Hari Ini Sial Tapi Terima Kasih

1K 120 41
                                    

Perkara kisah cinta, mudah dan sulitnya tak pernah lepas dari kata perjuangan. Beberapa ada yang berakhir manis, tak sedikit pula yang berakhir mengenaskan. Ketika memutuskan jatuh di hati seseorang, seharusnya manusia sadar jika mereka sepakat untuk membiarkan orang yang mereka cintai, melakukan apa saja pada hatinya. Disayangi, dihancurkan, dibentuk kembali, semuanya seolah jadi satu kesatuan. Sayangnya beberapa dari mereka terbuai, terlampau terlena pada rasa sakit yang terus-terusan tidak lazim diberikan. Mereka terus menerima kesakitan dalam bentuk apa pun. Mereka terkungkung dalam jeratan monster dan menolak dibebaskan.

Hanya saat mereka sudah berada pada titik dimana tak ada lagi yang bisa diberi, baru perasaan mengerti itu datang. Mereka paham, bahwa ada waktu yang tidak bisa selamanya dibuang. Ada doa dan usaha yang harus dibawa pulang. Dan ada perasaan yang selayaknya dikubur dengan tenang.

Arion terbangun dengan kepala yang seperti kesemutan. Diedarkannya pandangan ke langit-langit kamar yang berwarna putih terang. Untuk sesaat ia tak banyak bergerak sebab masih menetralkan pusingnya, namun selang waktu kemudian ia melonjak dari kasur, dengan mata melotot seolah baru disapa malaikat pencabut nyawa.

"Sasi! Kita terlambat!"

Arion terjun dari ranjang dan membuka lemari, mencari selembar kaos untuk kemudian dipakai. Mendengar suara gaduh, Sasi yang rupanya tak sadar tidur bersebelahan dengan Arion menggeliat.

"Sasi!"

Arion kembali ke kamar setelah sebelumnya membasuh muka. Ia menarik tangan Sasi begitu saja dari kasur, memaksa gadis itu berdiri dan menggiringnya ke kamar mandi. Di perjalanan menuju kamar mandi yang letaknya di belakang, kesadaran Sasi perlahan bangkit. Ia berusaha melakukan semua yang dikatakan Arion sembari menjaga tubuhnya agar tidak tumbang.

"Cuci muka. Kita sudah terlambat bekerja."

Dengan kestabilan yang belum sempurna, Sasi dan Arion berlarian kecil ke toko koh Aseng yang memang tidak begitu jauh. Setibanya di sana, mereka heran sebab toko tersebut tampak lebih ramai dari biasanya. Koh Aseng pasti sedang kewalahan melayani pelanggan, Batin dua orang itu kompak. Merasa tak enak sebab terlambat, Sasi dan Arion mempercepat langkah mereka.

Namun belum sampai kaki mereka menginjak toko itu, mereka dihadang Koh Aseng yang keluar dari dalam toko bersama Wahyudi dan pekerja lain. Ada yang sama dengan mereka hari ini. Wajah mereka semuanya tampak marah sekaligus kecewa.

"Koh, maaf saya terlambat." Arion memang mengakui kesalahannya, namun lelaki itu sedikit tidak terima semua orang di toko seperti ingin memukulinya saja.

Ia hanya terlambat satu jam.

Dan ini baru terlambatnya yang pertama.

Di sisinya yang lain, Sasi pun merasakan ada yang tidak beres di sini. Tatapan Koh Aseng adalah tatapan yang tidak pernah ia lihat pada wajah lelaki tua itu selama Sasi mengenalnya.

"Kalian saya pecat!"

Serempak, Arion dan Sasi menganga detik itu juga.

"Jangan pernah kalian menginjakkan kaki lagi ke tempat ini! Saya tak sudi kasih uang pesangon! Pergi kalian!" Setelah berapi-api mengatakan itu, Koh Aseng masuk ke dalam toko. Sebelumnya, ia sempat berteriak pada Wahyudi, "Ambil kita orang punya kunci sama dia!"

Arion tak bereaksi apa-apa, begitu pula Sasi yang hanya meratapi punggung Koh Aseng nanar. Ia beranjak menyusul lelaki tua itu, ingin bertanya sebab dan musabab, bernegosiasi atau sekadar minta maaf, namun ditahan oleh Wahyudi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 18, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LuruhWhere stories live. Discover now