Bagian 4 : Planning

58 11 0
                                    

Ilham turun dari motor setelah memarkirkan ke dalam garasi, ia baru saja pulang dari mengambil map merah miliknya yang terbawa Rani.

"Aduh, panas," gerutunya kaget saat kakinya tidak sengaja menyentuh bungkusan kresek berwarna putih berisi mie yang dibelikan Rani selepas kejadian dirinya salah salim ke orang yang ia kira ayahnya Rani.

"Bang, bawa apa itu?" tanya seorang gadis saat ia memasuki ruang tamu. Saat ia menoleh, ternyata ada adiknya, Ara.

"Mie pangsit," jawab Ilham, "Kenapa? Mau minta? Gak ada, cuman satu. Ini dikasih temen abang dan ini penuh drama!" lanjutnya dengan sedikit sewot dan menunjuk-nunjuk kresek di tangannya.

"Dih, ditanyain baik-baik malah sewot. Kenapa, sih?"

"Gila, malu aku gara-gara sok tahu. Bapaknya juga mau-mau aja lagi disalimin. Jadi, tadi abang kan ambil map ke temen abang, nah dia bilang kalau lagi keluar beli mie pangsit karena ayahnya pengen mie pangsit. Jadilah kita ketemuan di tempat jualan mie. Aku dengan PD-nya salim ke bapak-bapak yang duduk di depan temen abang ini, abang kira dia ayahnya, lah ternyata bukan loh! Mana diketawain yang jual mie pangsit," adu Ilham dengan menggebu-gebu.

Ara yang mendengarkan Curhatan abangnya itu tertawa terpingkal-pingkal.

"Duh, punya abang satu aja kelakuannya suka di luar nalar emang. Malu-maluin, hahaha!" seru Ara mengejek Ilham.

"Mukanya tolong dikontrol dikit ekspresinya. Aku foto terus kirimin ke Adam, nyahok kamu!"

"Dih, bawa-bawa Kak Adam," sahut Ara tidak terima.

Ilham melengos dan melenggang ke dalam rumah, meninggalkan Ara.

"Bundaaaaa!" teriak Ilham sembari melangkah masuk lebih dalam ke dalam rumah.

Ia menemukan bundanya, Ajeng, sedang menguleni adonan di dapur.

"Loh, bunda mau bikin apa?"

"Oh, Ilham udah pulang. Lagi mau bikin pizza, bunda tiba-tiba pengen pizza. Gimana bimbingan dan kerjanya? Lancar?"

"Lancar, tapi ada beberapa kejadian memalukan," jawab Ilham dan mencuci tangannya.

"Kenapa?"

"Jadi gini, Bunda...," ucapannya ia jeda, ia mengambil alih adonan yang Ajeng pegang, Ilham memberi isyarat untuk duduk saja, biar ia yang menggantikan.

"Tadi Ilham salah salim ke orang. Jadi, Ilham punya temen satu kerjaan sekaligus adik tingkat Ilham. Nah, map merah Ilham ke bawah sama teman Ilham ini, karena isinya penting, Ilham pun ambil map itu. Dia bilang, dia lagi mau beli mie pangsit karena ayahnya pengen. Ya udah, kita ketemuan di tempat dia beli. Pas udah sampai, Ilham kira, bapak-bapak yang duduk di depannya dia itu ayahnya, eh ternyata bukan. Mana bapaknya mau aja disalimin, diketawain yang jual mie pangsit pula."

Ajeng tertawa mendengar penuturan anaknya itu. "Lagian sok tahu banget sih kamu, Bang."

"Ya Ilham kan nggak tahu, Bunda."

"Yaudah nggak apa-apa, kan nggak tahu. Lagian kan salim doang, nggak sekalian cipika-cipiki."

"Yaiya sih, tapi tetep aja malu," ucap Ilham dengan nada rendah.

"Terus gimana progress revisiannya?"

"Masih ada revisi lagi, Bunda. Tapi udah mulai kelihatan titik terangnya, sih. Udah boleh cicil kelengkapan berkas, terus bisa ambil ijazah deh."

"Syukurlah kalau gitu."

Mereka pun lanjut bercakap-cakap sembari Ilham membuat pizza yang dipandu bundanya.

Sedangkan di lain tempat, ada Rani yang sedang tertawa sendiri saat makan mie.

"Kamu kenapa deh, Ran?" tanya Wiryo saat melihat Rani tiba-tiba tertawa.

"Ayah inget ada temen Rani yang minta ajarin bikin kue buat ulang tahun bundanya?"

Wiryo mengangguk, "Ilham, 'kan? Temen kamu yang bilang masakan ayah enak."

Rani mengangguk. "Nah, tadi temen Rani salah salim ke orang lain, dikira itu ayah. Mana diketawain yang jual mie pangsit."

Ia kemudian teringat belum membarikan informasi pada Ilham kalau Wiryo sudah setuju untuk mengajari Ilham membuat kue untuk Bundanya. Namun, saat mengetikkan pesan, Rani tiba-tiba tertawa, Rani masih menertawakan kejadian tadi. Mungkin, hal ini akan terus ia ingat sampai ke anak turunnya.

###

Hari Jumat telah datang. Ilham bangun dari tidur dengan muka sumringah. "Hoaaaeemmmm!" Ia menguap. "Wah, bersyukur masih hidup, bisa bangun dan bernapas," monolognya lalu beranjak ke kamar mandi.

"Siapa yang di kamar mandi?" teriak Ilham saat melihat pintu kamar mandi tertutup.

Sebuah sahutan terdengar di telinga Ilham. "Ara masih BAB, Bang!"

"Masih lama, nggak?"

"Masih mau mandi juga. Abang mandi di kamar mandi belakang aja."

"Yaudah, ambilin sabun-sabun sama sikat gigi abang di gayung warna pink ada bunga-bunganya."

"Kan Ara masih BAB, mana bisa berdiri."

"Kalau gitu, nanti ambilin terus taruh di depan pintu, ya! Aku mau ke kamar dulu bentar. Nanti kalau udah, jangan lupa kabarin abang!" serunya kemudian pergi ke dalam kamar. Ia pergi ke kamar tidur kemudian kembali rebahan dan membuka layar ponselnya.

"Lah?" ucapnya bingung saat melihat adiknya membagikan sebuah story baru saja.

Padahal udah dikasih kode, tapi tetep aja nggak peka~

Ilham langsung mengetikkan komentar pada adiknya itu.

Reply Story ^

Mknya, klw mw ngde tuch jgn di km. Lgn, km pkr, cwok hrs jd cnyang? Kmi gtw ap yg km pkrin kl km gk blg!

"Makanya, kalau mau ngode tuh jangan di kamar mandi. Lagian, kamu pikir, cowok harus jadi cenayang? Kami nggak tahu apa yang kamu pikirin kalau kamu nggak bilang!" monolog Ilham membaca pesannya sebelum ia kirimkan. Tentu saja, anggap saja yang barusan itu translate yang diberikan author untuk para pembaca yang tidak mengerti ketikan Ilham.

Pesan tersebut langsung manpilkan notifikasi dibaca. Namun, tak kunjung ada balasan dari Ara. Lalu, ada telepon masuk dari Ara, Ilham langsung mengangkatnya.

"Halo?"

"Ilham bisa gak sih kalau ngetik itu yang normal-normal aja?"

"Emang ketikanku kenapa?" Ilham mengernyit bingung.

"Dasar Ilham! Ketikannya nggak bisa dibaca."

"Halah, masa gitu aja gak bisa dibaca? Lagian, apa mulutmu itu akan berbusa jika memanggilku Kakak atau Abang, wahai Ara yang terhormat?"

"Gak dan gak tahu. Udah sono mandi, Udah aku keluarin gayungnya," ucap Ara lalu memutuskan sambungan telepon.

Ilham mendengkus sebal, tapi tak lama, sebuah notifikasi muncul dan membuat senyumnya terbit.

Sebuah pesan dari Rani yang berisi list barang-barang yang ia butuhkan untuk membuat kue untuk nanti.

"Yesss! Bisa bikinin kue spesial buat Bunda!"

###

Semara LokaWhere stories live. Discover now