NOVELTY 20: Manusia Lupa

135 27 85
                                    

Maaf banget kalau kesannya cerita ini jadi terbengkalai. Waktu dan tenaga aku bener-bener tersita di real life.

Aku gak maksa kalian untuk tetep stay di sini, hak kalian untuk pergi namun tolong tetap di sini.

Enjoy the story!

ⓝⓝⓝ

Ellen

Lalu pada angin yang berembus cukup kencang dari dalam rumah, menjawab semua pertanyaan gue tentang kenapa aura rumah ini agak tidak mengenakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lalu pada angin yang berembus cukup kencang dari dalam rumah, menjawab semua pertanyaan gue tentang kenapa aura rumah ini agak tidak mengenakan. Rumah ini menyimpan terlalu banyak rasa sakit yang tidak pernah bisa dibicarakan kepada dunia.

Rumah ini sakit, hati para penunggunya tak kalah sakit.

Gue sedikit kaget manakala merasakan dingin lantai yang menyapa kulit kaki gue dengan perasaan menusuk. Iya, sedingin itu. Gue tahu lantai memang dingin, hanya saja dingin yang satu ini cukup beda.

Sekilas interior rumah ini akan nampak seperti bangunan modern pada umumnya. Mengusung tema simple look, rumah ini malah terlihat seperti orang menangis yang dipaksa tersenyum, serupa wajah yang terpaksa tersenyum.

Rumah ini nampak begitu menyedihkan dengan semua cerita yang belum gue ketahui.

"Kamu mau masuk ke dalam atau menunggu di sini?" tanya Arsen dengan wajah yang tidak enak, air mukanya berubah total dari pertama kita bertemu tadi.

"Katanya adik kamu lagi pulang ya?" tanya gue penasaran karena aneh aja rasanya. Rumah ini terlalu sunyi kalau memang benar ada orang di dalamnya.

"Dinan orangnya gak suka berisik. Atau kalau kamu mau kenalan sama dia, kita bisa masuk sekarang." Arsen berujar, tidak ada pilihan. Karena rasanya gak buruk juga untuk mengenal keluarganya.

Lalu raut wajah yang tak kala dingin menyambut kami berdua, dia sedang duduk dengan hoodie-nya yang berwarna hitam legam, segelap malam. Rambutnya basah menandakan dia baru saja menyelesaikan ritual main air yang disebut mandi. Kacamata dengan frame hitam betengger di kedua telinganya, dan di sana dia berada. Hadinan Bratadiga, sosok paling gelap yang gak bisa gue baca sama sekali.

Terlalu gelap sampai gue mundur selangkah karena waspada.

"Kenalin, temen gue. Ellen." Arsen memperkenalkan gue dengan sopan.

Dia melihat gue sekilas. Lalu kembali membaca buku. "Oh."

Arsen menarik napas dari mulut, seolah sedang menahan kesabarannya. "Wanna say something?"

"I saw her at hospital, when Esa had an accident." Hanya itu yang dia katakan.

Arsen lantas berbalik ke arah gue. "Keberatan gak kalau nunggu di depan. Aku gak lama kok."

NOVELTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang