Bagian 6 : Jerawat Rindu

65 14 0
                                    

"Gimana, dong?" tanya Ilham dan Rani bersamaan. Mereka saling bertabrakan mata singkat.

"Bentar, deh. Ini tadi nggak ada wadah lain di kulkas? Apa cuman ini doang?" tanya Rani yang diangguki Ilham.

"Berarti aku salah naburin garem ke parutan melon, dong?!" ucapnya tidak habis pikir.

"Kok bisa?"

"Aku sama ayah kesiangan. Kirain ayah tadi pagi marutin labu siam buat makan siang. Aku nggak tahu kalau itu melon, pokok asal kucampur pakek sendok, jadi gatau teksturnya gimana."

"Aku juga gak ngeh kalau itu melon. Kirain teksturnya labu siam digaremin emang kayak melon gitu."

"Ya udah, masak telur ajalah. Untung punya stok telur," ucap Rani kemudian bergegas mengambil telur di kulkas.

Rani mendengan lihai mengocok telur kemudian mengiris daun bawang dengan cepat. Ia menyiapkan menu telur dadar seperti seorang ahli.

"Wusshhhh. Cepet banget iris daun bawangnya," ucap Ilham takjub dengan skill memotong Rani. 

"Kebiasaan dikejar waktu. The power of kepepet. Ayahku lebih ahli dari aku malah, Kak."

"Ayahmu keren banget, ya, berarti," ucap Ilham dengan raut wajah polosnya.

"Tentu, ayahku orang terkeren di dunia!" serunya setengah bercanda.

"Kalau aku, orang terpeka di bumi," sahut Ilham menimpali ucapan Rani.

"Dihhh, sok iye banget. Padahal sering nggak peka."

Ilham tertawa mendapat respon pedas Rani. 

"Hahaha, iya juga, sih. Sampai bisa-bisanya aku diselingkuhin si Sarah," ucap Ilham tiba-tiba membuat Rani mengernyit.

Ilham tertawa. "Apa? Toh itu cerita lama," ucapnya saat melihat reaksi Rani. 

Ilham kemudian bangkit dari duduknya menuju wastafel untuk mencuci peralat masak yang kotor. 

"Eh, nggak usah dicuciin," cegah Rani.

"Nggak apa-apa. Kan kamu udah masak tadi. Sekarang kamu duduk sana."

"Waduh jadi nggak enak aku, Kak. Sering-sering aja, ya. Sekalian nyapu juga nggak apa-apa," gurau Rani sembari duduk yang dibalas cebikan kesal Ilham. "Anda ini nglunjak, ya."

Mereka terkekeh bersama.

"Tahu, nggak? Kadang, salah satu tanda saat kita sudah ikhlas menerima keadaan itu adalah saat kita sudah bisa menertawakan keadaan tersebut. Misal dulu aku sedih diselingkuhin sama mantanku, tapi sekarang mengingatnya tak lagi luka, malah jijik sendiri terus menertawakan kebodohan diri. Bisa-bisanya aku dulu sedih gara-gara hal kayak gitu."

"Skandal fenomenal waktu itu. Satu jurusan pada heboh waktu tahu Seljur kita selingkuh dengan mantannya," ucap Rani.

"Seljur apaan? Tapi serius seheboh itu?"

"Seleb jurusan. Kan Kak Sarah udah kayak selebritas di jurusan kita. Iya. Soalnya pada gregetan waktu itu, masak Kak Ilham nggak tahu kalau Kak Sarah waktu itu balik PDKT sama orang lain?"

"Tahu, kok."

"Ha? Yang bener?" tanyanya heboh dengan mata membulat kaget.

"Beneran."

"Kok bisa? Terus kok Kak Ilham santuy amat? Kak Ilham udah nggak sayang lagi emangnya sama Kak Sarah?"

