Anneke dan Pekerjaannya

1.1K 157 23
                                    

"Sasi, bangun." Sudah kali kelima Arion coba membangunkan gadis yang tidur beralaskan ubin itu. Ia menggoyang lengan Sasi pelan, seolah lengan itu rapuh sekali. Yang mana jika dilihat dari kejauhan, Aulion hanya tampak seperti sedang menyentuhnya saja.

Apa dia lupa hari ini hari apa?

Jengkel sebab yang dibangunkannya tak kunjung membuka mata, Arion tetap berusaha menyadarkan Sasi. Yang benar saja jika gadis itu tak bangun. Dia sudah mengorbankan diri terjaga lebih awal demi membuat Sasi tepat waktu di hari pertamanya bekerja.

Tunggu-tunggu, benarkah dia melakukannya?

Tentu saja karena dia pikir Sasi akan menghasilkan uang. Kalau gadis itu terlambat sedikit, bisa jadi besok ia tak lagi diterima oleh tempat itu. Dan mereka akan kembali mondar-mandir di jalanan, kebingungan mencari pekerjaan.

"Sasi!" Arion berbisik lebih keras. Lalu menyadari jika ia berpotensi mengagetkan Sasi, atau mungkin membuatnya tersentak tiba-tiba.
Tapi yang terjadi hanya geliat kecil muncul dari tubuhnya. Gadis itu melakukan peregangan sebentar, menarik banyak napas, lantas menatap Arion dengan pandangan macam orang baru koma. Walau sedikit merasa bersalah karena membangunkannya, tapi Arion cukup senang.

Kenapa dia harus merasa bersalah?

Bukankah gadis itu memang harus bangun bagaimanapun caranya?

Ada yang salah dengan Arion.

Sasi duduk sembari mengucek netra. Ia menyipit ke arah jendela yang tak mengeluarkan semburat cahaya. Bingung, kepalanya menoleh sengit pada lelaki itu.

"Kau yakin membangunkanku sepagi ini?"

Ekspresi datar Arion tak menjawab pertanyaannya.

"Matahari bahkan belum muncul, Arion! Ah!"

"Aku... hanya tak ingin kau terlambat." Lelaki itu berdalih dengan sedikit tergagap. Sekarang rautnya malah lebih mengintimidasi dibanding Sasi. "Bersiaplah!"

"Aku lupa memberi tahumu. Jam kerjaku dimulai pukul delapan pagi," senyum tipis tercipta dari bibir Sasi. Namun sejatinya bermakna sarkastik.

"Aku juga lupa memberi tahumu. Kalau Marni Dewi selalu bangun sebelum subuh karena dia tak pernah tahan tidur lama-lama dengan suaminya yang membosankan itu. Jadi, apa kau mau menunggu sampai pagi?" Meski terdengar seperti alasan yang dibuat-buat, tapi Arion mengatakan hal yang benar. Ia baru ingat jika Marni Dewi selalu bangun pagi-pagi sekali. Ketika ia berusaha menghindari tagihan listrik wanita itu dengan keluar di waktu subuh, Marni Dewi sudah mencegatnya lebih dulu.

"Ya sudah." Sasi mengkhianati rasa kantuknya dan memilih bersiap.

Sebersit lega terbit di hati Arion. Ia ikut beranjak dan mendekat ke jendela, mengintip rumah Marni Dewi yang kelam dari dalam. Belum ada tanda-tanda wanita itu memulai hidup hari ini.

"Apa yang kau lakukan?" Katanya terperangah, menyaksikan Sasi berada di ambang pintu kamar mandi dengan menjinjing jaket.

Oh, tidak. Lengan terbuka itu lagi.

"Menurutmu?" Gadis itu balik bertanya.

"Jangan pakai kamar mandi itu. Air akan mengalir di selokan depan. Kalau dia tahu, dia akan curiga." peringat Arion yang disambut keheningan oleh gadis di depannya.

LuruhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang