NOVELTY 01: They've Been

692 63 57
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ya 💙💛

Rekomendasi lagu

Hindia - Secukupnya

ⓝⓝⓝ

Arsen

Ketika ditanya tentang cita-cita oleh siapa saja dan di mana saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika ditanya tentang cita-cita oleh siapa saja dan di mana saja. Jawaban dari anak pertama dari keluarga cabang Bratadiga itu selalu sama, tidak pernah berubah dan mungkin mempunyai konsisten tinggi, berbeda dengan kedua adiknya yang selalu saja mempunyai jawaban berbeda setiap tahun tentang cita-cita mereka. Jawaban saya tetap itu-itu saja.

Pernah satu waktu Dinan yang hari itu kepalanya benjol karena terbentur pintu angkutan umum ketika pulang sekolah bertanya pada kakaknya yang malah menangis melihat kepala Dinan besar sebelah. "Emang Kakak mau jadi apa?"

Saya dengan semangat menjawab dengan jawaban yang sama. Membuat Dinan hanya geleng-geleng kepala karena menurutnya untuk bisa menjadi demikian perlu usaha yang tidak gampang. Mungkin pikiran anak kelas 5 SD akan sedemikian naif sehingga belum begitu bisa mengartikan jawaban Saya yang sudah mulai bisa berpikir sedikit ke depan.

Jarak usia saya dan Dinan hanya satu tahun saat itu, tapi daya pikir saya selalu di atas semua teman-teman sekelas.

Atau ketika Esa bertanya ketika diajak oleh saya untuk jajan ke warung sebagai bujukan agar tangisnya reda karena wafer kesukaan Esa yang baru saja dibelikan mama hari itu digondol maling cilik bernama Hadinan Bratadiga. Iya, Dinan paling suka menjahili adiknya ini.

Masalahnya, setiap kali Dinan membuat masalah pasti saya yang harus mengurusnya. Enak sekali dia saat itu malah main sepeda sedangkan saya harus menanggung beban yang tak seharusnya.

"Esa nanti mau jadi kayak Kanan! Bisa berantem gitu ciaaaat!" Esa berseru kencang ketika menyatakan kalau ia ingin sekali seperti kakaknya, Dinan. Ah, Kanan itu singkatan dari Kak Dinan. Saat itu, Esa belum bisa menyebutkan nama orang lain dengan benar. Kadang mengeja namanya sendiri saja salah, wajar kalau nama orang lain ikutan salah dibuat lidahnya.

"Emang Esa mau jadi apa gitu?" tanya saya lembut sembari memegangi tangan adiknya menyebrang jalan untuk membelikan monster kecil ini es krim cokelat yang menjadi favoritnya sekalipun mamah dan ayah melarang keras Esa makan es krim.

"Emmm." Esa tampak berpikir saat itu. "Esa pengen kayak Kanan yang dapet piaya."

Maksudnya piala.

"Ohh jadi atlet judo?" Saya memastikan. "Hebat, sih. Tapi kamu gak boleh cengeng, masa diambil makanannya aja nangis?"

"Ya abisnya 'kan Kanan yang duluan!" Esa kembali merajuk, padahal semula dia berharap kalau saya akan membelanya, tapi ternyata tidak. Yang ada malah seolah Esa yang salah.

NOVELTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang