0

183 28 0
                                    


Kina tidak begitu ingat bagaimana ia bisa sampai di sini. Di hadapannya, sepasang mata membuka lebar. Samar-samar, ia dapat melihat pantulan wajahnya pada kedua bola mata itu, seolah identitasnya sedang direkam. Ia benci itu, jadi ditekannya pisau itu lebih dalam lagi.

Sepasang mata itu membuka semakin lebar, seolah kedua bola mata di dalamnya sebentar lagi akan melompat keluar dan menggelinding. Suara erangan terdengar terputus-putus, sementara darah segar keluar dari lubang yang dikoyak pisau, mengalir melewati tangan Kina dan menetes ke lantai.

Ia memutar pisau itu ke kanan dan ke kiri, berusaha membuka celah itu lebih lebar lagi dan mengalirkan lebih banyak rasa sakit. Erangan itu semakin jelas terdengar, berganti-ganti dengan ringisan dan jeritan, lalu ia dapat mendengar namanya diucapkan dengan suara yang parau dalam sebuah pertanyaan.

"Kina? Kenapa? Kenapa, Kina?"

Kina menarik pisau itu sekuat tenaga. Ia nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangannya. Ia tidak menyangka bawa tubuh orang itu ternyata sekeras itu. Saat pisau itu lepas dari tubuhnya, orang itu pun ambruk ke lantai. Ia memegangi lubang di perutnya dan mulai menjerit.

Kina menarik napas dalam dan berusaha berdiri tegap, mengabaikan jeritan yang semakin menusuk gendang telinganya.

"Kenapa?" tanya Kina retoris. "Mungkin maksudnya, kenapa baru sekarang? Iya, kenapa baru sekarang, ya?"

Rintihan dari mulut orang itu berubah menjadi isak tangis. Setiap langkah Kina berjalan mendekat ke arahnya, semakin sering ia mengucapkan kata tanya itu: Kenapa? Kenapa? Kenapa?

Tanpa memberikan jawaban, Kina mengayunkan pisaunya ke tubuh orang itu, menghunjamkannya berkali-kali di berbagai lokasi hingga kata-kata tanya itu reda dengan sendirinya.

Beberapa detik kemudian, suasana menjadi sepi. Satu-satunya suara yang tertinggal adalah suara napas Kina yang teengah-engah.

"Akhirnya ... akhirnya udah nggak berisik lagi. Sekarang gue bebas," ujar Kina sambil memandangi tubuh itu.

Tampaknya tubuh itu sudah tidak bernyawa. Kina akhirnya melakukan hal yang sejak lama tak pernah berani ia lakukan. Sebuah sensasi euforia menjalar dari ujung kaki hingga ke ubun-ubun kepalanya, lalu pada akhirnya meledakkan sebuah tawa. Kina tak bisa berhenti tertawa sambil memeluk tubuhnya sendiri.

PelukWhere stories live. Discover now