Bagian 11: Istriku

138 9 0
                                    

Ilham dan Rani berjalan berdampingan menuju gedung perkuliahan setelah selesai makan seblak.

Mereka sama-sama hening. Entah mengapa Ilham beberapa kali mengecek ponselnya dengan sedikit gelisah, itu yang tertangkap oleh ekor mata Rani.

"Makasih ya, Kak. Udah mau nemenin sekalian traktir aku seblak," ucap Rani memudarkan kebisuan yang terjadi sepanjang jalan.

"Sama-sama, Ran," jawab Ilham, menoleh singkat dengan senyuman kemudian berpaling ke ponselnya lagi.

Kak Ilham kenapa, ya? Pengen tanya, tapi masih deg-degan gegara ucapan Kak Ilham tadi. Masak aku gitu aja Baper? Duhhh, sadar, Ran! Orang yang baik ke kamu bukan berarti dia suka sama kamu! Kak Ilham kan emang dasarannya baik ke semua!

"-Ni!"

"Rani!"

Rani terdadar dari pemikiran kusutnya. Ternyata sedari tadi ia terhanyut.

"Eh? Iya, Kak?" tanyanya sedikit tergagap.

Ilham mengernyit dan memiringkan kepalanya. "Lagi mikirin apa, sih?"

"Nggak kok. Lagi mikirin aja kenapa aku gampang Baperan," jawabnya jujur.

"Namanya juga punya hati."

"Kak Ilham tadi manggil ada apa?"

"Nggak ada apa-apa, sih, tadi aku ada cerita, tapi nggak penting."

"Emangnya apa?"

"Nggak ada apa-apa, kok, beneran. Aku cuma di-chat mantan alias Sarah tetiba, ngajak ketemuan," jawab Ilham dengan santai. Rani refleks menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ilham.

"Ha? Yang bener?" tanyanya heboh dengan mata membulat kaget.

"Beneran."

"Kok bisa? Terus kok Kak Ilham santuy amat?! Kak Ilham kalau diajak balikan gimana?"

"Ya nggak apa-apa."

Rani menoleh mendengar jawaban Ilham. Ilham terkekeh melihat respon Rani.

"Tapi kalau diajak balikan, aku nggak mau. Untuk apa aku terjerumus ke lubang yang sama dengan perempuan yang bahkan belum selesai dengan masa lalunya? Buang-buang waktu, tenaga, dan pikiran."

"Padahal kalau lagi mode gini tuh Kak Ilham pembawaannya dewasa banget, lho, pemikirannya maksudku. Kayak cocok gitu jadi laki-laki vibes dewasa suka kasih quote buat ciwi-ciwi hobi galau."

Mendengarnya Ilham terkekeh. "Ada kelas lagi jam berapa?" tanya Ilham.

"Jam 12an entar."

Ilham melirik ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Masih lama," ucapnya. "Mau ikut aku dulu nggak? Kamu pasti masih lumayan canggung ketemu Rahma, 'kan?"

"Kemana?"

"Pelaminan, gas nikah kita," jawab Ilham asal kemudian tertawa. "Ke gedung rektorat bentar ngasih kado, temenku ada yang seminar proposal tadi. Bentar, aku mau siapin kadonya dia," ucap Ilham dan mengeluarkan goodie bag dari dalam tasnya.

"Eh, lucu banget kadonya warna merah muda," ucap Rani refleks.

"Kamu mau juga?"

"Ha? Enggak kok, cuman gemoy aja liatnya."

Ilham tersenyum. "Gimana? Mau ikut?"

Pasti temennya cewek, 'kan? Soalnya goodies bagnya pink. Mayan nambah temen Kating.

"Hmm, boleh deh."

Sebuah notifikasi masuk ke ponsel Ilham. Ia mengeceknya kemudian bicara pada Rani. "Udah kelar ternyata foto-fotonya, mereka lagi di area hotspot parkiran. Yuk!" ajaknya yang diangguki Rani.

Tak lama berjalan, Ilham menunjuk ke salah satu bangku yang ada di sana. "Itu temen-temenku."

Pandangan Rani pun ikut mengikuti arah yang dimaksud Ilham. Matanya membulat terkejut.

Waduh, kok cowok semua! Kirain temennya cewek soalnya kadonya warna merah muda, makanya aku tenang-tenang aja! Apa nggak jadi aja, ya? Sumpah pengen puter balik rasanya! jerit Rani dalam hati.

"Anu ... Kak–"

"Hoee!" seru Ilham bersamaan dengan ucapan Rani, sambil melambaikan tangan. "Eh, ada apa, Ran? Kamu barusan manggil aku?"

Rani mengurungkan niatnya. "Enggak, kok."

Udah terlanjur basah. Ya udahlah nyemplung sekalian.

"Weheee, udah dapet gebetan baru nih?" tanya salah satu laki-laki di gerombolan itu.

"You sirik kan, kenalain ini Rani, adek tingkat aku. Sekian perkenalannya dan terima kasih. Kalian main apa? Ikutan dong!" potong Ilham dan nimbrung duduk di bangku. Rani yang menjadi pusat perhatian hanya tersenyum dan mengangguk. "Rani, Kak," ucapnya.

"Hai, Ran," jawab beberapa bersamaan, ada juga yang melambaikan tangan atau tersenyum.

"Main Uno."

"Ikutan! Yang kalah hukumannya apa?" tanya Ilham.

"Nggak ada hukuman sih, paling cuma sanksi sosial aja, alias kena mental," jawab teman Ilham yang memakai jas almamater.

"Ah, nggak seru! Oiya, nih kadonya. Lancar-lancar revisiannya."

"Thanks, Bro!"

"Yoi. Gimana kalau yang kalah harus pilih antara truth or dare?" usul Ilham.

"Nggak ah, dirimu kan udah pro player masalah UNO."

"Nggak kok, yuk mulai dari awal! Rani, kamu juga ikut!"

"Ha? Aku nggak bisa main UNO."

"Oh, nggak bisa, ya? Ya udah kamu myemangatin aku aja," ucap Ilham dengan percaya diri.

Pada akhirnya permainan pun dimulai dengan sengit. Benar saja, Ilham memimpin.

Rani hanya mengawasi permainan sambil diam-diam merayap, eh maksudnya diam-diam mempelajari. Hehe.

Ia melihat teman di samping Ilham saling memberi kode.

Mereka kenapa deh? Lirik-lirikan sambil senyum penuh makna gitu.

Ternyata, teman-teman di samping Ilham bersekongkol untuk mengalahkan Ilham. Kini posisi berbalik, Ilham terlihat kelabakan karena kalah.

Melihatnya, Rani menahan tawanya.

"Kalian sekongkol ya kasih marathon plus 4?!" tuduh Ilham yang diangguki kompak oleh mereka.

"Kalau gak gini, pasti kamu yang menang, Ham."

"Hayo, pilih apa?"

"Mamam tuh senjata makan tuan."

Ilham menggaruk kepalanya. "Truth. Eh nggak jadi! Kalian kan suka ngawur kalau tanya, bisa nyebar aib! Tantangan aja!" seru Ilham heboh.

"Tantangannya satu aja!" titah Ilham.

"Duh, udah kalah nganyang wae!"

Mereka terlihat menaikkan alisnya memberi isyarat.

"Udah?" tanya Ilham. Mereka mengangguk.

"Tantangannya, panggil Rani pakek kata 'istriku' seharian!"

Mendengarnya, Rani dan Ilham melotot dan kompak berkata, "HAHHHHHH?!!!!!!"

***
AH, seneng ternyata masih ada yang baca. Semoga makin suka.
❤️

BTW, selamat siang, selamat beraktivitas!

Semara LokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang