10

63 14 4
                                    

Mereka saling tatap. Sepasang mata Kina dan sepasang mata ular itu, seolah ada gaya gravitasi di antara mereka yang saling tarik-menarik. Entah sejak kapan, tapi ular itu telah tumbuh menjadi lebih panjang lagi. Kini tingginya sekitar tiga meter, membuat Kina harus mendongak ketika menatap matanya.

Ular itu tidak terlihat sepert ular apa pun yang pernah Kina lihat di dunia nyata. Ia lebih mirip seekor cacing, tetapi memiliki taring seperti kobra dan tubuh yang licin seperti belut.Jika ular itu bisa bicara, apakah itu artinya ia bisa diajak berkomunikasi? Mungkin ia tidak sebuas kelihatannya. Mungkin Kina bisa menyelamatkan diri dengan menuruti keinginan makhluk ini. Pikiranya, bukankah guling itu hanya ingin dipeluk?

Tiba-tiba ide itu muncul dalam benak Kina. Ya, guling itu hanya ingin dipeluk. Itulah keinginannya. Ia hanya kesepian dan menginginkan simpati. Jika ia memeluknya sekali lagi, mungkin ia akan memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri, atau malah ia akan dikembalikan ke dunia asalnya. Ide ini mungkin terasa konyol beberapa waktu yang lalu, tapi setelah melihat segala keanehan yang terjadi di alam misterius ini, ia merasa apa pun dapat terasa masuk akal.

Kina pun membentangkan kedua lengannya, memberi ruang kepala ular itu untuk jatuh ke dalam pelukannya. Memang menjijikan. Ia tahu itu. Membayangkan tubuh licin dan lunak makhluk itu menempel pada tubuhnya membuatnya merinding. Apalagi jika melihat ukuran diameter tubuhnya sekarang, sepertinya ia tidak akan bisa melingkari badan ular itu dengan kedua tangannya. Mungkin malah ia sendirilah yang akan dipeluk dan dililit olehnya.

Melihat tangan Kina terbuka lebar, ular itu awalnya hanya mendesis. Ia menggerak-gerakkan kepalanya, seolah sedang menilai maksud Kina. Namun tanpa aba-aba terlebih dahulu, tiba-tiba saja ia melesat cepat ke arah Kina. Jantung Kina berhenti berdetak. Dalam sepersekian detik, ia menyadari bahwa ular yang ini tidak ingin memeluknya. Ia ingin membunuhnya. Kina hampir saja merasa pasrah, tapi tubuhnya bergerak sendiri. Sebuah refleks yang selama ini tak pernah ia miliki menuntunnya untuk melompat ke samping.

Gerakan ular itu sangat cepat dan langsung melesat ke belakang tubuh Kina. Kina tejatuh di antara bebatuan, kemudian membalikkan badan dan berusaha mengendalikan tubuhnya yang gemetar. Ia pernah merasakan sensasi semacam ini saat hampir tertabrak truk di jalanan, tapi ini beberapa kali lebih menakutkan.

Saat mencoba bangkit, tiba-tiba saja Kina menyadari bahwa tangan kirinya telah tiada. Tubuhnya berhenti sampai lengan. Di bawah bahunya, hanya ada sisa potongan otot yang terkoyak, sementara darah mengucur keluar dan pandangannya berkunang-kunang. Ia mengalihkan pandangannya ke arah sang ular, dan ia melihat potongan tangan kirinya kini sedang berada di sela-sela mulut sang ular. Sambil memandangi mangsanya, ular itu dengan tenang menyeruput tangan Kina hingga tak ada satu jari pun yang tertinggal di luar.

Kina menjerit histeris. Rasa sakit menjalar cepat ke seluruh tubuhnya. Ia pikir ia akan mati karena syok atau kehabisan darah, tapi beberapa detik kemudian rasa sakit yang ia rasakan justru semakin berkurang. Rasanya seperti ada yang menyuntikkan anestesi ke dalam tubuhnya dalam waktu yang sangat singkat.

Saat ia melirik ke arah lengannya, ia melihat tangannya mulai tumbuh kembali. Awalnya, bentuk tangan yang tumbuh itu tidak seperti daging, tetapi lebih mirip tanah liat yang dipilin memanjang, kemudian tanah liat itu mulai bercabang, cabang-cabangnya saling menjalin dan menganyam satu sama lain, membentuk otot, pembuluh darah, daging, dan segala pembentuk tubuh biologisnya. Tak sampai satu menit, tangan Kina telah kembali nyaris sempurna. Ia merasa lega, kagum, tapi juga sekaligus ketakutan. Regenerasi instan seperti ini hanya pernah ia lihat di dalam film, tapi kini benar-benar terjadi kepadanya.

