NOVELTY 24: Dengan Sederhana dan Seadanya

142 19 105
                                    

DOR!!! HAHA KAGET GAK?

ⓝⓝⓝ

Ellen

Katanya setiap orang punya titik puncaknya masing-masing

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Katanya setiap orang punya titik puncaknya masing-masing. Entah itu tentang kesuksesan, entah itu karir, entah itu masa jaya, entah itu kemiskinan, entah itu kekayaan, entah itu ketenaran.

Dan gue mencapai titik itu.

Titik jenuh.

Prihatin ketika menyadari gue tidak berada di titik kepuasaan batin gue, alih-alih mencapainya gue malah udah gak mau membayangkan bagaimana rasanya. Karena semakin gue membayangkan betapa menyenangkannya hidup tanpa ada jari di bawah kepala gue, semakin bayangan itu menyakitkan.

Karena gue sadar, itu gak akan mungkin terjadi.

Hari itu, ketika gue hamper lulus dari neraka bernama kampus, gue memutuskan untuk lulus secepat yang gue bisa, sebisa yang gue mampu, semampu yang gue sanggupi.

Gue bertekad untuk lulus cepat biar gak ada lagi yang ngatur hidup gue, mulai dari apa yang harus gue baca, apa yang harus gue makan, atau dengan siapa gue harus berteman.

Hari itu, gue terduduk di kantin dengan tiga buku yang tebalnya setara dengan kitab suci. Mungkin lebih. Dan di hari itu juga seakan pikiran gue direka dan direparasi oleh entah siapa, gue yang semula ingin cepat keluar dari kampus, malah memutuskan untuk bertahan sedikit lebih lama lagi.

Hanya untuk mengenal dia lebih dalam.

Sosok yang bahkan gak pernah gue sapa.

Sosok yang bahkan gak tahu apakah gue hidup atau enggak.

Tapi gue harap sosok itu tahu, kalau gue hidup olehnya.

Arsen Bratadiga mengubah pola pikir gue. Dari hari pertama kita ketemu sampai gue bisa mengenalnya lebih jauh dan semakin jauh sampai gue terlalu tenggelam pada bagaimana Arsen berpikir terhadap tidak adilnya hidup.

Dia mengubah gue.

Dari Arsen gue mulai paham kalau terkadang orang lain gak akan mengerti betapa hebatnya kita berjuang, seberapa kerasnya kita bertarung, seberapa kacau, berantakan, beradarah, patah dan lelahnya kita mengahadapi semuanya.

Orang lain gak akan tahu.

Arsen melakukan itu sendirian, untuk waktu yang gak sebentar.

Lalu ketika menyadarinya, gue malu pada diri gue sendiri. Gue jadi merasa orang yang paling menderita sampai lupa, kalau ada orang lain yang lebih.

Dan ketika Arsen berkata kalau dia bersedia untuk melakukan hal yang sama pada gue.

Dan ketika Arsen berkata kalau dia bersedia untuk mengorbankan dirinya sekali lagi pada gue.

Dan ketika Arsen berkata kalau dia bersedia menerima semua sedih dan pahitnya hidup gue.

Gue merasa amat bersalah karena ketika harusnya gue menjadi pelangi bagi Arsen, gue malah menjadi hujan baginya. Karena ketika harusnya gue menjadi payung untuk Arsen, gue malah menjadi jalanan becek yang membasahi celana juga sepatunya.

NOVELTYWhere stories live. Discover now