Part 5

23 9 0
                                    

Hari Kamis jam pertama kelas Allea adalah olahraga. Saat ini mereka sedang latihan bermain voli untuk ambil nilai minggu depan ujian semester. Biasanya yang bermain voli didominasi oleh anak laki-laki, sementara anak perempuan menghabiskan waktu di pinggir lapangan dengan bercerita mengenai banyak hal. Termasuk festival sekolah yang diadakan sekolah lain. Allea bergabung di rombongan tersebut sambil merencanakan untuk menonton bersama karena akan ada band indie yang sudah cukup terkenal akan tampil. Kabarnya juga akan ada pembawa acara dari pembawa acara terkenal yang akan tampil. Kabarnya VJ Daniel dan VJ Evan yang saat ini sangat digandrungi anak muda.

"Gue nanti minta tiket nontonnya sama temen gue yang kakaknya OSIS di sana. Tenang aja, nanti gue kasih tau penggumuman di kelas ya!" kata Vira dengan sangat bersemangat. Teman-teman lainnya menyimak dengan antusias.

"Beneran ya! Gue mau minta uang sama ibu buat nonton nanti!" sahut temannya yang lain.

"Gue kayaknya nggak bisa ikut," celetuk Allea tiba-tiba.

"Kenapa?" tanya Tifa yang terkejut.

"Pasti nggak dikasih izin sama nenek." Allea tahu benar dia pasti akan susah mendapat izin.

"Yah, beneran? Kenapa nggak boleh?" tanya temannya yang lain.

"Nggak tau, tapi mungkin karena nenek takut nanti ada tawuran," jawab Allea dengan lesu. "Soalnya nenek sering lihat berita di tivi kalau ada keramaian begitu biasanya berakhir tawuran." Memang sangat banyak berita tawuran yang muncul di televisi akhir-akhir ini. Biasanya mereka menyerang sekolah yang dinilai memiliki dendam pribadi kepada satu siswanya kemudian menyerang beramai-ramai, tidak pelak sering ada korban jiwa yang timbul akibat tawuran. Neneknya sangat takut akan hal tersebut mengingat dia hanya tinggal dengan neneknya.

"Sayang sekali ya, Lea. Ya udah deh, nggak apa-apa kamu nonton pas sekolah kita aja yang adain. Kan nggak lama lagi juga." Allea mengangguk kemudian dia melihat lapangan yang saat itu tengah berlangsung pertandingan teman-temannya. Permainan kali ini tidak seseru biasanya karena ada yang kurang. Benny tidak ada di lapangan karena dia masih izin tidak masuk. Benny paling mahir dalam berolahraga. Dia sangat berjiwa kompetitif ketika bertanding. Permainan akan jauh lebih seru ketika dia hadir. Di kelas pun terasa sangat sepi karena tidak ada yang mengganggu Allea atau berisik saat jam pelajaran kosong. Memang Benny terkenal sangat suka berbicara dan melemparkan guyonan-guyonan khasnya di kelas.

"All, mau ikut main voli nggak setelah ini?" tanya Tifa.

"Nggak deh. Gue duduk aja di sini. Lagi males gerak."

"Kenapa nggak semangat banget sih lo? Biasanya suka main voli." Tifa menatap Allea heran.

"Nggak ada Benny, mana semangat dia!" celetuk temannya yang tadi berkumpul bersamanya.

"Ih apaan sih! Mana ada ya! Gue seneng banget dia nggak masuk!" Allea berbicara terus terang.

"Dia izin ke mana tiga hari nggak masuk?" tanya Tifa tiba-tiba.

"Mudik, sepupunya nikahan," jawab Allea dengan jujur.

"Cie tau banget nih ye!" sorak temannya yang lain.

"Lah dia ngomong sendiri. Kan suratnya dititipin sama gue. Dahlah sih apaan, gue nggak suka sama dia. Ih amit-amit!" kesal Allea sambil merinding membayangkan perkataan teman-temannya.

"Ih jangan gitu, Lea. Benci itu benar-benar cinta!"

"Alah, mana ada yang kayak gitu. Lagian gue nggak benci sama si Beng-Beng. Kesel aja. Dia jahil banget." Allea memainkan tali sepatunya. "Lo nggak pernah dijahilin sama dia jadi nggak ngerasa apa yang gue rasain."

"Nanti gue mau pura-pura kaget aja ah kalau denger salah satu dari kalian saling suka atau sama-sama cinta!" Allea kembali membayangkan hal tersebut terjadi kepadanya. Dia menepis hal tersebut sekuat tenaga.

Teman-temannya tergelak geli menertawai Allea yang wajahnya memerah. Dia bukannya malu, tetapi geli membayangkan apabila perkataan teman-temannya menjadi kenyataan. Lagi pula memang Allea tidak memiliki perasaan apa pun kepada Benny. Tidak mungkin orang seperti Benny akan membuatnya jatuh cinta. Apabila hal itu terjadi, Allea sudah pasti tidak waras.

❁❁❁❁

"Nih buat lo!" Benny melemparkan bungkusan kepada Allea sesaat setelah dia datang. Bel baru saja berbunyi satu menit yang lalu, untungnya Benny tidak terlambat hari ini. Sangat jarang melihat Benny tidak terlambat di hari Senin. Biasanya dia pasti akan dihukum ketika upacara hari Senin berlangsung. Allea membuka bungkusan pemberian Benny. Isinya makanan, berbagai jenis keripik mulai dari manis hingga pedas.

Allea tersenyum lebar mendapat oleh-oleh sesuai perkataan Benny tempo hari. Dia sangat suka segala jenis keripik. Allea bisa menghabiskannya sambil mendengar radio atau sambil membaca buku. Dibalik kejahilan Benny, dia benar-benar anak baik sebenarnya. Kehadirannya di kelas kali ini membuat Allea setengah senang dan setengah tidak. Senang karena dia mendapat makanan dan tidak karena Benny akan kembali membuat gangguan. Selama tiga hari kemarin hidupnya benar-benar tenang layaknya di surga. Namun, neraka itu kembali datang hari ini ketika batang hidung Benny muncul.

"Dapet apa lo?" tanya Tifa yang baru saja dari kelas sebelah.

"Jatah preman," jawab Allea geli. Dia memasukkan bungkusan itu ke dalam tasnya. "Ntar gue bagi. Kita upacara dulu," ajak Allea yang mengambil topi dari tasnya. Allea juga merapikan dasi yang sempat miring kemudian kaus kaki yang harus di bawah lutut.

"Dari siapa?" tanya Tifa penasaran.

"Beng-Beng." Tifa heran. Heran karena hanya Allea yang diberi oleh Benny.

"Wah, ada apa nih?" Tifa mulai menggoda Allea ketika mereka keluar kelas.

"Dia janji sama gue. Udah nggak ada apa-apa, Fa. Gue bagi buat lo juga nanti."

Saat Allea dan Tifa menuruni tangga untuk ke lapangan sekolah yang sudah ramai oleh siswa yang akan menghadiri upacara Senin, sudut matanya melihat Benny membawa bungkusan lain lalu berjalan ke arah kelas yang ada di lantai bawah. Dia tahu sekali kelas tersebut kelas siapa. Saat itu Allea melihat Benny menyapa Jelita dengan senyum lebar kemudian memberikan bungkusan itu kepada Jelita. Jelita tersenyum tidak kalah lebarnya. Entah kenapa perasaannya mulai terganggu saat melihat interaksi kedua orang tersebut secara langsung yang jelas-jelas selama ini tidak pernah mengusik perasaan Allea. Perasaan aneh yang tidak pernah dia alami sebelumnya dan terasa seperti ada sentilan di hatinya.

"All, ayo jalan. Kenapa melamun!" tegur Tifa yang melihat Allea tertinggal di tangga.

"Maaf, gue tadi lagi nginget-nginget tas gue udah ditutup apa belum ya?" ucap Allea mengalihkan perhatian. Dalam hatinya dia harus sampai berbohong kepada sahabatnya tentang apa yang dia pikirkan. Sekali lagi Allea melirik ke arah Benny dan Jelita yang sekarang sedang berjalan bersama menuju lapangan upacara. Dia tidak ingin memikirkan apa pun tentang perasaan aneh yang baru saja muncul.

TBC...

ETERNITYWhere stories live. Discover now