataran parkir apartemen. Namun memalingkan wajahnya saat mendengar deru mesin mobil di dekatnya. Mobil itu hanya menyala dan sialnya, orang yang paling tidak ingin dia lihat ada dalam mobil itu.

~~~~~~~~~~~~~~~~
Tok...tok... Satria mengetukkan jemarinya di kaca mobil Dimas. Dimas yang melamun terkejut sejenak namun dengan segera membuka kaca jendela.

"Kita harus bicara." Satria mengucapkan kalimat itu dengan penuh tekanan yang membuat Dimas segera mematikan mobilnya dan keluar dari mobilnya.

Entah ketegangan atau pikiran apa yang berkecamuk di antara kedua lelaki itu, sampai 5 menit berlalu namun belum juga Satria mengeluarkan suaranya. Dimas juga hanya melihat lelaki itu karena Satria yang ingin mengajaknya bicara. Namun, tiba-tiba pikirannya bekerja dan langsung mengucapkan pertanyaan.

"Kamu tahu siapa aku?" Dimas baru terpikirkan hal itu dan menatap lelaki di hadapannya dengan pandangan heran.

"Tentu saja. Kamu Dimas yang tadi mengangkat teleponku untuk Delia, aku tadi melihat Delia turun dari mobilmu" Satria berdecak kesal karena orang yang ada di hadapannya ini menanyakan hal itu.

Apa? Apakah dia melihat semuanya?

Dimas memperlihatkan rasa gugupnya karena tidak yakin sejauh apa lelaki itu melihat kejadian di mobilnya. Dimas menundukkan wajahnya dan merasa jadi kucing yang ketahuan mencuri ikan di atas meja makan, ia pun mencuri pandang untuk melihat reaksi lelaki yang ada di hadapannya.

Seperti menjawab pertanyaan di benak Dimas, wajah Satria mengeras dan mengeluarkan kalimat selanjutnya lambat-lambat penuh tekanan yang menyesakkan.

"Aku lihat semuanya. Dan aku yakin hal yang menimpa Delia hari ini juga ulahmu. Sejauh mana dia mengingatmu?"

Dimas kembali terkejut karena perkataan Satria. Meski terkejut, ia segera menjawabnya.

"Aku sendiri tidak tahu. Tapi aku akui memang itu salahku yang mungkin sudah memaksanya banyak berpikir hari ini."

Kesal dengan jawaban Dimas, Satria mendorong bahu Dimas dengan satu tangan dan menatap matanya lekat-lekat.

"Aku nggak tahu apa tepatnya hubunganmu dengan Delia. Tapi kalau kehadiranmu cuma membawa rasa sakit untuknya, sebaiknya jangan pernah mendekatinya lagi!"

Satria melepaskan tangannya dari bahu Dimas dan melenggang pergi.

Dimas tidak mampu membawa dirinya untuk mengejar Satria dan mengatakan bahwa ia juga ingin Delia bahagia dan tidak tersakiti. Tapi dia juga tidak bisa memberikan jaminan bahwa ia tidak akan menyakiti Delia ketika ingatan Delia kembali.

Sungguh Dimas tidak bisa menjanjikan itu.

In a night full of prayer...

Aku nulis, juga dengan perasaan yang berat. Tapi, berusaha percaya semesta akan menunjukkan keindahan pada waktunya. Good readers yg mampir, vommentnya ditunggu lho.... 🥺🥺🥺🥺

Did we met before?Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon