Sabtu, 23 Juni 2018

856 166 36
                                    

Jari jemari saya sudah saling bertautan dengan jari jemari Fajar. Merapatkan tubuh saya dengannya, pokoknya saya tidak mau ada jarak dengan Fajar. Fajar berjanji hari ini khusus untuk saya, dia tidak akan ke mana, hanya akan bermain dengan saya seharian.

Mari sejenak lupakan apa yang dikatakan Mbak Ana tentang Fajar dan segalanya yang selama ini tidak saya ketahui, yang membuat semalaman saya tidak bisa tidur karena memikirkan hal itu; memikirkan Fajar, memikirkan Aldi, juga memikirkan perasaan saya saat ini. Apa di dunia ini hanya punya kata 'sakit' untuk mendeskripsikan perasaan yang tidak enak dan menyiksa? Kalau ada, beritahu saya, maka saya akan menggunakannya, karena menurut saya, ini sudah lebih dari sekedar sakit. Entahlah, rasanya perih dan menyayat, untuk menangis-pun saya sudah tidak mampu lagi.

Terlalu perih.

"Rame banget," keluh saya begitu melihat ke arah sekeliling saya yang dipenuhi oleh banyak orang. Ya, kalau hari seperti ini, memang tempat rekreasi pasti ramai. Lagipula, Fajar ini ada-ada saja idenya untuk mengajak saya ke tempat seperti ini, padahal saya di ajak duduk di sofanya sambil menonton film seharian juga tidak apa-apa. Asal bersamanya.

"Mau ke tempat lain aja?" tanyanya.

Saya menghela napas pelan. Setelah membeli tiket dan sekarang sudah masuk ke dalam, Fajar baru mengajak saya pergi ke tempat lain? Yang benar saja. "Nggak apa-apa, asal kamu ada di samping saya terus, soalnya saya takut ilang."

Fajar tertawa renyah. Tangannya langsung menarik saya menuju ke salah satu wahana permainan. "Mau naik nggak?"

Saya langsung menggeleng dengan cepat. Itu terlalu ekstrim untuk saya, saya tidak suka.

"Ayok, Nja, nggak apa-apa. Ini pasti seru."

Seru. Tapi sepertinya saya akan menangis.

Tapi saya juga tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginan Fajar. Selain Fajar yang hari ini hanya untuk saya, saya juga hari ini khusus untuk Fajar. Tidak akan saya lewatkan sedetik-pun untuk tidak berada di samping Fajar. Karena mungkin... hal yang seperti ini akan saya rindukan nantinya.

Tapi mungkin juga, hal seperti ini akan yang membuat saya tersiksa. Sama seperti yang saya lakukan dulu bersama Aldi, hal kecil sekali-pun, tidak akan mudah untuk dilupakan. Lalu bagaimana dengan tawa renyah yang hari ini saya dengar? Senyum lebar yang hari ini saya lihat? Pergerakan kecil yang hari ini Fajar lakukan pada saya? Semuanya, pasti akan lebih tidak mudah untuk saya lupakan. Mungkin juga tidak bisa.

Di kehidupan sebelumnya, mungkin saya adalah orang jahat sehingga di kehidupan saat ini saya punya takdir yang sedemikian menyedihkannya. Saya tidak tahu harus menyesali yang mana; jatuh cinta pada Aldi? Atau jatuh cinta pada Fajar? Keduanya saling berkaitan kan? Dan berkemungkinan bertakdir sama.

Benarkan seperti yang sudah saya kira-kira tadi, saya menangis. Setelah berhasil menaiki dua wahana permainan yang ekstrim dan berhasil menahan air mata, akhirnya di permainan yang ketiga, air mata itu sudah tidak lagi dapat saya bendung. Tubuh saya melemas, kaki saya seperti sudah tidak bisa lagi menapak lagi. Dan sialnya, Fajar malah tertawa-tawa melihat saya seperti ini.

Tidak ada. Yang terpenting, saya bisa melihat dan mendengar Fajar tertawa karena saya.

Setelah merangkul saya untuk mencari tempat duduk, memberi saya air mineral, mengusap air mata saya di pipi, terakhir Fajar merengkuh saya sambil terus mengusap punggung saya untuk menenangkan saya. Dan itu tentu saja berhasil, tubuh saya sudah tidak lagi gemetar, saya sudah tidak lagi pusing dan ketakutan. Rasanya aman dan nyaman.

"Udah nangisnya?" tanyanya begitu dia merenggangkan pelukan tersebut dan menatap saya. "Mau naik lagi nggak?"

Saya tentu saja menggeleng dengan cepat. Setelah melihat saya seperti ini, Fajar masih bisa mengajak saya menaiki wahana permainan ekstrim lainnya? Saya tidak habis pikir.

Buku HarianWhere stories live. Discover now