Chapter 2 : A Valuable Lesson

104 11 2
                                    

Okay, sebelumnya aku ingin menjelaskan kepadamu perbedaan antara kau—manusia, dengan aku—malaikat. Pada dasarnya jalan hidup kita sama, yang membedakan hanya tiga hal:

Pertama, aku sudah mati—maksudku, ragaku yang sudah mati, tetapi roh dan jiwaku masih akan tetap hidup selamanya. Termasuk perasaan dan emosiku, aku akan merasakan hal-hal seperti yang kalian rasakan, seperti marah, sedih, senang, bahagia,dan jatuh cinta, misalnya. Tunggu, apakah aku menyebut kata jatuh cinta? Ah sudahlah, lupakan.

Kedua, aku tipis dan bisa ditembus oleh apapun di bumi, tapi hal ini tidak berlaku di akhirat—duniaku, buktinya tadi aku menabrak Brian.

Dan yang ketiga, aku bisa terbang karena aku punya sayap—yang berpendar ungu tentunya.
Aku juga, maksudku, kami—para malaikat, bisa memunculkan dan menghilangkan sesuatu, seperti mengganti pakaian kami, membangun rumah kami, hanya dengan menutup mata dan membayangkannya, sangat asyik bukan?

Intinya adalah perbedaan kita hanyalah, aku sudah meninggal dan kau masih hidup. Selebihnya? Sebagian besar sih sama, misalnya, aku punya rumah, aku punya sesuatu untuk dikerjakan—sama seperti manusia, mereka menyebutnya 'pekerjaan', hanya saja kami tidak digaji dengan yang kalian sebut uang, kami digaji dengan liburan yang menyenangkan, ya meskipun memiliki batas waktu, setidaknya sampai kami mendapatkan tugas kami yang baru.

Aku juga berjalan kalau aku sedang tidak ingin terbang, aku juga 'tidur'—aku lebih suka menyebutnya istirahat, karena 'tidur' terlalu manusiawi, dan satu lagi, seorang malaikat juga merasakan jatuh cinta. Entahlah, aku belum pernah merasakannya, di alam fana sekalipun, aku serius! Aku kan masih 15 tahun dan akan selamanya tetap begitu. Kalau sekarang, aku tidak tahu.
Aish. Kenapa malah membahas hal ini?

Kami para malaikat juga tidak bertambah tua, karna kami sudah mati.

*Keesokan harinya*

Hari ini aku akan menjalankan rencana gilaku untuk mengambil kalung Dewi Aurora yang berhasil mencuri perhatianku.

Andai saja Bella tidak mengomeliku semalaman, aku pasti akan mengajaknya. Hanya saja ia sangat cerewet, terlalu cerewet untuk gadis seusia kami. Makanya aku tidak mengajaknya dan melancarkan tugasku sendiri.

Pertama, aku harus memastikan Dewi Aurora sedang tidak berada di ruangannya di istana Akhirat. Setelah itu, aku harus mengamati setiap penjaga yang mengawal ruangannya, barulah aku bisa menjalankan rencanaku.

Samar-samar kulihat Dewi Aurora sedang berada di ruang Dewan, yakni ruang dimana para Dewa dan Dewi berkumpul untuk membahas segala hal yang menyangkut Akhirat, seperti pembagian tugas para malaikat atau tentang pelaksanaan pesta kenaikan jabatan.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang dan berkata, "Hei, apa yang kau lakukan disini?" Aku sontak kaget dan berteriak, "Astaga! Kau ingin membunuhku ya?"

"Apa maksudmu? Kau memang sudah mati, nona." Katanya dengan wajah ingin menertawaiku. Ugh, andai saja kau bukan penjaga istana yang tampan, sudah ku cakar wajah gantengmu itu.

"Kau mengagetkanku, Tuan." Kataku sambil memberikan penekanan pada setiap kata-kataku.

"Maafkan aku, nona. Kau belum menjawab pertanyaanku, apa yang kau lakukan di depan ruang Dewan?" Tanyanya sekali lagi lalu menatapku curiga.

"Aku.. aku tidak sengaja lewat tadi dan aku hanya mengintip sebentar." Jawabku sudah berusaha jujur.

"Tidak ada yang bisa melewati ruangan ini, apalagi mengintip. Kau tahu itu kan?" Tegurnya dengan nada seperti menggodaku. Dasar pria tampan!

"Baiklah, maafkan aku. Aku akan pergi sekarang." Lagipula urusanku disini sudah selesai, aku akan melanjutkan rencanaku menuju ruangan Dewi Aurora.

Obsesiku terhadap kalung itu masih terus menyala berapi-api. Aku seperti terhipnotis olehnya.

Kemudian kulanjutkan perjalananku menuju ruangan Dewi Aurora. Kulihat masih ada beberapa penjaga disana, mungkin 3 atau 4 orang.

Bagaimana ini? Bagaimana caraku mengalihkan perhatian mereka?

Aku langsung teringat tidak ada yang boleh masuk ke ruangan tersebut, termasuk...
Anjing-anjing kecil!

Segera kututup mataku dan membayangkan aku mempunyai 1000 anak anjing. Dengan sekejap mata muncul anjing-anjing malaikat yang langsung berlarian menuju para penjaga tersebut.
Sontak saja mereka langsung mengusir anak-anak anjing tersebut.
Kerja bagus anjing-anjing kecil!

Aku pun langsung melesat menuju ruangan Dewi Aurora dan cepat-cepat masuk kedalamnya sebelum aku tertangkap oleh penjaga-penjaga itu. Ku kunci ruangan tersebut lalu mataku menyapu seluruh ruangan untuk mencari kalung ungu yang cantik tersebut. Dan, got you!

Sebuah kalung silver dengan kristal ungu yang menggantung indah di tengahnya terletak di meja rias ruangan ini.

Aku langsung menyambarnya dan memperhatikannya lekat-lekat, sungguh indah.
'Kamu milikku sekarang' ucapku sambil mengelus kalung tersebut.

"Rebecca!!!" Kudengar sebuah teriakan memanggil namaku. Dan ketika aku berbalik, oh tidak!

"Dewi Aurora..."

***

Ugh, akan sampai kapan aku disini?
Aku ini seorang malaikat dan tugasku sebagai penyelamat arwah.
Aku ingin menjalankan tugasku seperti teman-temanku yang lain. Bukannya terperangkap dalam ruangan yang menyebalkan ini.

Ya, aku akui ini semua karena kecerobohanku sendiri. Aku menyesal. Aku sangat menyesal.

"Rebecca, ikut denganku. Ada yang ingin kubicarakan." Kudengar suara Dewi Aurora dari balik pintu penjara sialan ini.
Seseorang, tolong aku, aku sangat takut.

Kubuka pintu ini dengan perlahan dan ku lihat Dewi Aurora. Wajah cantiknya yang biasa kulihat, digantikan oleh wajah amarah yang sangat mengerikan.

"Maafkan aku, Dewi Aurora. Mohon dengarkan penjelasanku." kataku langsung setelah Dewi Aurora membalikkan badan menghadapku.

"Kenapa kau menyelinap masuk ke dalam ruanganku? Apa yang kau cari?" Tanyanya dengan masih menunjukkan wajahnya yang penuh amarah.

"Sekali lagi maafkan aku, Dewi Aurora. Aku tidak bermaksud..." aku hendak melanjutkan kata-kataku tapi aku takut Dewi Aurora akan semakin marah jika aku menceritakan semuanya.

"Dengarkan aku, Rebecca. Kau tahu itu adalah perbuatan yang tidak terpuji, dan itu akan berdampak terhadap apa yang sudah kau dapatkan selama ini." Jelas Dewi Aurora lalu menatap sayap berpendarku.

"Kumohon jangan!!! Aku akan melakukan apapun untukmu asal kau tidak mengambil sayapku. Aku bersedia melakukan apapun." rengekku meminta agar Dewi Aurora tidak melakukan apapun yang dapat membuatku menyesal.

"Baiklah. Tapi kau harus berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Sekarang kuperintahkan padamu untuk pergi ke perpustakaan dan mempelajari segala peraturan yang ada. Aku tidak akan segan membuangmu kembali ke dunia kalau-kalau kau melakukan satu pelanggaran pun." Jelas Dewi Aurora lalu pergi meninggalkanku sendirian.

Demi apapun, aku menyesal.

Rebecca: Life After DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang