1

219 42 6
                                    

Temaram cahaya petang masuk menembus jendela kamar Kina. Ia meletakkan secangkir kopi yang baru diseduhnya di atas sebuah meja kecil. Sambil menunggu kopi itu menghangat, ia mengambil ponselnya dan memotret pemandangan di balik jendela.

"Gue lebih senja dari anak senja," gumamnya sambil mengunggah foto itu ke Instagram.

Sambil menyesap kopinya, ia memandangi unggahan itu. Itu bukan foto langit senja yang mengintip di ketiak gedung-gedung metropolitan seperti yang biasa diunggah orang-orang. Foto senja versinya adalah sebuah kubangan rawa hijau yang bermandikan cahaya merah dari langit. Perpaduan warna itu terkadang membuatnya mabuk, tapi lebih sering membuatnya gelisah.

Ketika memilih kamar kos di lantai empat ini, ia pikir ia akan mendapati pemandangan yang membuat suasana hatinya lebih tenang dan "menyatu dengan alam". Namun "alam" adalah kategori yang sangat luas, di dalamnya termasuk eceng gondok dan nyamuk-nyamuk yang hobi berkembang biak. Untunglah interior kamarnya cukup nyaman dan dilengkapi pendingin ruangan sehingga ia tak perlu sering-sering membuka jendela. Lagipula, tempat ini memiliki harga sewa yang terjangkau dan suasananya tak terlalu bising. Cocok untuk mencari inspirasi.

Aesthetic.

Sebuah pesan masuk di inbox Instagram-nya.

Aesthetic my ass? 

Balasnya.

LOL. Tapi beneran keren, lho. Selain jadi penulis lepas dan penulis puisi, ternyata lu juga berbakat fotografi.

Gue iseng aja karena view dari kamar kos gue agak unik.

Tapi kosan lo asik kok. Gue suka vibes-nya.

Harga sewanya murah.

Mungkin karena ada hantunya?

Mungkin karena banyak nyamuknya! :))

Obrolan virtual mereka berlanjut cukup lama. Sahabatnya itu, Andrea, adalah satu dari sedikit orang di dunia ini yang bisa memahami dirinya. Ketika Kina dalam keadaan terpuruk dan nyaris depresi, semua orang di dunia terbagi ke dalam dua golongan besar: mereka yang menjauhinya karena tak ingin ikut terlibat dan mereka yang berusaha terlalu keras untuk menjadi pahlawan dan malah membuatnya semakin merasa bersalah.

Andrea adalah pengecualian. Ia adalah orang yang selalu bisa menanggapi kekacauan hidupnya dengan santai dan membuatnya merasa dunia sedang baik-baik saja.

Btw, itu apa ya putih-putih?

Tiba-tiba saja Andrea kembali mengomentari fotonya.

Kina mengernyitkan dahinya dan memperhatikan foto itu dengan lebih teliti. Benar, seperti kata Andrea, ada sebuah benda putih kecil yang tampak kontras di tengah rawa hijau. Awalnya ia mengira benda itu hanyalah sebongkah sampah yang dibuang sembarangan dan mengapung di atas rawa.

Dengan dua jari, ia memperbesar tampilan foto itu. Meski sedikit pecah, kini ia bisa melihat objek itu dengan lebih jelas: bentuknya lonjong, atau mungkin tabung. Warnanya tidak benar-benar putih, tapi sedikit kusam karena kotor.

Guling.

Ia membalas singkat.

Guling? Yakin itu guling? Ngapain ada guling di situ?

Mana gue tau? Mungkin ada orang yang buang barang bekas sembarangan?

Sis, gue curiga. Jangan-jangan itu ....

Apa? Pocong, maksud lu?

Hahaha. Gue nggak bilang gitu.

Kina kembali mengamati objek putih di fotonya. Ia ingat, hantu pocong yang legendaris itu memang seringkali diasosiasikan dengan guling, semata-mata karena kemiripan bentuk di antara keduanya. Pada film-film horor lawas, biasanya ada adegan guling yang berubah menjadi pocong saat dipeluk oleh tokoh utamanya.

Ia kembali menoleh ke luar jendela, mencoba membandingkan pemandangan di foto dengan kondisi sesungguhnya di luar jendela. Ia merasa perlu memastikan bahwa objek putih yang dilihatnya itu memang benar-benar ada di dunia nyata. Sayangnya, ia tak berhasil.

Pada genangan rawa di luar jendela sana, ia hanya melihat tumbuhan-tumbuhan air yang berkerumun liar. Tak ada yang lain. Mungkin ini akibat matanya yang semakin minus karena menatap layar laptop terlalu lama setiap malam. Ia pun mengambil kacamata dari laci mejanya--sebuah kacamata yang cukup tebal dan selalu membuatnya merasa seperti kutu buku. Namun bahkan dengan bantuan kacamata tebal pun, ia masih tak dapat melihat guling itu di sana.

Ini memang aneh, tapi tidak sampai membuatnya ketakutan. Beberapa bulu romanya sempat berdiri, tapi ia masih bisa membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang logis. Mungkin saja memang ada sebuah guling di rawa itu tadi. Lalu, setelah ia memotretnya, guling itu menyelam ke dalam rawa dan menghilang dari pandangannya.

Lalu, bagaimana mungkin sebuah guling bisa menyelam dengan sendirinya? Banyak alasan. Mungkin seekor katak melompat di atasnya, dan berat katak itu membuat guling terdorong ke bawah, kemudian terjerat akar-akar tumbuhan hingga pada akhirnya tenggelam. Mungkin.

Suara adzan Maghrib terdengar sayup-sayup dari kejauhan. Kina mulai bisa melupakan guling aneh itu. Semburat senja akhirnya menghilang dari langit dan berganti dengan kepekatan malam. Obrolan mereka beralih menjadi soal makan malam.

Kina, nanti malam gue tunggu makan malam di kafe biasa.

Jauh, dong? Malam ini gue ada deadline.

Nggak lama kok. Gue mau cerita soal sesuatu, berdua.

Soal apaan?

Soal pocong.

Sialan.

Hahaha. Bukan. Soal cowok.

Oke. Tapi gue mau ditraktir. :-3

Siap!

Lampu-lampu kamar di kos-kosan empat lantai itu sudah hampir menyala semua. Kina mengambil jaket dan bersiap keluar kamar. Saat hendak menutup tirai jendela, tiba-tiba saja ia menyadari keberadaan guling itu, lagi-lagi di tempat yang sama.

Bedanya, di tengah kegelapan malam, guling itu tampak lebih putih dan lebih bersinar dari sebelumnya: diam, dingin, mengambang,

Kina menggosok-gosok matanya, tapi pemandangan itu masih tak berubah. Ia mengambil ponsel, lalu memotretnya. Ia ingin memastikan, apakah guling itu akan menghilang lagi seperti tadi?

Ia tak memalingkan wajahnya dari jendela bahkan saat berkali-kali menekan tombol shutter. Guling itu tetap bergeming di sana, tak menghilang atau tenggelam seperti yang ia bayangkan. Ia menghela napas lega. Tak ada yang aneh. Apa yang ia alami sore tadi mungkin hanya kebetulan. Namun, saat memeriksa hasil fotonya itu, jantungnya tertahan sejenak. Di layar ponsel itu tak ada guling. Foto itu hanya berisi pemandangan rawa yang nyaris gelap gulita, tanpa satu pun benda putih yang mengambang di tengahnya.

PelukWhere stories live. Discover now