Chapter 12: Fake

50 2 8
                                    

Aku kembali menuju tempat peristirahatan, kali ini aku benar-benar kembali.

Sesampaiku di depan gua, kulihat Pangeran Han dan Bella sudah tak lagi disana, mungkin mereka semua berada di dalam gua. Aku berlari kecil karena ingin cepat-cepat kuceritakan semuanya.

"Rebecca, kau darimana saja?"

Alexandra langsung menghampiriku.

"Bagaimana kelanjutan kasus ini? Aku belum mendapatkan apa-apa. Padahal ini tugasku, tapi rasanya aku belum melakukan apapun." Bella menyahut.

"Tak apa, Bella. Setidaknya kau sudah berusaha." Kata Pangeran Han. Bella tersenyum.

Aku ingin ceritakan semuanya, tapi tidak tahu ingin memulai darimana.

"Kalian semua bagaimana?" Tanyaku lalu menatap mereka satu per satu.

"Rebecca, Malaikat Pencabut Nyawa itu berpendar hijau, 'kan?" Tanya Flo.

"Ya, pendar hijau sangat cerah. Namanya Brian." Jawabku.

"Tepat sekali. Aku banyak mengenal mereka—para Malaikat Pencabut Nyawa, tapi satu-satunya yang sering bertingkah aneh adalah si Brian itu."

"Kau mengenal Brian?" Tanyaku.

"Si Kutu Buku aneh, dia adalah temanku dulu, tidak terlalu akrab, tapi aku mengenalnya cukup baik. Semenjak aku ditugaskan kesini, aku belum pernah bertemu dengannya lagi."

"Oh iya, Rebecca. Mengenai pertemuan Kakek dengan si Malaikat Pencabut Nyawa itu, aku sudah mencari tahu, aku mendapatkan fakta bahwa tenyata mereka terlibat pertukaran nyawa." Pangeran Han melanjutkan.

"Pertukaran nyawa?" Aku mengernyitkan alisku.

"Ya, pertukaran nyawa. Malaikat itu meminta nyawa dari para keturunan kami, aku tidak mengerti tujuannya apa. Tetapi yang pasti, setiap nyawa yang ia ambil, tidak ada yang bisa melewati Jembatan Akhirat."

"Dan apa yang didapatkan oleh kakekmu?—maksudku, dari pertukaran nyawa ini." Tanyaku lanjut.

"Aku tidak tahu pasti, sepertinya bukan hal yang baik." Pangeran Han menggeleng.

"Teman-teman, sebenarnya aku punya banyak hal untuk diceritakan. Cerita ini berlanjut..."

***

Setelah kuceritakan semuanya, mulai dari pertemuanku dengan Si Kembar Tiga, hingga keterlibatan Ibuku dalam kejadian ini. Mereka semua menanggapinya dengan serius.

Kami memutuskan untuk menemukan Si Kembar tiga lebih dulu sebelum Brian menjadi Dewan dan Ibuku menghancurkan semuanya.

Pangeran Han kembali ke kerajaannya untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Pertukaran Nyawa yang dilakukan oleh Kakeknya dengan Brian. Sementara Flo dan Bella, mereka mencoba mencari tempat persembunyian Brian dan para pengikutnya.

Aku dan Alexandra, kami berdua kembali ke tengah hutan tepat dimana aku menemukan ketiga malaikat kecil itu. Aku yakin mereka tinggal tidak jauh dari sana.

"Aku turut prihatin tentang Ibumu." Alexandra mencoba memulai pembicaraan. Aku menghela nafas. Tak ingin kubahas sebenarnya. Aku cukup kecewa dengan Ibuku sendiri.

"Sampai saat ini aku masih belum mengerti." Kucoba menyeka air mataku yang hampir jatuh.

Ya, aku benar-benar tidak mengerti. Aku belum pernah bertemu Ibu secara langsung.
Seumur hidupku, Ayah selalu menceritakan hal-hal baik tentang Ibu, wajar kalau aku menganggap ini semua aneh. Menghadapi kenyataan saat ini, rasanya sangat sulit.

Tetapi, ketimbang memikirkan apa penyebabnya, lebih baik aku memikirkan akibatnya dan mencari solusi yang tepat.

