sembilan

10.9K 2.2K 34
                                    

SEKARANG, laki-laki yang dulu memberinya julukan "Sepuluh" itu duduk di sebelahnya. Memandangnya tajam dan mencengkeram lengannya.

"Sorry," kata Rahman setelah keduanya bisa melewati awkward moment.

Rahman pria dewasa yang sanggup menguasai diri dengan cepat. Seolah tidak terjadi apa-apa, dia kembali memusatkan perhatiannya kepada pria-pria lain yang sedang asyik berdiskusi dengan suara pelan. Membiarkan Rara tertegun di tempatnya.

Mungkin aku saja yang merasa demikian, batin Rara dengan kesal. Bagi pria seperti Rahman, menghadapi wanita dan bersentuhan dengan lawan jenis pasti bukan hal yang aneh.

"Sebaiknya sekarang kita tetapkan urutan prioritas masalahnya dulu aja," kata Havez. "Karena terlihat jelas perbedaan persepsi antara kepala divisi civil engineering dan pimpro."

"Metode apapun yang akan kalian gunakan untuk menyelesaikan masalah turunnya progres pekerjaan di Proyek Sindur ini, prinsip saya tidak berubah. Pokoknya Rara harus bertanggung jawab pada hasil estimasi yang dia buat. Kalau dia tetap tidak bisa menyesuaikan dengan nilai sebelumnya, itu artinya dia nggak bisa kerja dan hasil estimasinya ngawur!"

Rumor itu benar, pikir Rara. Pak Hilmy sedang melakukan segala cara untuk mendepaknya dari proyek ini. Tak peduli idenya terdengar ngawur dan tidak masuk akal. Rara menoleh, merasa sedang diperhatikan. Ternyata Rahman memang sedang menatapnya. Pada gadis itu dia mengangguk singkat. Tanpa perlu bicara, keduanya sama-sama paham pada agenda utama Pak Hilmy untuk menyingkirkan sang kadiv civil engineering.

Kesalahan macam apa yang telah kamu lalukan, Ra, hingga diperlakukan begini?

"Tetapi Pak Hilmy, banyak aspek yang saya jadikan pedoman dalam estimasi tersebut. Salah satunya dan yang paling utama adalah instruksi dari Pak Hilmy sendiri," Rara kembali ke medan perdebatan untuk berjuang membalas kata-kata Pak Hilmy.

"Saya hanya menyuruh perhitungan ulang dengan kondisi real di lapangan. Tetapi saya tidak pernah mengizinkan perbedaan volume dan harga sebesar itu! Bahkan orang lapangan yang setiap hari mengawal pekerjaan ini mengatakan kalau tidak ada perubahan yang berarti."

Mereka mulai lagi. Tapi kali ini Rahman membiarkan saja untuk mengamati apa yang ada di balik ini. Bahkan Havez yang akan menengahi, sengaja disuruhnya diam.

"Kalau memang orang lapangan membuat statement begitu, berarti saya tinggal menunggu bukti saja, kan?" Rara membalikkan logika atasannya dengan lincah.

"Buat apa? Hanya intuk membuktikan kalau kamu memang nggak becus?" Pak Hilmy tertawa menghina. "Sayang, tidak ada tempat bagi orang nggak becus di proyek ini. Jadi lebih baik kamu mundur."

Rahman bersama kedua rekannya terkejut oleh kalimat impeachment sefrontal ini. Tetapi sebelum mereka bereaksi, Rara sudah berbicara.

"Perkara mundur dari proyek ini adalah perkara mudah. Bahkan kalau harus dipecat pun saya tidak masalah dan akan angkat kaki dengan senang hati," kata Rara tanpa gentar.

What? Rara ini ....

"Tetapi saya keberatan kalau integritas saya sebagai engineer direndahkan dengan cara yang tidak fair begini. Beri saya kesempatan berada dalam satu forum dengan Pak Ermanu yang bertanggung jawab pada metode pelaksanaan di lapangan. Biarkan kami beradu konsep dengan adil. Kalau saya memang terbukti salah, saya akan mundur saat itu juga."

"Apa hak kamu sehingga bisa menyuruh orang lapangan seenaknya, ha?" suara Pak Hilmy menggelegar memenuhi ruangan yang tidak terlalu luas itu.

"Tugas kamu di engineering adalah untuk menjadikan pekerjaan lapangan bisa dipertanggungjawabkan secara teknis, sebagai bukti kalau kamu mampu berkoordinasi dengan orang lain. Dan engineer itu berbicara lewat data. Kalau datamu tidak bisa berbicara, dan kamu bisanya cuma teriak-teriak begini, mending kamu turun ke jalan, gabung sama buruh-buruh yang demo minta kenaikan upah sana! Kamu ngggak layak berada di tempat ini!"

After All This Time (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang