Chapter 10 : The Triplet Kids

64 1 8
                                    

Kurasa aku tersadar terlalu pagi.

Kulihat langit masih gelap. Sepertinya matahari baru akan muncul 2 jam lagi.

Aku berjalan sendirian meninggalkan tempat peristirahatan menuju tengah hutan.

Aku melewati tidak terlalu banyak hal, hanya beberapa pohon tinggi dan lebat, aliran sungai, serta tumbuhan-tumbuhan kecil. Aku berjalan di pinggiran sungai menikmati setiap keindahan disini.

Berada di tengah hutan sepagi ini, apalagi berjalan di sekitar sungai, meskipun ragaku sudah tidak bernyawa, aku bisa merasakan energi positif di dalamnya. Mengingatkan aku tentang perjalananku bersama teman-teman sekolah pada saat libur panjang kelulusan. Rasanya aku merindukan mereka. Sekarang pasti mereka menjadi sedikit lebih dewasa, sementara aku, akan tetap menjadi diriku yang sekarang ini.
Tidak apa, setidaknya aku awet muda.

Terlalu serius memperhatikan seisi hutan membuatku tersandung.

Ha? Aku? Tersandung?

Kuperhatikan sekitarku dan mencari apa yang dengan sangat tega menyandung kakiku. 

Sebenarnya bukan itu masalahnya.

Faktanya adalah aku hanya bisa tersentuh oleh sesuatu yang tidak nyata sama sepertiku.

Lalu apa?

Aku kemudian mencari-cari sesuatu ini.

Sebenarnya aku tidak menemukan apapun, kecuali sebuah sepatu boots kecil berwarna putih tergeletak kira-kira 5 langkah dibelakangku.

Apa ada roh anak-anak di sekitar sini?

Kuperhatikan sekitarku, tidak ada siapapun. Sampai akhirnya aku mendengar sesuatu.

"Lila, bagaimana mungkin kau kehilangan sepatu saat kita bermain air?"

Kudengar suara anak kecil sedang mengomel. Aku mengernyitkan alis. Berarti aku tidak sendiri di pagi hari seperti ini. Tapi apa yang dilakukan anak-anak kecil sepagi ini ditengah hutan?

Ya, aku tahu mereka sudah tak bernyawa. Tapi tetap saja aku merasa aneh.

"Berhentilah mengomel, Ella. Kau ingin membantuku mencarinya atau tidak?"

"Apa kalian hanya akan terus bertengkar? Teruslah mencari, atau kita akan dimarahi ibu."

Aku memperhatikan mereka berjalan dari kejauhan, ternyata mereka kembar tiga. Wajahnya mirip satu sama lain. Aku hampir tidak bisa membedakan mereka.

Karena kutahu apa yang sedang mereka cari, aku mencoba mendekat.

"Apa kalian mencari ini?" aku memperlihatkan sepatu yang kutemukan. Dan ya, si pemilik langsung meloncat kegirangan.

"Ya, ini milikku! Terimakasih sudah menemukannya." katanya langsung memelukku.

Aku tersenyum. Sudah lama aku tidak bertemu anak-anak kecil.

"Kalian bertiga kembar?"

Mereka mengangguk bersamaan. Duh, lucunya.

"Aku Ella, kakak pertama."

"Aku Mila, kakak kedua."

"Aku Lila, si bungsu yang paling cantik. Terimakasih sudah menemukan sepatuku."

Ternyata untuk membedakan mereka adalah rambut mereka. Ella dengan rambut terurai, Mila dengan rambut dikuncir satu, dan Lila dengan rambut dikuncir dua. Mereka sangat lucu.

"Dan Aku Rebecca. Sama-sama."

"Oh ya. Mengapa kalian berada di tengah hutan sepagi ini, hm?"

"Kami mencari sepatu Lila yang hilang." jawab Mila.

"Aku kehilangan sepatuku saat bermain di sungai ini kemarin sore." Lila melanjutkan.

"Dan kami tidak mengerti bagaimana Lila bisa kehilangan sepatunya." sambung Ella.

Aku menatap Lila sambil tersenyum.

"Aku lupa." jawab Lila dengan wajah sedih.

"Hampir saja kita dimarahi ibu." kata Ella lagi.

"Sudahlah. Sepatunya sudah ditemukan. Sebaiknya kita pulang, nanti ibu mencari kita." kata Mila.

"Ya, sebaiknya kalian pulang. Hati-hati ya."

"Baik, Kakak." Jawab mereka serentak.

Mereka lucu sekali.

Ingin rasanya aku mempunyai adik seperti mereka.

Kuperhatikan mereka berjalan pergi meninggalkan aku. Rasanya ada yang aneh.

Aku seperti melihat sesuatu.

Ku kedip-kedipkan mataku untuk melihat secara jelas bahwa aku tidak salah liat.

Ya, Aku tidak salah liat. Mereka berpendar.

***

Usahaku untuk menyusul mereka sia-sia, mereka seperti menghilang.

Apa mereka adalah bagian dari ketujuh malaikat itu?

Tapi, mengapa anak-anak kecil?

Aku sungguh tidak mengerti.

Kebingunganku langsung buyar saat aku bertemu Pangeran Han tidak jauh dari tempatku bertemu anak-anak kecil itu.

"Hei, kau sedang apa?" aku langsung menyapa.

"Aku bosan di gua tempat peristirahatan, kulihat kau tidak ada disana makanya aku mencarimu. Kau? Sedang apa di tengah hutan sepagi ini?" ia malah balik bertanya.

"Aku? Aku hanya jalan-jalan. Sama sepertimu aku bosan makanya aku jalan-jalan. Lagipula pemandangan hutan pagi ini sangat indah."

"Hm, begitu ya." Han mengangguk.

"Ya begitulah." Aku berjalan pelan kembali menuju gua. Kulihat Han mengikutiku.

"Rebecca, ada yang ingin kubicarakan padamu."

"Bicaralah. Aku akan mendengarkan."

"Tentang semua usahamu untuk menyatukan aku dan Bella. Sebenarnya aku tidak suka padanya."

"Kau tidak menyukai sahabatku?" aku berbalik arah.

"Aku menyukaimu, Rebecca. Bukan Bella." Han mencoba menggenggam tanganku namun aku menepisnya.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak tahu. Aku hanya..menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu di kerajaan."

"Tidak mungkin."

"Apanya yang tidak mungkin?"

"Kau tidak mungkin menyukaiku." Aku menghela nafas, "Kalaupun memang benar, kau tidak bisa."

"Kenapa tidak bisa?"

"Apa kau tidak berpikir? Bella adalah sahabatku, dan dia menyukaimu. Aku tidak mau membuatnya kecewa."

"Tapi, Rebecca..."

"Sudahlah, Pangeran Han. Sebaiknya melupakan perasaan sukamu itu. Lagipula aku menyukai orang lain dan itu bukan kau."

"Baiklah. Kuharap kau tidak memaksaku untuk menyukai sahabatmu."

Aku dan Pangeran Han terdiam untuk beberapa saat. Sampai aku angkat bicara mengingat kejadian tadi aku bertemu dengan si kembar tiga.

"Aku menemukan ketiga malaikat yang kita cari."

"APA?" aku mengernyitkan alis melihat Han berteriak cukup keras.

"Maksudku, benarkah? Wah, baguslah."

Aku langsung menaruh kecurigaan padanya karna ia tiba-tiba saja bersikap aneh.

"Ada apa denganmu? Apa kau baik-baik saja?"

"Aku.. baik-baik saja."

"Kau terlihat sedikit aneh."

"Sebaiknya kita kembali. Mereka pasti akan khawatir kalau melihat kita berdua tidak ada disana."

"Baiklah."

Rebecca: Life After DeathWhere stories live. Discover now