Tak terasa aku dan Alexandra sudah sampai di tempat aku bertemu ketiga anak kecil itu.

"Tepat disini, aku menemukan sepatu itu, kemudian mereka datang dari arah sana, lalu kembali ke arah yang berbeda." aku menunjuk ke arah barat lalu timur.

"Kalau begitu, kita kearah timur, mungkin rumah mereka disana." kata Alexandra.

Kami melanjutkan perjalanan, dan tak butuh waktu lama, kami sudah sampai di depan sebuah gubuk,—rumah-rumahan yang biasa ada di dalam hutan.

Aku melirik Alexandra, ia terlihat yakin.

Kami berdua pun masuk kedalam rumah itu. Tidak ada siapa-siapa. Aku terus berjalan masuk sementara Alexandra memeriksa setiap isi rumah.

"Kau dapat sesuatu?" tanyaku.

"Aku yakin ini benar rumah mereka." jawab Alexandra lalu mengangkat sepasang sepatu kecil. "Masih ada dua pasang lagi."

"Sepatu itu punya mereka." Aku menghampiri Alexandra. "Lalu kemana anak-anak kecil itu?"

"Hello." aku dan Alexandra berbalik.

"Kalian sedang apa dirumah kami?"

"Kak Ella, bukankah kakak itu yang menemukan sepatuku? Dia bersama orang lain."

"Kau benar. Kakak Rebecca, dan yang satunya, apa yang kalian lakukan disini?."

"Kami mencari kalian, lebih tepatnya aku. Aku ingin menanyakan sesuatu, makanya aku mengikuti arah kalian pergi dan menemukan rumah ini."

"Mila, bukankah Ibu pernah mengatakan jangan biarkan siapapun masuk ke dalam rumah kita?"

"Aku hanya ingin bertemu dengan kalian, sungguh aku tidak ada maksud lain, apapun."

Aku berusaha menjelaskan kepada mereka tentang tujuanku dan Alexandra. Ternyata Brian benar, mereka ini adalah anak-anak buah dari Ibuku.

"Lalu dimana Ibu kalian sekarang?" tanya Alexandra.

"Ibu hampir tidak pernah ada dirumah. Terakhir Ibu datang saat menyuruh kami bermain, berpura-pura menghilangkan sepatu Lila dan.... Aku lupa apa yang dikatakan Ibu setelahnya, makanya setelah menemukannya kita langsung pergi." jawab Ella.

"Kau memang sangat pelupa. Kenapa bukan aku saja yang diberitahu Ibu? Kalau sampai salah, kita akan kena marah." Mila menyahut.

"Jadi, sepatu kalian yang hilang itu? Kalian hanya berpura-pura?" tanyaku.

"Aku tidak mengerti, Ibu selalu menyuruh yang aneh-aneh dan selalu aku yang menjadi korbannya. Padahal sepatu itu adalah sepatu kesukaanku. Untung saja Kakak Rebecca menemukannya." kata Lila cemberut.

Aku melirik Alexandra.

"Tentang pendar yang ada di punggung kalian, bagaimana kalian mendapatkannya?" tanyaku sekali lagi.

"Kami mendapatkan ini dari Ibu, cantik kan? Aku menyukainya." jawab Ella.

"Mirip dengan pendar milik Kak Rebecca, aku baru menyadarinya." kata Mila.

"Pendarnya milik Kak Rebecca cantik, aku juga suka ungu, tapi aku lebih menyukai kuning." sambung Lila.

Aku berbisik pada Alexandra, " Ternyata bukan pendar yang sesungguhnya. Ibuku benar-benar telah merencanakan semua ini."

"Kalau begitu kami berdua ingin kembali, kalian baik baik lah disini, sampai jumpa." pamitku.

Aku dan Alexandra akhirnya pergi.

Rasanya aneh, ada yang ganjil disini.

"Kurasa kau memikirkan sesuatu seperti apa yang kupikirkan." Alexandra mengernyitkan alis.

"Kita harus cepat kembali ke gua. Ini informasi penting, ketiga anak kecil itu bukan bagian dari 7 malaikat."

Lalu siapa?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 18, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rebecca: Life After DeathWhere stories live. Discover now