Chapter 4 : My Apologize

96 11 4
                                    

"Rebecca!! Kau darimana saja? Aku mencarimu beberapa hari ini. Aku memerlukan bantuanmu, aku mendapat tugas dari Dewan tapi aku tidak tahu harus berbuat apa, aku bingung. Kau harus membantuku!!" tiba-tiba seseorang mengomel tidak jelas dari arah belakang, sepertinya aku tahu suara siapa ini.

"Aku..." belum selesai aku melanjutkan perkataanku, Bella sudah menyambar buku-buku yang aku pegang.

"Ini apa? Sejak kapan kau suka membaca buku dan... buku peraturan?!?" Bella menaikkan satu alisnya.

Dengan cepat kuambil kembali buku itu, "Ini bukan apa-apa."

"Ini pasti ada apa-apa. Jangan-jangan kau..."

"Ya..." aku kemudian berbalik badan lalu melanjutkan perjalananku menuju rumah.

Karena aku sedang tidak ingin terbang, aku lebih memilih berjalan kaki. Kurasa Bella mengikutiku dari belakang, "Kau ini memang keras kepala, ya. Aku kan sudah bilang itu berbahaya, kenapa kau masih saja melakukannya?" Bella ini membuatku pusing saja, bukannya membantuku malah mengomel tidak jelas seperti ini.

"Sudahlah, Bella. Percuma kau mengomel, semuanya sudah terjadi. Aku harus pulang sekarang. Kalau kau perlu bantuanku, kau bisa datang ke rumahku besok, malam ini aku sibuk. Maafkan aku, aku pergi dulu."

Aku meninggalkan Bella di jalan setapak menuju rumahku. Aku tidak marah karena Bella mengomeliku, hanya saja kurasa aku sedang butuh waktu untuk sendiri.

***

Aku tinggal di sebuah tempat yang jauh dari keramaian, membuat rumahku terlihat agak sedikit menyeramkan karena terlalu sepi. Aku memilih tinggal disini ya karena tempatnya yang sepi, pemandangannya indah, dan tidak terlalu banyak orang, sesungguhnya memang aku tidak menyukai keramaian.

Rumahku adalah tempat istirahat terbaik yang pernah ada. Sengaja ku desain seperti rumahku yang dulu sewaktu aku masih hidup agar aku bisa mengembalikan setiap kenangan yang pernah ku lalui selama 15 tahun kehidupanku di dunia, termasuk kenanganku bersama ayah. Ibuku meninggal dunia saat melahirkanku, aku tidak pernah melihat wajah ibu secara langsung, hanya melalui beberapa fotonya yang ayah simpan sebagai kenangan. Wajah ibu mirip denganku, ayahku juga berkata demikian, itulah sebabnya ayah memberiku nama Rebecca, sama seperti ibu, agar ia tidak merasa kehilangan sosok 'Rebecca'-nya, meskipun aku tau ayah tetap menginginkan kehadiran ibuku.

Salah satu alasan kenapa aku tidak ingin meninggal dunia secepat ini adalah karena aku tidak ingin meninggalkan ayah sendirian, tanpa ibu, tanpa aku—kedua Rebecca-nya. 

Aku pernah merasa bersalah, karena ibu melahirkan aku, ayah jadi kehilangan ibu. Tapi ayah meyakinkan aku, semua hal terjadi karena sebuah alasan.

Aku benar-benar tidak tega membiarkan ayah hidup sendiri, meskipun masih ada nenek, dan kedua saudara ayah yang lain, tapi aku tetap tidak tega meninggalkan ayah, itulah sebabnya kadang aku mendatanginya di mimpi hanya untuk menyampaikan rinduku kepada ayah.

Mungkin kau berpikir menjadi malaikat adalah hal yang menyenangkan karena kau bisa menciptakan hal-hal yang dulu pernah kau rasakan di dunia, tapi tidak juga. Kuberi tahu ya, rasanya itu tidak sama. Semua yang kau lakukan memang dapat kau reka ulang disini, tapi yang nyata tetaplah selalu lebih berkesan. Kau bisa saja membuat rumah indah bak kerajaan dengan taman yang indah disekitarnya serta kolam renang yang luas di dalam rumah. Tapi, jika kau tidak pernah mengalaminya di dunia, kau tidak dapat merasakan sensasinya.

Rebecca: Life After DeathWhere stories live. Discover now