O.5

1K 135 2
                                    

Jevan menghembuskan nafasnya kasar kala melihat dua pesannya tak dibaca lagi oleh Haera

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jevan menghembuskan nafasnya kasar kala melihat dua pesannya tak dibaca lagi oleh Haera.

Padahal niatnya ia ingin mengajak Haera mencari makan bersama sepulang sekolah. Namun sang Papa tiba-tiba mengabarinya untuk datang ke kantor yang mau tak mau ia pun menuruti.

"Dasar bocah-bocah gendeng, mentang-mentang udah mau pulang malah hujan-hujanan. Bikin becek koridor aja."

Jevan menolehkan kepalanya saat mendengar nada medok khas orang Jawa dari seorang guru yang baru memasuki kantor guru bersama beberapa guru lainnya.

"Kenapa Pak Tarno? Kok ngomel-ngomel?" tanya Jevan kepada Lukman--salah satu guru yang tadi dateng bersama dengan Pak Tarno--guru yang tadi misuh-misuh.

"Oh itu anak kelas 12 IPA 5 pada main hujan-hujanan," ucap Lukman sambil geleng-geleng kepala, lalu duduk di bangkunya yaitu sebelah Jevan.

Jevan terdiam kala mendengar kelas tersebut, itu kelas Haera.

"Gak ada gurunya apa gimana?"

"Emang lagi gak ada gurunya katanya. Pak Chandra gak masuk."

"Apalagi tadi cewek-ceweknya juga bandel banget, ngeyel di kasih tahu," sambung Lukman

Mendengar itu Jevan menghela nafas pelan, Lukman yang melihat itu mengernyit, "kenapa hela nafas gitu? Capek juga ya sama kelakuan anak kelas itu?"

Tak menjawab, Jevan hanya tersenyum tipis.

'Lebih tepatnya capek sama kelakuan istri sendiri sih.'

***

"Nay, pulang bareng."

Naya menoleh ke sampingnya, tempat Haera berada. Mereka lagi duduk di teras luar kelas, seragam olahraga mereka basah jadi gak masuk ke kelas takut bikin becek dan kotor.

"Tumben? Gak bareng lagi sama temen lo yang dari kelas lain itu?" Naya menekankan kata berkutip tebal itu. Sekarang memang sudah bel pulang.

"Gausah ngeledek gitu muka lu, gara-gara lo nih gue jadi basah kuyup ditambah diomelin sama Pak Tarno kelas kita."

"Iye iye, pulang bareng."

"Asyikkk. Luv u Naya sini aku ketchup." Haera sudah memonyong-monyongkan bibirnya ke arah Naya, tapi Naya langsung menampol bibir Haera.

"Gak jadi kita pulang bareng."

"Dih!" Haera merengut kesal. "Yaudah gue minta pulang bareng Yesha aja, huh!"

"Yesha, ayok pulang bareng!" Haera langsung memeluk lengan Yesha yang lagi asyik bermain game bersama Rena.

"Akh anjir Ra, gue lagi mabar onet diem dulu lo!"

"Ih galak banget! Kenapa semuanya jahat sama aku." Haera memajukan bibirnya cemberut.

"Najis." Rena yang lagi asyik memainkan onetnya ikut menyahut.

"Gausah banyak drama, ayok gece balik. Hujannya udah reda tuh," ajak Naya sambil menarik Haera.

"Sabar bajing! Licin!"

"Lo berdua gak balik?" tanya Naya ke Yesha dan Rena.

"Nunggu ibu negara jemput," jawab Rena.

"Kalo lo, sha?"

Yesha sedikit gelagapan pas ditanya begitu. "Oh itu.... Gue.. sama.."

"Woy Yesha ayok! Jadi gak?"

'Bangsat datengnya gak tepat.' batin Yesha.

Haera, Naya dan Rena langsung menoleh ke sumber suara yang bisa kita tebak itu adalah Hanif.

"Oh sama Hanif~" ledek Haera.

"Diem deh!" Yesha mendelik ke arah Haera. "Gue duluan ya!" ucap Yesha pamit ke sahabat-sahabatnya itu.

"Utang penjelasan lo, Yesh!" teriak Haera saat Yesha sudah jalan sedikit menjauh.

"Berisik!"

Tiga temannya itu malah tertawa.

"Ayok lah balik!" ajak Rena.

"Lo udah dijemput?" tanya Haera.

"Udah tuh, emak gue nunggu depan gerbang."

Mereka bertiga pun berjalan beriringan sampai parkiran. Hari itu pun Haera benar pulang bersama Naya.

***

Haera menepuk jidatnya saat ingat kalau Naya tak tahu ia sudah tidak tinggal dengan orangtuanya, karena pernikahannya itu Haera tinggal bersama Jevan disebuah apartemen. Dan teman-temannya termasuk Naya tahunya itu Haera tinggal bersama kedua orangtuanya.

"Eh Nay nanti berhenti di mall city aja ya, emak gue lagi di sana katanya."

"Hah? Serius lho? Masih agak jauh itu dari rumah lu," jawab Naya. Mereka sedang berada di lampu merah itu sebabnya mereka dapat mengobrol dengan jelas.

"Iya, serius."

"Baju olahraga lo kan basah anjir, bisa dilihatin lo ntar di sana."

"Gue nunggu di luarnya kok, gak masuk ke dalam mall."

"Yaudah deh."

Tepat setelah itu lampu berubah menjadi hijau mereka pun melanjutkan perjalanan. Setelah sampai di mall city yang dimaksud Haera tadi, Naya memberhentikan motornya. Haera pun turun dari motor Naya.

"Makasih, Nay. Hati-hati lo pulangnya."

"Lo serius mau nungguin Mae lo di sini? Muka lo pucet anjir, coba gue cek jidat lu panas gak." Naya mengulurkan tangannya ke jidat Haera untuk mengecek suhu badannya, hangat.

"Anget, Ra. Gue tungguin ya sampe Mae lo dateng, bentar lagi ini kan?"

Haera buru-buru menggeleng, "gausah, gue gapapa, Nay. Lo pulang aja dah langitnya mendung lagi tuh takut hujan."

Dengan setengah tidak rela, Naya pun mengiyakan. Setelah Naya benar-benar pergi Haera pun berjalan ke arah zebra cross untuk menyebrang.

Karena tepat di seberang mall tersebut lah apartemen Haera dan Jevan berada. Ia sudah tidak peduli dengan orang-orang yang melihat ke arahnya.

Bagaimana ia tidak menjadi pusat perhatian? Haera menyeker dengan sepatu digenggaman serta seragam olahraganya yang basah walau tidak sebasah kuyub saat di sekolah tadi, dengan penampilan seperti itu ia dengan bodoamatnya menyebrang jalan.

Kepalanya terasa pening sekarang, yang ia butuhkan adalah tidur dikasur empuknya.

+*+*++*+*+


























•°•MY TEACHER•°•
°•°to be continued°•°

My Teacher || NoHyuckWhere stories live. Discover now