"Ya ... gimana, ya? Aku udah nebak aja sih bakalan jadi gini," jawab Ilham. Melihat ekspresi wajah Rani yang masih bertanya-tanya, Ilham melanjutkan ucapannya, "Dia punya temen deket yang dia kenalin ke aku, dan ternyata salah satu temenku bilang kalau temen deket yang dia kenalin itu mantannya Sarah. Langsung dong aku tanya ke Sarah waktu itu, dan kamu tahu dia bilang gimana?"

Rani menggelengkan kepalanya tidak tahu.

"Dia bilang supaya aku nggak usah cemburu, dia sama mantannya itu cuma temenan aja, udah nggak ada perasaan apa-apa lagi."

"Wah gila, terus Kak Ilham percaya?"

Ilham terkekekeh. "Aku percaya dia emang temenan aja sama mantannya, tapi aku nggak percaya kalau nggak ada perasaan sedikit pun yang tertinggal."

"Makanya Kak Ilham udah nggak kaget?"

"Iya. Analoginya gini, perasaan itu benih, terus sering ketemu itu media tanamnya. Darrr, tumbuh deh."

Mendengar analogi Ilham, Rani ngelag sebentar. Terdengar agak aneh di telinga Rani, tapi ia angguki saja untuk kali ini.

"Terus Kak Ilham mutusin Kak Sarah?" tanya Rani penasaran.

Ilham menggeleng.

"Loh? Kenapa? Cinta buta, kah? Yang 'aku baik-baik aja asal dia bahagia'?"

"YA NGGAK LAH!" jawab Ilham langsung.

"Duh, kaget! Jangan ngegas kali. Terus kenapa dong?"

"Soalnya dia duluan yang barusan mutusin aku, udah gitu mutusinnya lewat chat."

"Yah, galau dong?"

Ilham menggeleng. "Aku malah kasihan banget sama Sarah."

"Hmm?"

"Soalnya dia nglepasin aku yang paket lengkap dan baik-baik ini. Kasihan banget nggak jadi dapet aku, manusia paling peka di muka bumi ini."

Rani terkekeh pelan. "Random banget isi manusia di bumi ini."

"Kan seru kalau lihat pembohong lagi ngarang cerita. Orang yang lagi berbohong  itu dengan giatnya merangkai kebohongan dan menutupi kebusukannya dengan berbagai cerita biar kita percaya, dan dia yakin kalau kita percaya. Padahal kita udah tahu aslinya dan ngetawain aja dalam hati."

Ucapan Ilham membuat Rani tidak habis pikir. "Ngeri-ngeri sedep juga, ya, denger ucapan Kak Ilham barusan."

"Ini adegan berbahaya, hanya bisa dilakuka oleh para ahli," paparnya dengan dua jari membentuk tanda centang di bawah dagunya.

"Eh, ada jerawat tuh di dagu Kak Ilham," celetuk Rani saat melihat jerawat yang sedang merah merekah di sana.

"Oh, ini namanya jerawat rindu," ucap Ilham yang dinyinyiri Rani.

"That's jomlo imajinasi," sindir Rani yang dikekehi Ilham.

"Ya ampun kamu lucu banget, sih. Padahal sendirinya juga jomlo, suka sama orang diem-diem tapi nggak tergapai-gapai," tandas Ilham tepat sasaran. Rani menampilkan ekspresi mencebik kesal karena memang benar ucapan Ilham.

"Ih, ekspresinya gemes banget! Nikah, yuk?" celoteh Ilham yang membuat Rani melotot.

"Hah? Gimana-gimana? Random banget tiba-tiba ngajak nikah."

"Gak tau... refleks aja pengen ngajak nikah. Soalnya lucu banget ada spesies nggak peka macam kamu," sindir Ilham yang mebuat dirinya sukses dilempari lap oleh Rani. Ilham tertawa dibuatnya. Bagi Ilham, seru sekali mengusili Rani. 

Dalam tawanya, diam-diam Ilham mengatakan sesuai dalam hatinya.

Kamu emang nggak peka, Ran. 

###

Semara LokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang