8

66 20 2
                                    


"Jangan takut," kata Ryan sambil menunduk, kali ini ia tidak mengenakan kacamatanya.

Kina bangkit berdiri, kemudian mundur selangkah, mencoba menjaga jarak dari lelaki itu.

Ia masih teringat dengan sosok Ryan yang terakhir kali ia temui. Dalam benaknya, ia merasa mengenal empat orang sosok Ryan. Pertama adalah teman sekampusnya yang kutu buku dan tak akrab dengannya. Kedua adalah pacar rahasia yang berhasil merebut hatinya. Ketiga, lelaki brengsek yang tidur dengan sahabatnya sendiri. Keempat, manusia aneh yang mengoceh tentang "guling tuhan" yang kesepian.

Kina tidak tahu Ryan mana yang ada di hadapannya sekarang.

"Aku nggak akan nyakitin kamu, Kina," ucap pria itu.

Mendengar kalimat itu, Kina tiba-tiba saja merasa mual dan ingin memuntahkan seisi perutnya. Apakah pria itu sekarang sedang mengejeknya? Bagaimanapun, situasinya sekarang terasa sangat tidak masuk akal. Tidak ada lagi yang bisa ia percayai.

Kina membungkuk, mengambil sebuah batu yang cukup besar, kemudian mundur selangkah lagi. Ia masih tidak bisa melupakan senyum mengerikan yang melingkari wajah Ryan. Entah ada hubungan apa antara Ryan dengan guling misterius itu, tapi ia merasa harus melindungi dirinya sendiri.

Ryan maju selangkah, tapi berhenti ketika melihat Kina mengangkat tangannya.

"Kalau lo maju selangkah lagi, gue hajar kepala lo!"

"Tenang! Tenang dulu!"

"Tenang gimana, Bangsat!"

"Ryan di luar sana bukan Ryan sebenarnya! Aku Ryan yang sebenarnya!"

Kina mengernyitkan dahinya. "Di luar sana?"

"Iya, di luar sana."

"Di luar sana?"

"Di luar guling."

Kina terdiam sesaat, mencoba memahami maksud kata-kata Ryan. Genggaman tangannya pada batu itu mulai melemah. Ia mendengarkan suara angin yang membelai dedaunan, suara gemericik angin dan kicauan burung, lalu tak mampu membayangkan apa yang ada "di luar sana".

"Aku tau itu kedengaran nggak masuk akal, tapi begitulah kenyataannya."

"Bullshit!"

"Ikut aku. Kalau kamu lihat dari atas sana, kamu akan paham," ucap Ryan sambil menunjuk ke arah puncak bukit paling tinggi yang terletak di belakang Kina.

Ia berjalan ke arah yang berlawanan, kemudian dengan gerakan kepalanya ia memberi kode kepada Kina agar mengikutinya. Awalnya Kina berencana mengabaikan ajakan itu, sebab ia tidak yakin bahwa ia bisa mempercayai Ryan. Namun ketika melihat alam di sekitarnya yang sangat asing, liar, dan tak ada tanda-tanda peradaban manusia lainnya, ia merasa tak punya pilihan lagi. Tempat ini mungkin terlihat indah sekarang, tapi entah bagaimana setelah gelap datang.

Akhirnya, Kina mengikuti Ryan sambil tetap berusaha menjaga jarak. Mereka menyusuri jalan rerumputan yang semakin lama terasa semakin menanjak. Sepanjang perjalanan, ia tak henti-hentinya mengagumi pegunungan misterius ini.

Di sini tak ada polusi, bahkan mungkin tak ada kuman dan penyakit. Dalam setiap tarikan napas yang ia ambil, ia benar-benar meneguk udara bersih yang membuat paru-parunya terasa segar. Mungkin hal itulah yang membuat pikirannya menjadi lebih tenang dan bersedia medengarkan penjelasan Ryan selama perjalanan.

"Ryan yang di sana pernah cerita, kan, tentang bagaimana dia pernah diculik UFO?" tanya Ryan.

"Iya. Waktu itu lo manggil-manggil gue dan Andrea di stasiun, terus karena gue nggak nengok, lo mau bunuh diri, terus lo ngelihat UFO dan lo kejar UFO itu. Yang itu, kan? Cerita itu betul?"

PelukWhere stories live. Discover now