O.6

1.1K 154 5
                                    

Gelap dan sunyi.

Yang Jevan rasakan saat memasuki apartemennya. Biasanya akan ada suara televisi yang ditonton Haera diikuti suara tawa, atau kegrasak-grusukan lain yang dibuat oleh Haera. Tapi sekarang senyap, bahkan lampu tak dihidupkan.

Setelah menyalakan semua lampu, Jevan mulai berjalan ke arah kamar Haera.

Hanya sekedar informasi, Jevan dan Haera tidak tidur satu kamar. Tentu ini atas permintaan Haera, dan tentu orangtua mereka tidak tahu akan hal ini.

Haera hanya belum siap, dan Jevan mengerti itu.

Tok tok tok

"Haera, kamu di dalem?" Jevan mengetuk pintu diiringi dengan tanya namun tak ada jawaban dari dalam.

"Haera, saya masuk ya?" Kembali tak mendapat jawaban, Jevan pun langsung membuka pintu kamar Haera yang ternyata tak dikunci.

Dapat Jevan lihat sebuah gundukan ditengah kasur. Haera tertidur dengan selimut membungkus tubuhnya hanya setengah kepala yang terlihat.

"Haera?" panggil kembali Jevan tapi yang dapat Jevan dengar hanya gumaman-gumaman tidak jelas dari Haera yang masih enggan membuka mata.

Jevan duduk dipinggiran kasur lalu menyisir helaian rambut yang menutupi setengah wajah Haera, barulah Haera membuka matanya yang terlihat sayu.

"Jevan.. badan aku lemes."

Mendengar itu Jevan terkesiap. Entah karena suara Haera yang terdengar sangat lemah atau karena Haera yang menyebut dirinya dengan 'aku'.

"Badan kamu panas," ucap Jevan saat menyadari kening Haera yang terasa panas ditangannya.

"Pusing," keluh Haera yang terdengar seperti rengekan. Jika sedang sakit seperti ini Haera memang akan menjadi manja.

"Tempat obat-obatan di mana?" tanya Jevan.

"Di atas lemari." Dengan lemas Haera memberi tahu.

Tanpa banyak kata, Jevan bangkit dari duduknya berjalan ke arah lemari Haera yang bersampingan dengan kasur. Mengambil kotak obat-obatan yang dimaksud.

Saat Jevan mengecek kembali suhu tubuh Haera menggunakan termometer angkanya menunjukkan 38°C yang berarti Haera demam.

"Ini pasti gara-gara kamu main hujan-hujanan tadi di sekolah."

Haera yang mendengar itu mengerucutkan bibirnya, "Kok tau?? Jangan bilang-bilang Mae ya...?"

Melihat Haera yang memohon dengan menggemaskan seperti itu tentu tidak aman untuk jantung Jevan.

Tanpa menjawab ucapan Haera tadi, Jevan malah menempelkan kening Haera dengan plester penurun panas.

"Kamu udah makan?" tanya Jevan.

"Belum~ aku nunggu Jevan."

Seketika Jevan merasakan pipinya yang terasa memanas. Apa dia ketularan demam juga?

***

"Ayo satu suapan lagi, habis ini kamu minum obat."

Dari beberapa menit lalu, sekarang Jevan tengah menyuapi Haera yang nafsu makannya tidak ada. Bahkan Jevan belum membersihkan diri tapi langsung mengurus bayi beruangnya yang sakit ini.

"Udah kenyang ah." Haera mendorong suapan dari Jevan dengan wajah yang menekuk.

Melihat itu Jevan menghela nafas. "Yaudah minum, saya mau naro ini dulu ke dapur."

Haera pun meneguk air minum yang diberikan oleh Jevan, setelahnya Jevan pergi ke dapur ingin menaruh bekas makan Haera.

Setelah dari dapur Jevan memberikan obat yang harus diminum Haera. Haera yang tidak suka obat-obatan awalnya menolak tetapi Jevan terus memaksa.

"Huek pahit banget." Jevan hanya terkekeh melihat ekspresi wajah Haera yang mengernyit karena rasa pahit dari obat yang diminumnya.

"Udah tidurin, saya mau mandi dulu kalo ada apa-apa panggil saya, oke?"

Haera mengangguk, "Hu'um okey. Makasih Jevan."

"Urwel, baby bear."

"Ihh aku bukan beruang!"

"Aku-kamu nih?" Jevan menaik-turunkan alis menggoda.

"Ih sana ah katanya mau mandi, Jevan bauuu." Mendengar itu Jevan hanya tertawa kecil lalu keluar dari kamar Haera menuju kamarnya yang berada tepat disamping kamar Haera.

***

Petang mulai lenyap, dilanjutkan oleh sang malam.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, hujan kembali datang dengan deras malam itu. Jevan masih sibuk dengan laptopnya.

Haera sudah tidur saat tadi Jevan mengecek keadaannya yang mulai membaik, panasnya sudah turun namun badannya masih lemas.

Ditengah fokusnya, suara gemuruh yang amat besar mengagetkannya disertai listrik yang padam.

Tapi yang lebih membuatnya panik adalah suara teriakan Haera. Langsung ia beranjak dari kamarnya ke kamar Haera dengan senter dari ponselnya.

Tanpa mengetuk terlebih dahulu ia langsung membukanya, terlihat Haera yang tengah meringkuk dipojok kasur dengan selimut menutupi seluruh tubuh.

"Haera?!" Jevan langsung menghampiri Haera.

Mendengar itu suara Jevan, Haera langsung membuka selimutnya dan menubruk tubuh Jevan dengan pelukan erat.

"Jevan, takut..."

"Sstt udah ada saya gak perlu takut." Jevan mengelus pundak Haera yang terasa bergetar.

"Gelap.. aku takut."

Jevan terus menenangkan Haera yang gemetar takut dipelukannya ditambah suara gemuruh yang saling bersahutan membuat Haera semakin mengeratkan pelukan.

Lama Jevan menenangkan Haera sampai akhirnya hujan mulai reda, suara gemuruh mulai menghilang, namun lampu masih belum menyala.

"Jevan." Haera memanggil sambil mendongakkan kepalanya walau samar ia melihat wajah Jevan.

"Hmm?" Jevan menjawab dengan deheman halus.

"Kamu tidur sama aku ya malam ini? Aku takut..."

Menurut Jevan kesempatan itu tidak akan datang dua kali jadi baru sekali Haera berucap langsung pula ia iyakan.

'Finally i am sleeping with haera.'

+*+*++*+*+




















•°•to be continued•°•

HAI HAI HAIII~!
Udah lama aku tidak
update ga sih???

Maaf ya syg kuuuu
[mmbri mu bunga🌹]

Beberapa hari kemarin
mood ku hancur bngt
jadi ga ada ide(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Maaf juga kalo ceritanya
makin kesini makin kesana
alias makin gak jelas.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya~(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

°•°MY TEACHER°•°

My Teacher || NoHyuckWhere stories live. Discover now