Part 2

49 8 1
                                    

Ufuk baru saja menyapa dunia dengan sangat riang hari itu. Bintang timur malu-malu bersembunyi karena sang raja siang akan tampil di muka bumi sebentar lagi. Allea masih mengumpulkan nyawanya untuk bangun dari tidur. Aroma sedap masakan kuah bakso dari tetangga sebelah rumahnya yang membuka kedai bakso lebih ampuh membangunkan tidurnya dibanding teriakan sang nenek. Allea sudah bertekad untuk membeli bakso Bude Rosida sepulang sekolah karena wanginya selalu menggoda setiap pagi buta.

Setelah bangun sepenuhnya, Allea mandi kemudian segera bersiap untuk sekolah. Dia menyisir rambut sebahunya yang masih setengah basah kemudian merapikan pakaian sekolahnya. Allea mematikan ponselnya lalu menyimpan di lemari pakaian. Di sekolahnya tidak boleh membawa ponsel, tetapi kadang-kadang dia melanggar aturan. Namun, beberapa detik setelahnya dia memutuskan untuk mengambil ponselnya dari lemari kemudian membawanya ke sekolah. Dia teringat dengan janjinya kepada Andre untuk mengirimkan lagu dengan inframerah. Dia tidak pernah memakai bedak bayi di wajahnya atau pun lip gloss, hanya memakai sedikit parfum. Pakaian sekolah pun tidak diperbolehkan ketat atau rok di atas lutut.

Allea melihat di atas meja makan ada donat gula kesukaannya. Biasanya neneknya membeli dari tetangga yang berjualan. Kadang-kadang neneknya memasakan sarapan untuk Allea. Dia mengambilnya satu sambil menuangkan teh untuk didinginkan.

"Ini uang jajan kamu," kata nenek Allea yang menyodorkan uang pecahan lima puluh ribu. "Untuk satu minggu. Hemat-hemat, jangan boros."

Bila dipikir-pikir uang jajannya cukup banyak waktu itu. Dia tidak berongkos karena sekolahnya dekat dari rumah. Hanya berjalan sepuluh menit saja sudah sampai ke sekolah. Pengeluaran terbesar Allea tentu saja membeli majalah dan juga main ke warung internet selepas sekolah, atau menyewa buku di taman bacaan.

"Iya," jawabnya sambil mengunyah. "Ini donatnya Allea bawa ke sekolah aja ya. Nanti terlambat kalau makan lagi," sambungnya sambil mengambil kotak makan.

"Bawa air minum juga. Jangan beli lagi," kata neneknya yang tengah duduk di kursi sambil menonton berita pagi. "Pulang sekolah jangan main kelamaan. Jam lima harus sudah pulang."

"Iya, Allea pergi dulu. Assalamualaikum."

Allea keluar dari pagar rumahnya yang langsung ke jalan ramai. Maklum saja pagi-pagi seperti ini di sekitaran jalan rumahnya sangat ramai karena jalan pintas terdekat dari jalan raya. Selain rumahnya yang terletak persis di tengah kota, di dekat rumahnya merupakan komplek sekolahan besar dan daerah perkantoran ibu kota. Meskipun berjalan kaki menuju sekolah, dia tetap harus berjuang berbagi jalan dengan pengendara motor yang lewat jalan pintas.

"Woi, mau bareng nggak?"

Allea menoleh ke pengendara motor yang menyapanya. Ternyata itu Regi, teman satu sekolahnya, tetapi berbeda kelas. Dia adalah teman Allea di dekat rumah, mereka hanya berbeda RT.

"Reni mana?" tanya Allea heran karena tidak ada kembaran Regi yang biasanya selalu bersama saat pergi sekolah.

"Biasa, lomba pidato. Di kantor walikota Jaksel dia. Dua hari. Buruan naik, telat nih kita."

"Kece banget si Reni, bangga banget gue sama dia. Lo nih kapan tampil ngeband? Katanya Pensi tahun ini mau ngundang Sheila on 7 sekolah kita. Gila! Gue udah ga sabar kalo emang beneran!"

"Serius lo? Wah anak OSIS tahun ini kayaknya dari kalangan tajir melintir semua ya sampai bisa ngundang mereka. Gue yakin pasti ada kerabat artisnya di sekolah kita."

"Gue denger-denger sih emang gitu. Katanya Kak Gio itu anak anggota DPR dan Kak Wulan itu bonyoknya artis. Banyak sih anggota OSIS kita yang anak orang tajir."

"Eh ngomong-ngomong lo ngeband sama siapa aja sih? Anak sekolah kita juga?"

"Iya, tuh anak kelas lo si Benny kan ngeband sama gue. Jadi gitaris dia."

ETERNITYWhere stories live. Discover now