Di saat ia sedang terkagum-kagum dengan apa yang terjadi pada tubuhnya itu, sang ular kembali mendesis. Ia memundurkan posisi kepalanya, seperti sedang bersiap menerkam. Kalau sekarang ia kembali menerkam maka Kina tak akan punya waktu lagi untuk menghindar. Ia menarik napas dalam. Kina bersiap-siap untuk hancur. Kalau ular itu langsung menelan seluruh tubuhnya bulat-bulat, sepertinya ia tak akan punya waktu untuk kembali memulihkan dirinya.Belum sempat ular itu melancarkan serangannya, tiba-tiba sebuah anak panah meluncur dan menancap pada mata kirinya. Sebuah desisan panjang keluar dari mulut sang ular. Bersamaan dengan itu, Ryan muncul dari balik tebing dan berlari menghampiri Kina. Sekarang Kina baru mengerti kegunaan busur dan panah yang dibawa-bawa oleh Ryan. Bukan untuk berburu, melainkan untuk membela diri melawan serangan ular raksasa ini.

Ryan menarik lengan Kina, kemudian mengajaknya berlari sekuat tenaga sambil mengabaikan bekas luka di tangannya.

"Di tempat ini, semua luka pasti sembuh, asalkan kita nggak menyerah," ujar Ryan.

Kina mengangguk. Ia merasa kalimat itu sangat memotivasi dirinya meskipun ia tengah berada di dunia yang sangat aneh ini. Ia berusaha mengimbangi kecepatan lari Ryan yang tampaknya memiliki stamina luar biasa.

Namun sekencang apa pun mereka berlari, ular itu terus bergerak mendekat, menggeliat licin dan gesit. Tampaknya indra pengelihatan ular itu sama sekali tak terpengaruh oleh anak panah yang menancap di matanya. Sepertinya ular itu punya mata di mana-mana. Tak mengherankan, mengingat mereka sekarang sedang berada di dalam sang ular. Segala sesuatu adalah dirinya.

Ryan menunjuk tebing yang berjarak sekitar sepuluh meter dari mereka. Sepertinya untuk menyelamatkan diri dari ular ini, mereka harus memanjat tebing. Namun rencana itu sepertinya bukan rencana yang bagus, sebab ular itu bisa menyambar mereka kapan saja ketika mereka sedang bersusah payah memanjat bebatuan terjal itu.

"Kita harus manjat?" tanya Kina.

"Nggak! Lihat di sana!" kata Ryan.

Kina berusaha mengatur napasnya dan memicingkan mata. Benar, di salah satu bagian tebing itu, ia dapat melihat sebuah celah kecil. Bukan gua, hanya sebuah celah di antara bebatuan yang sepertinya cukup dalam. Mungkin itu adalah jalan pintas yang tak bisa dimasuki sang ular.Melihat lubang itu, secercah harapan kembali muncul dalam benak Kina. Sayangnya, sebelum mereka berhasil tiba di dekat celah itu, langkah mereka berhasil disusul oleh sang ular, yang kemudian segera menggunakan tubuh lenturnya untuk menghadang mereka.

"Kina! Aku bakal mancing dia, kamu lari dan masuk ke celah di sana!" teriak Ryan.

Ular itu mungkin mendengar ucapan Ryan dan mengetahui rencana mereka, tapi ia tampak tak peduli. Ia memilih untuk mengikuti Ryan dan mengabaikan Kina.

Kina tahu apa maksud Ryan. Laki-laki itu ingin mengorbankan diri demi keselamatan dirinya. Meski Ryan berkali-kali menembakkan anak panahnya ke arah ular itu, tapi tak banyak yang terjadi. Ular itu hanya mundur beberapa jengkal, mendesis sedikit, tapi kembali menyerang.Namun apa lagi yang bisa ia perbuat? Jika pria itu sudah memutuskan untuk berkorban, itu artinya memang tak ada jalan lain. Ia pun menuruti perintah Ryan dan berlari masuk ke celah kecil di antara bebatuan. Ia pikir tubuhnya tak akan muat masuk ke dalam celah itu, tapi dinding-dinding bebatuan itu seperti membuat tubuhnya menciut. Ia terus mengecil, masuk ke dalam lorong hitam yang seperti menyedotnya semakin dalam.

Samar-samar, ia dapat mendengar suara yang memanggilnya dari belakang. Suara Ryan yang memanggil namanya. Ia merasa pernah mendegar panggilan itu sebelumnya.

"Kina. Kinara. Kinara Saraswati."

Kali ini ia menoleh ke belakang. Ia dapat melihat dari celah itu bagaimana sang ular tengah menggigit kaki Ryan, mengayunnya ke kanan dan kiri. Wajah Ryan mengarah kepadanya, seolah dari jarak sejauh itu ia masih dapat menatap ekspresi wajah Kina.

"Ryan!" teriak Kina.

Teriakan itu memang tak akan menyelamatkan Ryan, tapi setidaknya ia tahu bahwa Kina telah mendengar panggilan terakhirnya. Tak lama kemudian, tanpa peduli emosi apa yang sedang membuncah di antara kedua manusia itu, sang ular menghisap dan menyeruput seluruh tubuh Ryan seperti sedang menyantap spageti.

PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang