tiga belas

13K 2.3K 89
                                    

HUJAN turun deras ketika Rara melompat dari boncengan motor Andy. Sore ini dia sengaja meminta temannya mengantar bimbingan terakhir di kantor Rahman. Dengan rambut basah keduanya berlari-lari kecil menuju lobi. Resepsionis cantik yang sudah mengenalnya tersenyum manis menyambutnya. Perempuan cantik itu memberitahu kalau Bapak Dosen sedang menemui mahasiswa yang lain.

"Oke, Mbak. Aku intip dulu deh!" kata Rara sambil membalikkan badan. "Ndy, yuk!"

Seperti biasa, pintu ruangan Rahman terbuka lebar. Di depannya, terdapat sebuah ruangan besar yang juga terbuka dan diisi dengan meja-meja kerja, tempat para pegawai sedang beraktivitas. Rara menyapa ramah pada Mas-Mas yang ada di situ, yang dibalas dengan "Halo, adik kecil!" Gadis itu membalas dengan cengiran khasnya dan melongok untuk melihat ke dalam.

Ternyata Silvy yang sedang berkonsultasi. Melihat gadis itu duduk sangat dekat dengan sang dosen, Rara jadi terheran-heran sendiri.

"Idih, si 'Mbaknya' nempel-nempel gitu. Apa lehernya nggak sakit? Pak Rahman lho, biasa-biasa aja," komentar Rara sambil berbisik.

"Kayaknya itu ...."

"Emang," sahut Rara ketus. Merasa jengah sendiri, Rara pun menyeret Andy pergi. "Yuk, tunggu di luar aja, di lobi," katanya.

Andy nyengir dan mengikuti Rara duduk di ruang tunggu tidak jauh dari meja resepsionis. "Cantik dan seksi banget, Ra. Dari dekat kelihatan jelas. Mulus. Bikin ngiler!"

"Ngiler atas apa bawah, Ndy?" tanya Rara ngawur.

"Eh, Jeng Rara udah akil baligh, tahu aja mana yang ngiler," komentar Andy sama ngawurnya.

Keduanya cekikikan sambil berjalan menuju ke pojok ruang tuang tunggu, dekat pot bunga, lalu asyik ngobrol sampai lupa waktu. Lalu terdengar bunyi keletuk hak sepatu di atas lantai keramik, menampakkan Silvy yang sedang melangkah keluar. Cewek itu berjalan dengan gaya anggun bak peragawati, dan tubuh moleknya bergoyang memancarkan aura feminin yang kuat. Rara menyikut Andy yang terpana melihat kakak angkatan mereka berjalan keluar.

Baik Andy maupun Rara, tanpa sadar mengamati Silvy hingga hilang dari pandangan. Gaya pakaian gadis itu memang menonjolkan kelebihan fisiknya. Sore ini dia memakai atasan berbahan kaus yang berlengan sangat pendek dan berpotongan dada rendah, serta rok ketat yang panjangnya hanya beberapa senti di atas lutut. Yah, bagaimana pun Silvy punya aset yang nggak malu-maluin untuk dipamerkan. Dan dia berhak berbusana seseksi yang dia inginkan.

"Awas, Ndy, ilermu!" ejek Rara.

Andy membalas sambil cengengesan dan malu-malu menelan ludah dengan wajah memerah. Memabuat Rara tertawa geli melihat ekspresi teman dekatnya ini. Di luar hujan masih turun meskipun tinggal rintik-rintik. Tetapi hal itu bukan masalah bagi Silvy, karena gadis itu ke mana-mana selalu mengendarai sedan kecil yang penampilannya secantik orangnya.

Tidak lama kemudian Rahman muncul dari lorong menuju lobi.

"Ra, Pak Rahman tuh!" Andy menarik-narik heboh lengan Rara. "Buruan!"

Rara gelagapan dan bergegas bergerak untuk memanggil, "Pak Rahman!"

Pria itu berhenti dan menoleh ke arah Rara. "Oh, ada janji?" tanyanya.

"Iya, Pak. Konsultasi terakhir," jawab gadis itu. "Tugas saya sudah selesai direvisi sesuai permintaan Bapak. Jadi saya memerlukan tanda tangan untuk ujian."

"Baiklah. Di sini saja, ya," kata pria itu sambil menuju kursi di ruang tunggu itu.

Jadilah konsultasi terakhir Rara berlangsung di lobi. Kalau dia berharap Rahman akan langsung menuju lembar persetujuan untuk menorehkan tanda tangan, maka gadis itu salah besar. Karena seperti biasa dosen itu kembali membuka halaman-halaman sebelumnya, meneliti beberapa hal, sambil melontarkan pertanyaan acak. "Hmmm ternyata kamu beneran lumayan, apalagi untuk ukuran mahasiswa semester empat. Dan nggak asal copy paste tugas temanmu," komentarnya.

After All This Time (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang