Bagian 3 : Salah Orang

83 18 9
                                    

Heiii, aku upload lagi hihi. Clue baca part ini, jangan lupa beri komentar dan bintang ya readers-ku tercinta. Selamat membaca! ❤️ TIA.

###

Hari sudah malam saat Rani mendorong standard sepedanya turun menyentuh ubin parkiran rumah. Sembari menguap lebar, ia turun dengan ogah-ogahan. Bahunya turun seperti tanaman layu. Tapi ini bukan tentang tanaman, ini tentang semangatnya yang layu dikalahkan kantuknya.

Sambil membuka pintu yang memisahkan antara garasi dan dapur, ia melepas flat shoes-nya. "Rani pulang, Yah," ucapnya kemudian, dengan suara bengar dan berjalan terseok-seok, tasnya ia seret seperti koper.

"Malem banget pulangnya, Ran?" tanya Wiryo yang sedang duduk di meja makan dapur. Menyeruput teh oolong yang dipadu dengan gula stevia kesukaannya. Di pangkuannya ada Ngkus—kucing gembul berbulu warna oranye peliharaannya—yang tidur dengan pulasnya.

"Iya, Yah. Tadi sepulang dari tempat les, Rani muter-muter cari tempat cuci motor di sekitar sini yang masih buka, tapi eh tapi, ternyata udah pada tutup."

"Yaiyalah tutup, Ran. Di sekitar sini jarang ada tempat cuci motor 24 jam, kalau tempat ngopi baru banyak. Kalau agak pinggiran kota sana masih banyak."

"Yaudahlah. Rani udah laper plus capek, besok aja cucinya."

"Ayah pengen mie pangsit, Ran. Kayaknya malem-malem gini enak makan yang anget-anget. Ayo date time sama Ayah?" ajaknya.

"Ayah kan masih bebaru sembuh dari batuk pilek, ntar kalau kumat lagi gimana? Mau Rani beliin aja? Pumpung belum ganti baju juga ini," tawarnya yang diangguki Wiryo.

"Boleh, tapi pakai jaket dulu sana. Biar nggak kedinginan."

Rani mengangguk, berjalan mengambil jaket sembari berkata, "Oiya, Yah, ada temen Rani namanya Ilham, laki-laki, kakak tingkat Rani sekaligus temen kerja di tempat les mau minta diajarin bikin kue dari ubi ungu, tapi Rani kan nggak pernah bikin, jadi Rani bilang kalau Ayah yang bisa. Ayah mau nggak ngajarin?"

"Boleh. Tapi nggak apa-apa, tuh?" tanya Ayahnya yang membuat Rani mengernyitkan dahinya.

"Maksudnya?"

"Kali aja dia minta diajarin itu modus mau PDKT?"

Sambil memakai jaketnya, Rani membulatkan matanya kaget. "Hustt, khayal. Mana mungkin."

"Ya kan kali aja, Ran, emang dia orangnya gimana? Calon mantu yang baik, nggak?" tanya Wiryo penasaran dengan alis naik-turun.

"Apaan sih, Yah. Pokoknya dia orang baik-baik, kakak tingkat Rani di kampus sekaligus temen kerja di tempat les. Tadi tanya gitu habis makan masakannya Ayah, terus katanya enak—–"

"Oke," potong Wiryo.

"Eh, hah?" Rani ngelag sebentar saat Ayahnya tiba-tiba menyetujui. "Gercep amat iyainnya."

"Orang yang memuji makanan Ayah enak itu berarti anak baik," ucap Wiryo yakin sambil mangut-mangut.

Rani memasang tampang masam mendengar ucapan ayahnya. "Idih."

Wiryo yang melihatnya tertawa. "Canda, Ran. Udah sana berangkat, keburu malem."

Drttttt

Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Rani langsung mengeceknya.

Dari: Kak Ilham Kating

Rannn, mapku merah isinya silabus sama Prota Promesku kebawa di kamu gak pas di tempat les tadi? Kayaknya ketuker deh soalnya aku keburu-buru ambilnya tadi. Ini punyamu ada di aku. Tolong kamu cek dong. Kalau ada, sekarang juga aku ambil ke sana. Butuh banget  catatannya di belakangnya.

Nb: 4×4=16, sempat nggak sempat harus bales.
Hehe

Rani langsung berlari ke dalam kamarnya untuk mengecek tasnya. Benar saja, map merah miliknya dan milik Ilham tertukar.

Dari Rani:
Iya, Kak. Baru ngeh aku kalau ketuker. Tapi ini aku mau keluar beli mie pangsit, ayahku pengen mie katanya.

Dari: Kak Ilham Kating
Share loc dong. Aku ke sana sekarang biar nanti ketemu di sana aja.

Rani pun mengirimkan lokasi yang akan ia tuju pada Ilham.

"Rani berangkat dulu, Yah," pamitnya kemudian salim dan melenggang pergi ke garasi.

###

Setibanya di warung yang berjualan mie pangsit langganannya dari SMP, ia pun memesan tiga porsi dengan tambahan ekstra setengah porsi untuknya. Setelah memesan, Rani pun duduk di hadapan seorang pria paruh baya yang sepertinya sedang menunggu pesanannya, sama seperti Rani.

Aroma mie telur basah yang direbus semerbak khas, asap mengepul di atas gerobak dan disapu angin membuat asap itu tampak menari di udara. Suara sumpit dan mangkuk yang beradu menyanyikan suara denting-denting riuh rendah.

Sembari menunggu pesanannya matang ia memainkan ponselnya. Sekadar bermain santangram atau berbalas pesan dengan teman-temannya.

Tak lama kemudian, Ilham datang dan memanggil Rani. "Ran."

Rani menoleh dan menemukan Ilham berjalan ke arahnya. "Oh, Kak Ilham. Duduk dulu, Kak."

Ilham mengangguk dan menyapa ke pria paruh baya di hadapan Rani, "Pak," sapanya kemudian salim dan duduk di samping Rani.

Rani sempat terkejut sebentar. Kenalannya Kak Ilham? batinnya bertanya-tanya. Ia pun mengabaikan dan memberikan map merah pada Ilham. "Untung banget ternyata kebawa kamu, takut hilang aku," beber Ilham saat menerima map merah.

Pria paruh baya di hadapan Rani beranjak dari tempatnya, mengambil pesanan dan pergi. Hal tersebut ditangkap netra Ilham. "Kamu nggak ikut pulang?" tanya Ilham.

"Hah? Apanya? Pesenanku masih dibuatin," terang Rani.

"Loh, itu ayahmu udah ambil pesenannya," ungkap Ilham.

"Ayahku di rumah...."

Rani menggantung ucapannya dan menoleh ke arah Ilham. Mereka saling bertatapan seperti berkomunikasi dengan mata. Rani memiringkan kepalanya. "Jangan-jangan?"

"Hah?! Jadi yang tadi itu bukan ayahmu? Terus siapa dong?" heboh Ilham kaget.

"Lah?! Aku kira itu kenalannya Kak Ilham."

Mereka masih tidak habis pikir dengan apa yang baru saja terjadi. Sedangkan bapak-bapak penjual mie pangsit tertawa menertawakan kelakuan mereka.

###

Ilham sih random banget jadi orang, sotoy lagi. Diketawain penjual pangsit kan jadinya. Wkwk.

Semara LokaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora